Cooking With Love

568 83 7
                                    

Happy Reading💜

.

Dia berdiri dengan punggung menghadap ke dinding di sisi jauh ruangan, sekali lagi mengenakan setelan hitam lengkap dengan tangan terkubur di saku celananya. Astaga, tapi dia sangat tampan, jenis ketampanan penuh dosa seperti yang kalian baca di novel roman. Memang benar, aku menyukai Taehyung tapi bukan berarti aku tidak memiliki mata.

Berbicara tentang mata, matanya terarah padaku, menatapku seolah tatapannya bisa menembusku. Aku menelan ludah tapi tidak bisa membuang muka, pria itu tampak sangat familiar, namanya ada di ujung lidahku, tapi aku tidak bisa menempatkan siapa dia atau namanya.

Di sampingku, Taehyung menggeram pelan, "Brengsek, tidak bisakah dia mengarahkan pandangannya pada pacar orang lain?”

Mataku melebar.

Dia cemburu! Taehyung cemburu!

Aku tidak bisa memberi tahumu betapa bahagianya aku saat menyadarinya. Taehyungku tidak ingin pria lain memandangiku! Dan dia memanggilku pacarnya!

Aku ingin melompat kegirangan, tapi tentu saja aku harus mengingat punggungku.

"Siapa pria tampan itu?" Aku mendengar Eunha bertanya. Aku melihat ke arahnya, menyadari dia juga melihat pria misterius itu.

Jaehyun menghela napas kesal dan aku merasakan Taehyung sedikit lebih tegang di sampingku.

"Dan Jungkook, lihat cara dia menatapmu! Dia seperti akan menelanjangimu!" serunya.

"Oke, kita pergi," Taehyung menggeram, bangkit dari meja dan berdiri di samping agar aku bisa keluar. Eunha mengedipkan mata padaku dan aku menahan senyum. Saat kami berjalan melewati konter check-in, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menatap pria itu, aku mengenalnya dari suatu tempat, aku yakin akan hal itu, tapi aku pasti akan mengingat seseorang seperti itu.

Aku merasakan Taehyung meraih tanganku saat kami melewatinya dan aku bersandar padanya, menikmati sentuhannya. Kami berpegangan tangan seperti pasangan sungguhan. Malam terbaik kedua dalam hidupku. Yang pertama adalah saat kami melakukan hubungan seks untuk pertama kalinya.

Saat kami sampai di tempat parkir, Taehyung tampak sedikit rileks.

"Duduk di depan denganku," katanya saat kami mendekati mobil dan aku mengangguk.

***

Tidak butuh waktu lama bagi Eunha untuk tertidur, kepalanya bersandar di bahu Jaehyun dan sesaat kemudian Jaehyun ikut tertidur. Mereka pasti sangat lelah, kami sudah beraktifitas sepanjang hari, pertama ke kota, di mana kami berjalan-jalan, tertawa dan berbincang. Eunha membeli beberapa pakaian dan Taehyung pergi ke toko dan keluar dengan tas kecil tapi aku tidak tahu apa yang dia beli dan aku tidak bertanya.

Kemudian kami pergi ke bioskop untuk menonton film horor, yang sebenarnya tidak terlalu menakutkan, tapi Eunha terus berpegangan erat pada Jaehyun seolah hantu itu akan melompat keluar dari layar dan memakannya hidup-hidup. Setelah itu kami pergi ke kedai es krim, jadi secara keseluruhan ini adalah hari yang cukup produktif sehingga aku bisa mengerti mengapa mereka tertidur begitu cepat.

Aku masih terjaga, Taehyung memanggilku pacarnya dan dia cemburu, aku benar-benar bahagia sekarang.

Aku memperhatikan saat dia mengulurkan tangan untuk menyalakan radio dan aku bersandar ke kursi, membiarkan musik yang menenangkan mengalir dalam perjalanan pulang kami yang panjang.

***

Saat kami kembali ke rumahnya, waktu menunjukkan pukul 3 pagi dan aku sangat lelah. Aku hanya ingin melompat di antara kasur sutra lembut Taehyung dan tidur selama yang aku bisa. Aku sudah menanggalkan pakaianku, dan berdiri hanya dengan celana boxerku, begitulah biasanya aku saat akan tidur di rumah Taehyung.

Saat ini, kami sedang berdiri di tengah kamarnya sementara ia mengoleskan salep pada lukaku, ritual malam kami. Saat ia selesai dan aku akan berbaring di tempat tidur, ia menghentikanku, mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Ia kemudian membalikkan tubuhku sehingga punggungku sekali lagi menghadap padanya dan aku merasakan ia menyelipkan sesuatu di leherku lalu melangkah mundur.

Saat aku merasakan beban berat di leherku, aku menatapnya, mataku terbelalak, lalu aku pergi ke cermin dan tersentak saat melihatnya. Itu benar-benar indah dan detail serta kualitasnya membuatnya cukup jelas bahwa harganya mahal. Aku mengulurkan tangan untuk menyentuh liontin itu; itu adalah toples bening mini, dengan penutup gabus yang diikat dengan tali goni yang dipilin.

Di dalam toples ada hati berlian kecil, hanya hati, bukan bentuk hati yang biasa kalian lihat di film, itu berbentuk hati manusia sungguhan. Detailnya sangat indah. Aku hanya berdiri di sana menatapnya dengan kagum. Tidak ada yang pernah memberiku sesuatu seperti ini sebelumnya.

"Liontin itu bermakna … kau memiliki hatiku," ia berbisik. Tatapanku bertemu dengannya di cermin untuk sesaat sebelum aku berbalik dan memeluknya erat-erat, air mata membasahi pipiku.

Diaa mengatakan dia mencintaiku.

***

Keesokan paginya kami berdiri di dapurnya, dikelilingi mangkuk-mangkuk adonan, piring-piring kotor, kulit telur, dan tepung. Ada banyak tepung berserakan. Kami memanggang kue, setidaknya kami mencoba membuat kue. Tadi pagi saat kami berbaring menonton TV, kami melihat iklan kue muncul dan aku dengan santai mengatakan bahwa akan keren jika kami memanggang kue suatu hari nanti dan ia menyarankan agar kami melakukannya. Jadi sekarang di sinilah kami, memasak kue dari buku resep dengan kondisi dapur yang berantakan.

"Di sini, dikatakan campur sampai lembut dan harus dilakukan dengan hati-hati," kata Taehyung padaku, mencoba mengambil mangkuk itu dari tanganku. Aku melangkah ke sampingnya dan memutar bola mataku.

"Tidak masalah bagaimana caramu mencampurnya, selama itu menjadi lembut." Aku menggelengkan kepalaku.

"Dalam buku itu—" dia baru saja akan berbicara dan aku segera memotongnya.

"Persetan dengan buku itu, aku sudah melihat ibuku melakukan ini jutaan kali, aku tahu apa yang aku lakukan," kataku, berpaling darinya dan melanjutkan mengaduk kue.

"Terus? Kau sama tidak mengertinya denganku, jadi kita ikuti saja buku resep sebelum kau merusak kuenya."

"Dan kurasa sebaiknya kau duduk diam di sana sementara aku melakukan pekerjaanku," kataku kesal.

Ia menggelengkan kepalanya lalu beralih ke adonannya sendiri, tugasnya adalah memanggang brownies. Aku berjalan ke tempat ia berdiri untuk memeriksa pekerjaannya.

"Apakah adonan ini seharusnya berair?" aku bertanya dengan bingung.

"Uhm ... aku tidak tahu," jawabnya sambil mengaduk adonan dengan sendoknya.

"Aku melakukan semua yang dikatakan buku resep itu, jadi aku hanya akan memasukkannya ke dalam oven." Ia mengambil talenan dan membuka pintu oven.

"Kupikir kau sudah memanaskannya, ternyata tidak menyala!" katanya dengan frustrasi, aku mengangkat alis.

"Tidak, seharusnya kau yang memanaskannya sementara aku memecahkan telur, ingat?"

Sambil menggelengkan kepalanya, ia menyalakan oven, mengatur apinya dan memasukkan talenan ke dalamnya.

"Yah, tidak ada bedanya jika ovennya dipanaskan atau tidak 'kan?" ia bertanya padaku.

Aku mengedikkan bahu. "Aku juga tidak tahu," kataku, dan kembali ke adonanku sendiri yang akhirnya menjadi lembut.

***

Pada akhirnya kami menghanguskannya sampai garing jadi kami membuang semuanya dan pergi ke toko kue terdekat untuk membeli sekotak donat, lalu kami duduk di karpetnya di depan TV sambil mengunyah makanan manis.

"Ini baru namanya film," katanya di antara suapan.

Aku tertawa. "Ya, bagimu jika tidak ada darah dan perkelahian, film itu tidak bisa disebut film," kataku dengan sinis.

"Tepat," jawabnya, matanya terpaku pada layar.

Aku hanya bersandar padanya sambil meraba kalungku. Aku masih tidak bisa melupakan 'pengakuannya'. Dia tidak mengucapkan tiga kata ajaib tapi aku tahu persis apa yang dia maksud. Alpha jatuh cinta padaku?

Aku harap ini bukan mimpi.

Bersambung ....

Teringat momen pas Tae minta Kookie untuk masak buat dia😶🙂

Alpha In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang