Part 9: Officially....

280 42 36
                                    


Vote and comment are really appreciated

.

.

.

Gagal maning, gagal maning. Acara berduaan gue sama Mas Dion gagal total gara-gara duo setan yang datangnya entah dari mana itu. Bahkan, gue nggak dengar ada suara pintu depan kebuka. Tiba-tiba aja mereka udah ada di dapur. Dalam hati gue udah bete, tapi bagus ada Mas Dion, jadi gue masih bisa sabar dikit biar nggak malu-maluin.

Jadilah sekarang kita berempat di meja makan, dengan Ben dengan mupeng alias muka pengennya dan si tengil dengan muka datarnya. Kata Mas Dion, mereka berdua daripada nganggur dan ganggu mending bantuin nyobain hasil masakan aja sama bantuin cuci piring.

Oiya, gue baru ingat Mas Dion sempat cerita katanya dia selain bercita-cita jadi dokter, dia juga pengen banget buka café. Tapi belum kesampaian karena untuk belajar kedokteran sangat menyita waktunya. Jadi dia baru sempet nyobain masak resep-resep yang kira-kira cocok buat café gitu.

Hari ini dia coba masak tema Indonesia yang kalau dia buka café pengen dibuat ala ricebox gitu. Menunya ada nasi ikan fillet dabu-dabu dan sayur pepaya sama bakwan jagung buat pelengkap.

Mas Dion bilang dia sebenarnya udah pernah masak menu ini. Cuma ada yang dimodifikasi dikit gitu. Dia nggak puas karena rasanya nggak mirip sama yang pernah dia cicipi sebelumnya.

"Gila, dari wanginya aja udah enak. Emang jagoan Abang gue yang satu ini," komentar Ben saat hasil masakan baru saja dituang ke piring saji, "Gas lah Mbak, kapan lagi dapat cowok jago masak kayak Bang Di," lanjutnya, yang tentu saja diperuntukkan ke gue.

Duh jadi salting kan.

Maap maap nih, gue sih mau aja ya sama Abang lu itu, Ben. Permasalahannya adalah doinya yang lagi suka sama cewek yang gue belum tau siapa, akibat kedatangan lu sama temen lu yang nggak diundang itu.

"Udah buru, pada ambil nasi sana. Nggak usah ngomong aneh-aneh," perintah Mas Dion.

Kok kayaknya dia nggak suka ya diceng-cengin sama gue? Udahlah, kayaknya gue emang udah harus siap-siap buat patah hati (lagi).

"Wan, kamu mau nasinya seberapa?" tanya Mas Dion, yang tentunya bikin gue agak kaget. Pasalnya, dia ngomong halus banget ke gue. Beda banget sama nada ngomong dia ke Ben barusan.

"Hm.. secukupnya aja Mas. Samain aja sama Mas Dion."

"Oke."

Sayup-sayup gue dengar Ben berceletuk, "Cie, perhatian banget nih Bang Di sama calon pacar."

Setelahnya Mas Dion langsung nyusul ke meja makan dan kita mulai makan. Dia duduk di sebelah gue. Dengan Ben di seberangn Mas Dion dan si tengil di seberang gue.

Acara makan-makan didominasi sama celotehan Ben yang sedikit banyak nyinggung tentang gue dan Mas Dion. Ya.. lebih tepatnya jodoh-jodohin gitu deh.

"Nah kan, kurang apalagi coba kalian cocoknya. Kalian udah tau satu sama lain sejak lama. Pendidikan juga mirip-mirip lah. Terus sama-sama punya hobi yang sama lagi. Dan yang penting, sama-sama single alias jomblo. Daripada nanti makin tua dan kesepian, mending kalian jadian aja nggak sih?" Gila lancar banget nih anak ngomongnya, terus dia lanjutin lagi dengan nengok ke arah Mas Dion, "Bang, buru tembak, sebelum disalib orang nanti nyesel, loh."

Milky WayDonde viven las historias. Descúbrelo ahora