LIMA PULUH TUJUH

6.2K 398 8
                                    

SKAVA: VOTE DULU!

****

Sena terbangun dari rebahkan. Ia berusaha menegakkan tubuhnya tanpa menggerakkan kaki sebelahnya, Lalu ia mengambil air putih yang berada diatas nakas untuk meminumnya karna tenggorokan nya terasa kering. Ia menaruh lagi gelas berisi air itu saat dirasa sudah cukup.

Membuka selimut yang menutupi area kakinya Sena melihat masih bengkak sebentar lagi ia harus mengganti peraban kakinya dengan yang baru.

Ia memikirkan Skava yang pastinya lelaki itu akan marah jika ia mengetahui hal ini. Pertama ia tidak memberi tahukan soal ini kepala lelaki itu. Jujur, Sena hanya tidak mau Skava khawatir saat sedang berada di sekolah. Ia ingin Skava fokus belajar disekolah tanpa mengkhawatirkan dirinya.

Terdiam cukup lama Sena memilih bangkit meraih benda yang membantunya berjalan kearah lemari kecil yang berada di kamarnya. Berjalan dengan alat bantu kemudian ia sedikit membungkukkan tubuhnya untuk membuka lemari kecil itu.

"Shh...masih aja sakit ..," lirihnya.

Tanpa Sena sadari seorang lelaki memasuki kamarnya mencari keberadaan nya yang tidak ada dikasur.

Skava lelaki itu baru saja memasuki kamar ini dengan raut wajah kekecewaan. Ia melihat Sena yang sedang membuka lemari kecil lalu Menghampirinya.

"Lagi ngapain lo!?" dengan suara menusuk Skava berdiri dibelakang Sena.

Deg

Jantung Sena berdetak cukup kencang saat mengetahui siapa pemilik suara tersebut, siapa lagi jika bukan suaminya.

Sena menoleh kearah belakang tepat Skava berdiri seraya menatap kearahnya sinis.

Penglihatan Skava tertuju pada kaki Sena yang terbalut perban. Lalu ia berjongkok

"Kaki lo kenapa?" Tanyanya namun sepertinya meledek.

"A-aku---" Sial sepertinya Sena tidak tahu harus memulai dari mana.

Skava memejamkan matanya sesaat ia tak dapat jawaban dari Sena nampak perempuan dihadapannya ini Justru malah gugup.

Sret

Dengan gerakan kasar Skava meraih perbanan yang berada di genggaman Sena. Lelaki itu langsung membawa Sena dengan membopong Sena kearah ranjang dan mendudukkannya.

Tanpa membuka pembicaraan lagi Skava langsung membuka perban Sena secara perlahan. Dirinya tidak bisa berkata-kata lagi saat melihat kaki Sena yang terlihat bengkak.

Skava menghembuskan nafasnya kasar lalu menatap Sena tajam. "Gue tunggu penjelasan dari lo." Desisnya.

Sena mengangguk lalu memperhatikan Skava yang membersihkan kakinya dengan kapas. Skava memberi salap pada bagian kaki Sena yang lecet.

Lalu Skava mengambil perban yang baru ia melilitkan dengan empat lapis putaran setelah beberapa cara ia lakukan lalu ia menempelkan plester.

"Akh sakit kak ...," cicit Sena Pelan saat Skava tidak sengaja menekannya.

"Sorry.."

Dengan rasa kecewa yang masih ada Skava berdiri menatap Sena dengan raut wajah yang datar.

"Kenapa lo nggak ngasih tau gue soal kejadian ini? Apa gue gak lo anggap lagi didalam hidup lo, sampai-sampai gue gak tau bahkan nggak ada yang kasih tau gue soal ini!?" Tanya Skava menatap kearah Sena.

Sena menunduk. "Aku bisa jelasin semuanya sama kamu, tapi kamu jangan natap aku kaya gitu kak...,"

Skava memgangguk lalu mengubah ekspresi nya, walaupun ekspresi ia terlihat biasa saja namun terlihat tajam. Membuat Sena sedikit takut.

SKAVA {ON GOING}Where stories live. Discover now