Sebuah Pilihan

371 59 4
                                    

Taehyung POV

Kali berikutnya aku terbangun, aku merasa hampir seratus persen lebih baik, sakit kepala yang sebelumnya aku rasakan telah hilang, di luar selku sedang berdiri Markus sendirian. Dia bersandar di dinding, cerutunya menyala dan tatapannya tajam ke arahku. Sekarang aku memiliki kendali atas diriku dan berlari ke jeruji, mencengkeramnya dengan kuat dan memelototinya.

"Apa yang kau inginkan dariku?" aku menuntut.

"Kuanggap kau tidak akan pingsan lagi?" katanya sambil menyeringai.

Genggamanku pada jeruji semakin erat.

"Sekarang mari kita mulai bisnis kita. Aku lebih memilih tidak membuang terlalu banyak waktu untuk ini, lagi pula aku punya pack untuk dijalankan," dia berkata sambil menegakkan dirinya dan berjalan ke arah sel, cukup dekat sehingga aku bisa melihat butiran keringat di alisnya tapi cukup jauh sehingga aku tidak bisa menjulurkan tanganku di antara jeruji untuk meraih leher kurusnya.

"Seperti yang mungkin sudah kau duga, aku adalah Alpha dari pack Obetta, kau ingat 'kan? Kau memberi penjahat itu perlindungan?"

"Apakah ini tentang mereka? Mereka memang penjahat, mereka telah meninggalkan pack-mu, tidak perlu bagimu untuk—"

"Akan lebih baik bagimu untuk tutup mulut saat aku sedang berbicara," dia berkata dengan tenang.

Aku memberinya tatapan membunuh. Aku tidak menerima perintah dari siapa pun!

"Ini tidak ada hubungannya dengan para penjahat itu. Tentu saja itu juga membuatku marah, tapi masih ada banyak hal yang lebih penting bagiku untuk dilakukan selain berurusan dengan orang-orang bodoh itu. Jika aku ingin mereka kembali, aku jamin aku akan mendapatkannya kembali," katanya dengan nada mengejek. "Alpha, ini ada hubungannya denganmu dan ayah bajinganmu," dia menggeram lalu menjatuhkan cerutu ke lantai dan menginjaknya dengan sepatu mahalnya.

"Perlu kau tahu, ayahku sudah meninggal," kataku dengan gigi terkatup.

"Ya, aku tahu itu, sayangnya aku tidak mendapatkan kesempatan untuk membunuhnya sendiri, bajingan yang membunuh mate-ku!"

Aku hanya menatapnya. Tidak sulit untuk percaya bahwa ayahku akan melakukan hal seperti itu dan sebagai hasilnya aku merasa tidak perlu menanyai penculikku tentang hal itu. Yang ingin aku ketahui adalah apa hubungannya ini denganku.

"Dan apa hubungannya denganku?" aku bersuara, alis terangkat.

Aku melihat matanya melebar dan lubang. Kurasa bukan itu yang ingin dia dengar.

"Apa kau menginginkan simpatiku? Ayahku memang kejam, aku akui itu, tapi mengurungku tidak akan mengubah apapun," aku menggeram padanya. Mungkin terdengar kasar tapi yang dia lakukan itu gila.

"Kau akan membayar perbuatannya. Kau dan semua orang yang kau cintai. Kau akan tahu apa artinya kehilangan seseorang yang kau cintai," dia menggeram padaku, menunjukkan giginya.

"Ini terlalu klise. Ayahku membunuh mate-mu, aku tidak bisa melakukan ini dan itu dan," aku berkata sambil menunjuk ke ponselku. "Tentu saja semua ini tidak akan mengubah apa pun, biarkan aku pergi," aku menuntut.

"Kau tidak mengerti? Selama bertahun-tahun ayahmu berpikir bahwa menjadi Alpha dari salah satu kawanan terbesar berarti dia bisa melakukan apa saja yang dia inginkan. Dia pembunuh; dia merenggut hal-hal yang tidak akan pernah bisa didapatkan kembali. Kau tidak tahu apa yang kau hadapi di sini. Tidak tahu berapa banyak nyawa yang telah melayang di tangannya. Kau dan kawananmu membiarkan semua itu terjadi. Kalian semua akan membayar kejahatan kalian, dimulai dari mate kalian," ia melontarkan kata-kata itu padaku.

Alpha In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang