Part 33: The Day

192 32 28
                                    


"Pacar aku ngerjain apa sih dari tadi? Sibuk banget kayaknya," tukas Chan yang sedang memeluk gue dari belakang, sambil gue menyelesaikan muffin dan brownies gue.

Jujur aja, gue emang udah sibuk banget dari tadi pagi. Padahal jadwal untuk ketemu keluarga Chan masih nanti sore, sekitar jam 5 berangkat dari apartemen Chan. Tapi gue bahkan udah bangun dari subuh saking nggak tenangnya tidur. Semua usaha untuk bisa terlelap udah gue lakukan, termasuk meminta Chan untuk memeluk dan mengusap-usap punggung gue, yang biasanya gue akan berhasil masuk alam mimpi dalam waktu kurang dari setengah Chan, gue tetap nggak bisa tidur saking panik dan takutnya.

"Udah deh, kamu jangan ganggu aku dulu. Aku mau buru-buru nih, biar waktu siap-siapnya bisa lebih lama," ujar gue karena merasa pekerjaan gue terhambat karena kelakuan Chan.

"Ya ampun, Nda, ini masih jam 11 siang loh, masih ada waktu banyak banget buat kamu siap-siap. Mau kamu mandi kembang dulu juga bisa."

Gue abaikan protesan Chan. Dia nggak paham apa gue tuh lagi deg-degan parah. Dan kalau udah kayak gini, biasanya gue jadi nggak bisa ditempelin atau diajak ngomong sama orang. Karena itu bakal bikin gue overwhelmed sendiri.

Bayangan mengenai maminya dan kakaknya Chan yang akan sinis ke gue selalu mengikuti dan berisik di pikiran gue. Apalagi kalau ingat banyak banget hal yang bisa digunakan untuk menolak gue sebagai pacarnya Chan.

Semalam Chan udah menenangkan gue juga dengan menceritakan kalau dia udah cerita ke keluarganya tentang gue dan hubungan kami. Kata Chan, mereka menanggapinya dengan biasa aja, alias nggak baik banget dan nggak buruk banget. Kecuali Kak Yura yang katanya kepo banget sama gue. Tapi tetap aja semua itu nggak mengurangi kekhawatiran gue.

Sambil menunggu kue gue masak, gue menghampiri Chan yang sekarang sedang asik menonton televisi di ruang tengah.

"Udah selesai masaknya?" Chan langsung menyambut gue dengan cengiran dan rentangan tangan, yang mengisyaratkan gue untuk masuk dalam rengkuhannya.

Gue mengangguk sebagai jawaban. Nggak kerasa, capek juga ya, hampir 45 menit gue berdiri nggak ada jeda. Emang umur nggak bisa bohong. Ditambah pelukan sama Chan kayak gini, yang ada malah bikin gue ngantuk. Ya abis gimana, pelukan Chan tuh selalu hangat, terus dia selalu wangi kayak wangi mint campur wood gitu. Mana badannya Chan tuh besar dan empuk, jadi enak aja meluknya.

"Nda?" panggil Chan, sepertinya dia merasakan gue mulai mengantuk, "Kamu ngantuk ya? Ke kamar aja yuk kalau mau tidur. Nanti badan kamu sakit loh kalau tidur sambil duduk gini."

Gue menggeleng tanda menolak, "Bentar aja Chan, 20 menit lagi tolong bangunin aku buat cek kuenya." Berhubung Chan nggak punya oven di apartemennya, jadilah gue mengganti bawaan gue jadi brownies dan muffin kukus. Yang mana harus gue pantengin terus biar nggak gosong.

Permintaan gue itu tentu saja nggak dikabulkan Chan. Buktinya, sekarang gue malah bangun di atas ranjang Chan. Dan sekarang udah jam setengah 2 siang, yang berarti udah lebih dari 20 menit yang lalu.

Dengan panik, gue sedikit berlari keluar untuk mengecek kue gue. Sayang banget kalau gosong. Kan jadi ruginya dua kali. Udah boros bahan, terus bahan caper sama calon mertua juga jadi nggak ada. Hehe, canda caper.

"Udah aku matiin tadi, Nda. Dua puluh menit kan?" kata Chan, si biang kerok, santai.

"Ih, kamu kok nggak bangunin aku sih, Chan," protes gue.

Milky WayWhere stories live. Discover now