Part 21: Si Solo Fueras Mia

257 35 68
                                    

Vote and comment are really appreciated

.

.

Note: Chapter ini bakal berisi cerita dari POV-nya Chan. Seperti judulnya, chapter ini juga terinspirasi dari lagu "Si Solo Fueras Mia"-nya D.O, yang arti judulnya adalah 'If Only You Were Mine'. Jadi kalau mau nge-feel aku saranin kalian nonton dulu video yang ada di mulmed. Terus nanti pas baca juga sambil dengerin lagunya ya <3

Btw aku sengaja nggak pake official audionya, biar kalian baca dulu arti di bahasa inggrisnya gimana hehe <3

Happy reading!

.

.

Gue langsung disuguhkan cahaya temaram saat gue bangun. Tapi gue hanya butuh waktu beberapa detik untuk menyadari kalau gue bukan sedang ada dalam kamar gue, ataupun kamar salah satu orang di apartemen. Wangi seprai apartemen nggak ada yang seperti ini. Gue tahu karena kita berempat menggunakan detergen yang sama.

Wangi seprai dari ranjang yang gue tiduri sangat familiar. Gue udah bisa menebak wangi siapa ini sesaat setelah kesadaran gue terkumpul penuh. Wangi orang yang sangat gue sayang dan kangenin. Wangi Wanda. Tapi gue nggak mau berharap lebih kalau gue beneran ada di kamar Wanda.

Jadilah gue mengedarkan pandangan gue. Mencari clue selanjutnya untuk mengetahui keberadaan gue. Namun, betapa terkejutnya gue saat menengok sedikit dan menemukan sosok yang sangat gue cintai sedang tertidur dengan nyenyaknya.

Wanda.

Gue mengucek mat ague nggak percaya dengan apa yang gue lihat. Tapi apa yang gue lihat sama sekali nggak berubah. Tetap Wanda.

Gimana bisa gue tidur di tempat Wanda? Gue hanya ingat semalam gue minum alkohol beberapa gelas saking kecewanya. Terus tiba-tiba mata gue gelap dan gue nggak ingat apa-apa lagi.

Bodo amat deh. Yang penting sekarang gue di sini sama Wanda.

Pelan-pelan gue turun dari ranjang dan turun ke matras tempat Wanda berbaring. Menyelimutinya dengan selimut yang sama dengan gue. Rupanya dia nggak memakai selimut karena selimutnya sedang gue pakai sekarang.

Gue pun kembali mengambil kesempatan untuk memperhatikan lagi wajah Wanda yang sedang tertidur. Gue singkirkan anak rambut yang menghalangi wajahnya. Cantik.

Tanpa sadar senyum mengembang di wajah gue. Senyum yang udah sebulan ini nggak gue perlihatkan lagi. Senyum yang bisa gue bikin hanya kalau lihat Wanda.

Gue jadi teringat ke waktu pertama kali gue ketemu Wanda.

Waktu itu gue masih seorang anak laki-laki berbadan gembul, pipi chubby, pendek, dan pakai kacamata. Waktu di mana gue hanya punya sedikit teman. Teman yang hanya disisakan untuk anak-anak culun dan tertindas macam gue.

Pertemuan gue sama Wanda waktu itu bukan diawali oleh peristiwa yang menyenangkan buat gue. Saat itu, gue sedang dipalak dan ditindas oleh sekelompok anak SMP di tengah perjalanan gue pulang. Sebagai anak SD kelas 5 dan berjalan sendirian, gue tentu saja nggak berani berkutik dan pasrah apabila gue akan babak belur saat itu juga.

Gue juga nggak berani teriak minta tolong karena gue sangat pendiam saat itu. Hanya beberapa orang saja yang pernah dengar suara gue. Gue adalah anak yang sangat tertutup dan pemalu.

"Masa 30.000 aja nggak punya sih?" kata salah satu anak SMP berandal berbaju seragam dekil.

Gue hanya bisa diam dan menggeleng dan memeluk tas dan kotak bekal makan siang gue.

Milky WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang