Kembali Ke Camp

418 63 3
                                    

Happy Reading😚😚

***

Aku menatap ke arah Taehyung lagi, mengambil sebuah keripik dan mengunyahnya di antara gigiku. Suara itu hampir memekakkan telinga di ruangan yang sunyi itu, tapi dia masih fokus memperhatikan kertas-kertas di depannya.

Kami berada di rumahnya, bersembunyi di ruang kerjanya. Aku seharusnya menulis surat permintaan maaf kepada semua orang yang berada di camp ini karena telah menyebabkan kekacauan. Saat aku kembali ke camp dua hari yang lalu, aku cukup terkejut melihat orang-orang; menunggu kedatangan kami dengan antusias di lapangan, saat itu kupikir aku akan mendapatkan hukuman tapi aku diperintahkan untuk menulis surat kepada setiap orang untuk meminta maaf atas kesalahanku.

Alih-alih berfokus pada tugasku, aku mencoba mengganggu Taehyung yang duduk di meja mahoninya yang besar.

Aku mengambil keripik lagi, mencelupkannya ke dalam saus dan mengunyahnya lagi, memastikan mulutku cukup terbuka sehingga dia bisa mendengar setiap gigitan.

Masih tidak tertarik, bahkan tidak melirikku.

Aku melakukannya lagi dan mencoba menahan senyum ketika dia akhirnya menatapku dengan mata menyipit.

Aku mengedipkan mata padanya, berusaha terlihat polos tapi dia tidak tertipu.

"Jungkook, aku harus menyelesaikan pekerjaan ini hari ini," katanya sambil menunjuk kertas-kertas di depannya.

"Ya, aku ingin menyelesaikan surat permintaan maafku hari ini juga, jadi aku benar-benar tidak bisa bicara sekarang," kataku, berjuang mati-matian untuk menyembunyikan senyumku sementara mengalihkan perhatianku kembali ke surat-suratku.

Dia menggelengkan kepalanya lalu kembali fokus ke pekerjaannya.

Setelah sekitar satu menit berlalu, aku memasukkan tangan ke dalam mangkuk di sampingku untuk mendapatkan keripik ekstra besar dan menggigitnya, mengerang seolah itu adalah makanan paling enak yang pernah aku makan.

Dia melihat ke arahku lagi dan aku mengangkat mangkuk, menawarkan padanya. Dia memelototiku. "Kau tahu itu sangat mengganggu," dia berkata.

"Oh, aku tidak terganggu, kau mau atau tidak?" aku bertanya sekali lagi berpura-pura terlihat polos. Dia menggertakkan giginya dan mulai mencoret-coret kertas dengan penuh semangat sambil berusaha mengabaikanku.

Oke, mungkin sudah waktunya untuk berhenti mengganggunya, aku menggeser kursiku untuk menyamankan diri tapi aku tidak memiliki pegangan yang kuat pada piring di tanganku sehingga ketika lututku secara tidak sengaja membentur meja, mangkuk itu jatuh dari tanganku dan hancur berkeping-keping di lantai keramik, pecahan kaca dan serpihan kepingan berserakan di lantainya.

"Astaga Jungkook!"

Aku menatap Taehyung, mataku melebar saat dia bangkit dari kursinya. Ada kilau di matanya saat dia mulai berjalan ke arahku.

Oh oh, aku tahu tatapan itu!

"Tidak, Tae!" Aku menjerit, berdiri dari kursi dan berlari menuju pintu, dia meraih lenganku sebelum aku bisa keluar dan setengah mengangkatku dari lantai, melemparkanku ke kursi, lalu dia menerkam.

"Tidak, tidak, maafkan aku, aku tidak akan mengalihkan perhatianmu lagi, aku bersumpah aku bersumpah!" aku berteriak di antara cekikikan sementara dia menggelitikku tanpa ampun.

Dia tidak berhenti menggelitik dan aku bahkan tidak bisa melawan karena luka-luka di tubuhnya sehingga yang bisa kulakukan hanyalah tertawa, menggeliat dan memohon.

"Haha, ya, maafkan aku haha ​​hentikan!”

"Kau tidak akan menggangguku lagi?" dia bertanya, masih menggelitik.

"Ya, haha!"

"Aku tidak percaya padamu."

"Tidak, tidak, aku berhenti, aku berhenti!"

Dia berhenti tiba-tiba dan aku menghela napas lega, lalu mencoba mengatur napas.

Dia mengecup dahiku dengan keras, lalu bangkit dan kembali mengitari mejanya.

"Kau tidak seru," kataku dengan wajah cemberut.

Dia mengangkat alis. "Kau ingin aku kembali ke sana dan menunjukkan betapa serunya aku?" matanya berkilat lagi.

"Tidak, tidak, lanjutkan," aku bergumam. Aku tidak yakin aku tidak bisa menanganinya lagi. Sebagai gantinya, aku berlutut di lantai dan melanjutkan untuk mengambil pecahan kaca, lalu membuangnya di tempat sampah terdekat. Ketika selesai mengumpulkan semua bagian yang terlihat, aku meninggalkan ruangan untuk mencari sapu dan sendok, kemudian kembali untuk menyelesaikan pekerjaan.

"Aku akan pergi ke rumah Eunha untuk sementara," kataku, mengumpulkan surat-suratku.

"Tidak, kau tidak boleh pergi, ingat kita sepakat bahwa kau akan tetap berada di camp sampai masalah ini berakhir?" dia berkata.

Aku hanya bisa menghela napas kecewa. Aku belum pernah bertemu Eunha dalam waktu yang lama dan tidak ada pengunjung yang diizinkan masuk sekarang. "Oke," kataku dan berbalik untuk pergi.

"Jungkook," dia berteriak dan aku berhenti, menatapnya. "Aku harap kau mendengarkanku kali ini."

Aku tersentak mendengarnya. Aku kira akan memakan waktu cukup lama baginya untuk mulai mempercayaiku lagi.

"Aku akan menonton TV," aku meyakinkannya lalu menutup pintu dengan tenang di belakangku.

***

Aku sedang bersantai di tempat tidurnya dan mengganti-ganti saluran saat dia memasuki kamar dua jam kemudian.

"Sudah selesai?" tanyaku tanpa mengalihkan pandanganku dari layar.

"Tidak, aku tidak bisa berkonsentrasi," dia berkata sambil menghela napas, sebelum membaringkan dirinya ke tempat tidur di sampingku. Aku bersandar padanya dan dia bergeser untuk membuatku lebih nyaman.

"Jangan bilang kau akan melakukannya lagi," katanya sambil memutar bola matanya.

Tadi malam kami bersantai di tempat yang sama sementara aku menggonta-ganti siaran. Itu terus terjadi sampai pada titik di mana Taehyung merampas remote dariku dan kami akhirnya menonton sesuatu yang tidak kami nikmati.

"Tidak, aku sedang mencari kartun," kataku kepadanya.

"Bagaimana kalau kita tidak menonton apa pun malam ini," dia berkata dengan lembut, matanya menatapku.

Aku menjilat bibirku dan menepis tangan yang tadinya bertumpu di pahaku.

"Tidak bisa, ibuku bilang aku harus pulang malam ini, ingat?" kataku padanya.

"Kau pulang jam berapa?" tanyanya sambil mencium leherku.

Aku gemetar, lalu berdeham. "Dalam waktu sepuluh menit. Ibuku menelepon tadi," kataku padanya untuk menjauh darinya agar dia tidak terpancing untuk melanjutkan. Dia mengerang dan berbaring di tempat tidur, menatapku dengan tatapan panas yang sama.

Aku hanya bisa tertawa. "Lagi pula, kau harus bekerja."

"Jangan ingatkan aku."

"Ngomong-ngomong, rapat pack besok tentang apa," aku bertanya, mengubah topik pembicaraan.

"Kau akan mengetahuinya besok."

"Apa gunanya menjadi mate alpha jika aku tidak bisa mendengarkan informasinya lebih dulu," kataku, lalu menyeringai saat dia menoel pipiku dengan jari-jari kakinya.

"Jangan datang terlambat besok." Dia menyeringai dan kali ini aku menghindari kakinya yang mencoba meraba dan melompat dari tempat tidur.

"Aku akan pergi sebelum ibuku menelepon," kataku, berjalan ke tempat dia berbaring dan mencium bibirnya. Dia mengangkat kepalanya mencoba memperdalam ciuman tapi aku melepaskan diri sambil tersenyum. Dia sangat menggemaskan saat seperti ini.

"Ingin aku mengantarmu?" dia bertanya padaku ketika aku sampai di pintu.

Aku memutar bola mataku, "tidak perlu." Dan kemudian aku keluar, menyusuri lorong dan di lapangan, berjalan ke rumahku.

Bersambung

Alpha In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang