Part 28: Pillow Talk

399 39 42
                                    

Vote and comment are really appreciated

.

.

.

"Selamat tidur, Nda Sayang," ucap Chan sebelum mengecup kening gue singkat dan berjalan ke arah sofa yang diperuntukkan untuk bermalam pendamping pasien. Kala itu juga, gue cegat tangannya dan langsung dibalas ekspresi bingung Chan, "Kenapa, Nda? Ada yang sakit?"

Gue menggeleng, tapi tetap nggak melepaskan pegangan gue di tangannya. Membuat Chan kembali duduk di kursi samping ranjang rumah sakit. Menggenggam tangan gue dan mengelus puncak kepala gue. Wajahnya kini sudah lebih dekat dengan wajah gue karena posisinya yang sedikit membungkuk.

"Kamu butuh apa, hm?"

Gue kembali menggeleng, ragu untuk mengatakan kemauan gue yang sebenarnya. "Chan, hmmm, kalau aku minta kamu tidur di sini aja, boleh nggak?"

Chan mengernyit, "Aku emang tidur di sini, Nda. Aku nggak pulang, kok."

"Bukan itu," gue mengambil jeda, menggeser tubuh gue ke satu sisi ranjang rumah sakit. Seakan mempersilahkannya untuk tidur di samping gue. Tapi Chan masih nggak menangkap juga maksud gue.

Gue tepuk sisa tempat di ranjang beberapa kali, "Sini."

"Nda, badan aku gede, emang muat? Nanti kamu nggak nyaman loh tidurnya."

Ih, sebal banget, udah susah-susah minta tapi malah ditolak. Dia nggak tau apa, gue tuh paling nggak bisa minta sesuatu sama orang lain, kecuali keluarga inti gue.

"Yaudah, kamu pulang aja kalau gitu. Aku bisa kok di sini sendiri," ucap gue sebal.

Panik, Chan langsung membujuk gue dengan segala alasannya. Bilang aja dia gamau sempit-sempitan. Mana gue bau lagi karena walaupun udah mandi, tapi gue memang belum berniat untuk menggunakan parfum dan jenis wangi-wangian lainnya.

"Nda, kamu tau kan, aku juga pengen banget tidur sambil peluk kamu. Tapi kita di rumah sakit, Sayang. Nanti kamu tidurnya nggak nyaman, terus nggak enak juga kalau—"

"Yaudah, makanya, kamu pulang aja. Aku biarin sendiri di sini," potong gue sambil memunggungi Chan.

Gue mendengar Chan menghela napas. Lalu beberapa detik kemudian gue merasakan adanya kehadiran orang lain tepat di belakang punggung gue. Disusul lengan kekar yang melingkar di pinggang gue dan wajah di ceruk leher gue, yang langsung diikuti oleh kecupan di leher dan bahu gue.

"Kamu wangi, Nda," puji Chan sambil mengeratkan pelukannya di pinggang gue.

"Katanya tadi nggak mau tidur sama aku?"

"Aku mau kok, cuma aku takut kamu nggak nyaman, Nda, soalnya pasti badanku makan tempat."

Gue membalikkan badan dan membuat gestur seakan mau memeluk Chan, yang langsung menahan aksi gue selanjutnya. Gue mengheran, "Kenapa? Dipeluk juga nggak mau?"

Chan tertawa kecil. Padahal nggak ada yang lucu. Emang dia aja bucin tolol jadinya tingkah gue yang nggak lucu juga diketawain. Selanjutnya dia menangkup wajah gue dengan sebelah tangannya, mengelus lembut pipi gue, "Kamu makin gemesin aja sih, Nda."

Gue kira gue akan salah tingkah karena pujian, atau mungkin gombalan, Chan saat sebelum kami pacaran. Taunya setelah pacaran juga sama aja saltingnya.

Oiya, ngomong-ngomong pacaran. Setelah adegan drama pelukan sampai infus gue lepas itu, Chan langsung nembak gue. Sebenarnya bukan nembak juga sih, lebih ke arah ngajak nikah, tapi tentu saja gue tolak. Mana mungkin gue, yang notabenenya habis membatalkan pernikahan sama Mas Dion, langsung tiba-tiba mau nikah sama orang lain lagi. Selain ada budget yang emang harus dikumpulkan, gue merasa gue harus memberikan waktu untuk gue dan dia mencoba sebagai sepasang kekasih dulu. Selain itu, gue juga nggak mau gagal untuk kedua kalinya.

Milky WayDonde viven las historias. Descúbrelo ahora