Pantang Menyerah

345 48 1
                                    

Taehyung POV

Sudah berjam-jam sejak kematian Woozy dan aku masih merasa gusar. Aku tidak bisa melupakannya; seorang pria yang tidak bersalah terbunuh, meninggalkan anak dan istrinya. Ingatanku tertuju pada semua rekanku yang telah tewas dalam pertempuran ini dan untuk merekalah aku berjuang.

Demi mereka dan Jungkook, aku tidak akan berhenti sampai setiap makhluk yang menentang kami hancur. Aku akan berjuang sampai tetesan darah terakhir, tapi ada satu hal yang sangat aku yakini. Aku tidak akan mati malam ini.

Aku melepaskan beberapa tembakan lagi lalu berbalik dengan cepat, bersembunyi di balik tempat perlindungan sekali lagi. Napasku menjadi lebih sesak saat aku duduk di belakang batang pohon besar yang aku gunakan untuk berlindung. Lengan kiriku kaku sekitar satu jam yang lalu.

Seperti yang dokter prediksikan saat aku ditembak oleh Markus minggu lalu, dokter menyuruhku untuk mengistirahatkannya dan memijat area tersebut setiap hari, dua kali sehari, jika tidak, maka proses penyembuhan akan terhambat dan akan menjadi kaku.

Luka tebasan di dadaku membuatku sangat sulit untuk bernapas. Aku tidak tahu seberapa dalam luka itu tapi aku bisa merasakan darah mengalir dari sana.

Lenganku tidak berguna bagiku sekarang, setiap kali aku mencoba menggerakkannya, rasa sakit yang luar biasa akan menjalar ke bahuku. Rasa sakitnya terlalu kuat untuk diabaikan, jadi aku hanya menggunakan satu tangan selama satu jam terakhir ini hingga pahaku tertembak. Itu menjelaskan mengapa saat ini aku duduk di belakang pohon dengan kaki terjulur dan napas terengah-engah.

Aku kesakitan dan tanpa bantuan tidak mungkin aku bisa meninggalkan tempat ini. Aku meletakkan pistol di pangkuanku dan menggunakan satu-satunya lenganku yang berfungsi untuk membuka kancing bajuku. Aku hampir tidak bisa bernapas. Aku bisa merasakan butiran keringat mengalir di wajahku dan tiba-tiba udara di sini terasa sangat panas.

Aku berbalik sekali lagi untuk melihat-lihat hutan dan menyaksikan seekor beruang mengalahkan serigala lainnya. Yibo datang seperti yang telah dia janjikan dan kami telah berjuang bersama mereka selama berjam-jam.

Kami jelas sangat diuntungkan oleh bantuan mereka bersama dengan pack Marcano tapi masih perlu waktu bagi kami untuk dapat benar-benar menghancurkan mereka. Aku menembakkan beberapa tembakan lagi ke musuh yang bisa aku deteksi, lalu merunduk ke tanah ketika salah satu musuh mengangkat senapannya dan menembak ke arahku.

Aku mengerang kesakitan saat bahuku yang terluka terbanting ke tanah. Saat tembakan berhenti, aku mencoba untuk duduk ke posisiku sebelumnya, tapi tidak peduli seberapa keras aku mencoba, aku tidak bisa bergerak.

Rasanya sangat menyakitkan. Pertama kalinya aku merasa sangat tidak berdaya. Aku bisa saja mati hanya dengan satu tembakan kecil. Sangat menyedihkan.

Bahkan setelah semua ini, aku masih berpikir bahwa aku akan selamat dari ini. Aku tertawa. Aku mungkin sudah gila.

Kepalaku berguling ke samping dengan sendirinya dan aku tidak memiliki kekuatan untuk menggerakkannya kembali. Aku berharap tidak akan ada musuh yang menemukanku di sini. Tidak dalam kondisi seperti ini.

Jika aku memang harus mati, aku ingin mati di medan pertempuran dan bukan di persembunyian ini, jadi aku mengumpulkan seluruh kekuatan yang tersisa dan mencoba untuk bangkit dari tanah, aku berhasil mengangkat  tangan kananku tapi kembali jatuh ke tanah dan mendesah frustrasi.

Aku bisa membayangkan apa yang akan ayahku katakan jika beliau melihatku sekarang dan itu cukup untuk membuatku bergerak. Ayah akan menyebutku pengecut dan gagal.

Aku meraih celah kulit pohon dan berusaha untuk duduk. Punggungku bersandar ke pohon sekali lagi dan aku terengah-engah seolah baru saja melakukan maraton.

"Are you okay?"

Mataku terpejam menahan rasa sakit, jadi ketika aku mendengar suaranya, mataku terbuka.

"Senang bisa bertemu denganmu lagi," gumamku.

Yibo membungkuk di sampingku, tangannya meraba tubuhku yang babak belur, mencoba memastikan sejauh mana luka-lukaku.

"Pelan-pelan!" kataku saat dia menyentuh luka di dadaku.

"Kita harus segera mengeluarkanmu dari sini, jika tidak, dalam waktu singkat kau hanya akan menjadi target musuh," dia berkata. Itu tidak membuatku tenang, jadi aku memelototinya.

"Kita? Aku bahkan tidak bisa bangun." Tidak mudah bagiku untuk mengakui kelemahanku, tapi aku tidak punya pilihan.

"Aku tahu, Jack kemarilah."

"Jack siapa?" aku hanya bisa berbisik dan itu menyadarkan Yibo tentang kondisiku yang menurun karena dia menampar wajahku saat mataku terpejam dan aku tersentak.

"Hei, tetap buka matamu!" dia berteriak di atas kebisingan perang.

Aku mengangguk dan menatapnya, dengan mata terbelalak selama sekitar dua detik sebelum aku merasakannya tertutup lagi. Aku hanya merasa sangat lelah.

"Taehyung!" Dia menjentikkan jarinya di depan wajahku, tapi aku memilih untuk tetap memejamkan mata, terlalu lelah untuk menghadapinya. "Aku bersumpah, jika kau mati, aku akan menyeretmu kembali dari neraka dan menghajarmu!" dia berteriak.

"Ternyata kau peduli," aku mencoba terdengar sarkastik tapi yang keluar terdengar menyedihkan.

"Entahlah, satu-satunya orang yang kupedulikan adalah Jungkook dan jika kau mati itu juga akan membunuhnya, jadi kau harus melawan ini, tetap terjaga sehingga kami bisa membawamu kembali ke camp," dia berkata dengan tegas.

"Aku tidak akan mati, Bodoh. Lukaku tidak parah … aku hanya … lelah," kataku padanya dengan pasti. Aku telah melewati hal yang jauh lebih buruk dari ini, jadi aku tahu ini hanya sementara. Selama aku mendapat bantuan yang aku butuhkan, aku akan menjadi seperti sedia kala dalam waktu singkat.

"Kalau begitu buktikan, buka matamu," katanya dan sambil menghela nafas aku mengangguk.

"Sini bantu aku membangunkannya, kita harus membawanya ke camp. Tidak terlalu jauh dari sini.”

Butuh beberapa saat bagiku untuk menyadari bahwa dia tidak berbicara denganku, tapi dengan pria lain yang berjongkok di sampingku. Dia pasti orang yang dia panggil Jack.

"Shit, merunduk!" Aku mendengar Yibo berteriak sebelum aku merasakan dia menyeretku ke tanah dan menutupiku dengan tubuhnya. Kali ini rasa sakitnya terlalu besar dan aku memejamkan mata, tidak membukanya bahkan ketika aku mendengarnya memanggil namaku. Suaranya yang terdengar begitu jauh adalah kesadaran terakhirku sebelum aku tenggelam lebih dalam ke jurang yang gelap.

TBC

Terimakasih yang sudah mengikuti cerita ini sampai sejauh ini💜😘

Alpha In LoveWhere stories live. Discover now