Part 4: Encounter

362 45 19
                                    

Warning: sedikit kata kasar.

"Wanda?" tegur Mas Dion. Gila, saking terpesonanya gue sampe nge-bug gini depan dia. Pertama kali ketemu lagi udah malu-maluin aja. Wanda, Wanda. "Ayo masuk, Wan. Kamu bener Wanda, kan?"

"I-Iya. Aku masuk ya," jawab gue dengan suara yang kayaknya udah bercampur dengan gemetar. Gue cuman berdoa aja sih sebenernya supaya di dalam isinya bukan baru gue doang sama Mas Dion. Nggak kebayang aja canggungnya suasana, mengingat Mas Dion juga bukan orang yang talkative dan gue pasti juga jadi mendadak bodoh kalau lagi grogi.

Syukurlah, waktu gue masuk, ternyata udah ada beberapa orang di dalam. Kira-kira lima orang cowok dan empat orang cewek. Mereka keliatan lagi ngobrol-ngobrol asik gitu sambil ketawa-ketawa.

"Weetsss! Siapa nih Bang?" sapa salah satu cowok dari kumpulan mereka. Agak heboh kayaknya ya orangnya.

"Kenalin, ini Wanda. Dia mahasiswi S2 baru di sini," jawab Mas Dion santai.

"Halo semua!" sapa gue balik dengan nada ceria yang agak dipaksakan. Jujur aja, kalau di tengah orang baru gini, gue bukan tipe orang yang bisa langsung nyaman dan heboh kayak sama orang-orang yang gue kenal.

"Yaudah, Wan. Kamu gabung dulu ya sama mereka. Aku tinggal dulu ke dapur. Masakan ada yang belum selesai," pamit Mas Dion.

Dengan ragu-ragu, gue perlahan gabung dengan mereka. Nervous, Bos, ketemu orang baru. Apalagi kayaknya mereka udah pada saling kenal satu sama lain. Anggapannya kayak gue yang masuk ke peer group orang, yang kayaknya akan lebih susah untuk ditembus, dibanding masuk ke kumpulan orang yang sebelumnya sama-sama belum kenal satu sama lain.

Tapi kayaknya pikiran buruk gue mulai luntur dengan adanya sapaan ramah dari cowok yang tadi heboh pas gue baru masuk bareng Mas Dion. "Halo, Mbak Wanda! Salam kenal ya, gue Ben," sapanya lagi sambil ngulurin tangannya setelah gue duduk di sofa, yang tentu aja langsung gue sambut ramah, "Halo! Gue Wanda. Gak usah pake Mbak juga nggak apa kok. Santai aja."

"Nggak lah, Mbak. Masa Bang Dion aja gue panggil Bang, masa manggil lu nggak pake Mbak," Ih dasar ngotot banget. Padahal kan gue males dipanggil Mbak karena biar nggak keliatan lebih tua dari mereka. Tapi karena gue males debat, gue setuju ajalah, "Yaudah, terserah aja mau panggil apa. Hm.. Emang kuliah S1 semua ya di sini?"

"Iya, gue S1 teknik," timpal Ben si anak yang paling heboh sejak tadi, "Yang lain juga S1. Gue mulai dari kiri ya Mbak, itu Sean, Mark, Keenan, Jonny. Yang cewe itu Sekar, Lisa, sama Sella," Ben memperkenalkan mereka satu per satu ke gue, yang dibalas sapaan oleh mereka setelah namanya disebut.

"Sebenarnya masih ada beberapa sih, Mbak. Ada Bang Sultan sama Mbak Renata, mereka S2 juga, tapi sibuk banget. Jadi kalo ada waktu luang, ya mending dipakai pacaran daripada kumpul-kumpul gini. Terus ada juga Kanaya, dia lagi nggak bisa datang tapi hari ini. Udah sih, Mbak, itu aja yang sering kumpul dan kenal deket sama kita," jelas Ben.

"Lupa satu orang, Ego!" cela cowo yang kayaknya bernama Keenan. Maaf nih, gue kalo dikenalinnya sekilas gini nggak bisa langsung ingat.

"Siapa, anjir?" Gila, manteb juga sekali interaksi kata kasar langsung dikeluarin semua. Gue penikmat keributan ajalah.

"Cowo gue," jawab Sekar singkat. Mungkin dia sudah malas juga mendengarkan pertengkaran Ben sama Keenan. Saking seringnya bertengkar mungkin.

"Oh.. Lupain ajalah dia. Lagi males sama dia, tadi siang dia makan yogurt gue di kulkas. Padahal gue sengaja nyimpen yang rasa peach buat terakhir gue minum. Malah diambil sama dia," jelas Ben, yang kayaknya lagi kesel banget sama oknum yang katanya cowoknya Sekar, tapi sampe sekarang belum disebut namanya dan belum kelihatan batang idungnya.

Milky WayKde žijí příběhy. Začni objevovat