Melawan Adat

1.1K 132 5
                                    

Happy Reading💜

"Aku yakin kau pasti sangat merindukannya."

Ia berdiri di satu-satunya rak buku di ruangan itu, memegang foto ayahnya. Ia tersenyum saat mendengar ucapanku, lalu melirik ke tempatku duduk di sofa.

"Cara ayahku memperlakukan pack, jauh berbeda dari cara beliau memperlakukanku. Ayah beruntung orang lain yang membunuhnya kalau tidak, aku akan melakukan pekerjaan itu sendiri."

Ia tidak mengatakannya dengan penuh kebencian, tapi seolah-olah ia hanya menyatakan fakta dan aku merinding mendengarnya dengan santai membicarakan tentang pembunuhan. Itu mengingatkanku pada siapa yang aku hadapi di sini. Kami mungkin pernah berhubungan seks sekali, tapi bukan berarti dia telah berubah. Dia masih Alpha jahat yang tidak akan berpikir dua kali untuk menghukum siapa pun yang tidak mematuhinya, termasuk aku.

"Lalu mengapa kau menyimpan fotonya?" Aku ingin tahu orang macam apa yang menyimpan foto seseorang yang ingin mereka bunuh.

Ia meletakkan foto itu, berjalan ke sofa di seberangku dan duduk. "Aku tidak merindukannya, memang benar aku ingin membunuhnya, tapi bukan berarti aku tidak menyayanginya." Ia terkekeh lalu melanjutkan, "kedengarannya gila tapi … beliau adalah ayahku, setelah ibuku meninggal, beliau adalah satu-satunya yang kumiliki." Ia mengedikkan bahu.

Ibu Taehyung terbunuh dalam serangan pack saat ia berusia 5 tahun. Anehnya Alpha terus melanjutkan hidupnya seolah-olah tidak terjadi apa-apa, ia tidak melampiaskan amarahnya, ia bahkan tidak berduka. Itu aneh.

Aku tidak perlu bertanya maksud dari perkataan Taehyung saat ia mengatakan bahwa ayahnya memperlakukannya secara berbeda karena aku tahu semua tentang itu. Orang-orang cenderung hanya menunjukkan sisi mereka yang ingin dilihat orang lain, sebagian besar pembullyku seperti itu.

Aku meliriknya sekilas dan melihatnya menatapku secara terang-terangan. Ada begitu banyak hal yang ingin aku tanyakan padanya, tapi aku pikir itu akan melewati batas, jadi aku menggigit bibir dan membuang muka.

"Jika ada sesuatu yang ingin kau katakan, katakan saja, Jungkook. Aku tidak ingin kau merasa bahwa kau tidak bisa mengungkapkan pendapatmu saat bersamaku."

Ia seolah membaca pikiranku. Aku tersipu tapi memilih untuk tetap diam. Begitu banyak pertanyaan berputar-putar di benakku sehingga aku tidak tahu harus mulai dari mana, jadi kami tetap diam selama beberapa saat, masing-masing dari kami terjebak dalam pikiran kami sendiri sebelum aku memutuskan untuk bertanya selagi aku punya kesempatan.

"Kenapa kau tidak pernah bicara denganku, maksudku ... sebelum kau menjadi Alpha?" kataku, mataku fokus pada wajahnya.

"Karena jika aku melakukannya, maka kita akan berakhir dalam situasi yang sama seperti kita sekarang," ia menatapku dengan alis terangkat seolah menantangku untuk mengatakan sebaliknya. Saat aku tidak melakukannya, ia melanjutkan, "dan jika ayahku tahu, sebagai Alpha, beliau akan membunuhmu," ia mengatakannya tanpa basa-basi dan aku merinding mendengar kata-katanya.

"Jadi ... apakah ada orang lain yang tahu bahwa kau biseksual?"

Ia menatapku. "Aku bukan biseksual Jungkook, aku hanya tertarik pada laki-laki." Kemudian matanya menyipit. "Bagaimana denganmu?"

"Sa-sama."

Aku menatap sekeliling ruangan saat keheningan melingkupi kami. Harus aku akui, ini adalah salah satu percakapan paling canggung yang pernah aku alami dan aku tidak sabar menunggu hari dimana kami dapat berbincang tanpa peduli pada dunia.

"Kau ingat hari itu di tepi danau?" aku bertanya.

Ia mengangguk dan aku melanjutkan.

"Saat kau berkata, kau ingin bebas ... apa maksudnya? Maksudku, kau adalah Alpha, kau bisa melakukan apa pun yang kau inginkan. Apakah kau tidak ingin menjadi Alpha?" Aku mengatakan semuanya dalam satu tarikan napas, rasa ingin tahu membara di mataku.

Alpha In LoveWhere stories live. Discover now