Part 25: Surprise

221 36 31
                                    

Vote and comment are really appreciated

.

.

.

Pernikahan gue dan Mas Dion sudah resmi batal. Setelah perjuangan gue melalui drama dan perdebatan yang nggak cuma melibatkan gue dan Mas Dion, melainkan keluarga kami berdua. Bundanya Mas Dion pastinya sangat menentang keputusan gue. Beliau bahkan sampai memarahi gue karena sudah dianggap memalukan nama keluarganya. Pasalnya, Bundanya Mas Dion adalah wanita yang sangat aktif mengikuti perkumpulan ibu-ibu, seperti arisan. Jadilah sejak Mas Dion melamar gue dan gue menerimanya, beliau sudah mewartakan berita bahagia (bagi Mas Dion) itu ke hampir seluruh ibu-ibu seperkumpulannya.

Ayahnya Mas Dion pun sama kecewanya dengan Bundanya. Tetapi versi lebih tidak menggebu-gebu. Hanya beliau tidak mau bicara lagi dengan gue.

Kalau Mama dan Papa, udah dipastikan mereka juga kecewa dan sempat marah atas keputusan gue. Hanya saja, Papa lebih bisa menerima dan malah bilang, "Nda, Papa boleh tau nggak apa yang membuat kamu mengubah keputusan kamu?"

Gue, yang ketika itu sedang menangis karena habis diceramahin Mama habis-habisan karena selain sudah antusias menyambut anggota keluarga baru, Mama juga kesal karena uang yang kami habiskan untuk persiapan pernikahan sudah banyak, hanya bisa menjawab, "Ada orang lain yang Nda sayang, Pa."

"Kamu selingkuh?"

Gue secepat kilat langsung menggeleng.

"Nda sayang sama orang lain, Pa. Nda masih cari orang itu. Nda yakin kalau dia ada di sekitar Nda, cuma belum dikasih kesempatan buat ketemu lagi aja. Maaf Pa, Nda kecewain Papa sama Mama. Dan mungkin keluarga besar kita. Tapi Nda udah nggak bisa lagi bohongin perasaan Nda sendiri. Maafin Nda, Pa."

Papa gue sontak memeluk gue yang semakin histeris menangis. Mengelus punggung gue dan bilang, "Nggak apa, Nda. Lebih baik kamu putusin sekarang daripada nantinya kamu tersiksa dalam pernikahan kamu sendiri."

Berbekal nasihat bokap gue, rasa bersalah gue sedikit demi sedikit mulai berkurang. Gue mulai bisa ngomong lagi sama Mama dan menjalani hidup gue sebagai Wanda si jomblo. Yang tentunya bukan masalah besar bagi gue, karena gue jadi lebih bahagia dibanding harus dibebani hubungan sama Mas Dion. Yang ternyata dia juga nggak lebih sayang gue daripada pekerjaannya.

Gue juga semakin giat mencari informasi tentang Chan. Meskipun informasi yang nantinya gue dapat menyakitkan bagi gue, gue rasa itu semua impas apabila dibandingkan dengan rasa sakit Chan karena gue dulu. Yang terpenting bagi gue saat ini adalah menemukan Chan dan let him know about my feeling. Kalau gue sayang sama dia.

Tapi apapun itu hasilnya, gue tetap saja nggak menemukan apapun. Bahkan setelah berbulan-bulan. Gue pun udah mulai frustasi dengan upaya pencarian yang gue lakukan.

Lu di mana sih, Chan?

Gue kangen banget sama lu.

***

Kefrustasian gue nyatanya mulai membuahkan hasil di suatu hari Sabtu siang yang sumpek dan panas. Saat itu gue sedang ada janji makan siang dengan sahabat gue, Egi, di suatu café yang terletak di seberang kantor gue.

Gue datang duluan karena gue tahu Egi pasti repot mengurus bayinya dulu sebelum ke sini. Suatu hal yang pastinya akan gue maklumi, tapi pasti akan gue maki Egi saat dia datang. Begitulah pertemanan kami. Pertemanan penuh caci maki, tapi jarang ada yang tersinggung.

Milky WayWhere stories live. Discover now