Bagian 33. Stay Sane

170 20 18
                                    



*

Badanku terhuyung seketika orang ini menjatuhkan badanku ke tanah. Dengan mata yang masih tertutup dan tangan yang masih diborgol, aku merasakan ada beberapa orang di sekitarku. Bahkan aku tidak memiliki petunjuk di mana tepatnya aku berdiri sekarang. Dari tempatku berdiri, aku bisa mencium aroma besi berkarat dan beberapa kali aku juga mencium aroma kayu dan cat. Borgol di tanganku mulai dilepaskan dan aku segera membuka kain yang menutupi kedua mataku. Di hadapanku sudah berdiri di sana seorang pria berperawakan tinggi dengan badan tegap sementara di belakangku sudah ada dua orang lainnya yang berperawakan sama. 

Tatapanku mengedar ke seluruh ruangan yang nampaknya tempat ini tidak asing bagiku. Entah apakah aku pernah mendatangi tempat ini secara langsung atau pernah melihatnya di televisi. Lalu, tanpa basa-basi, tiba-tiba saja badanku diseret memasuki sebuah pintu besar. Ketika mereka memasukkanku ke dalam ruangan ini, pria tadi kembali menutup pintu dan jadilah hanya aku seorang di sini. Aku masih mematung sambil menyaksikan ruangan yang kini aku lihat. Ruangan ini hanya sebatas lorong yang membawaku menuju pintu kecil yang ada di ujung sana. Lorong yang aku lewati terdapat meja dan kursi yang sudah berserakan kemana-mana. Aku membawa diriku berjalan melalui lorong ini dan menuju pintu kecil itu. Dari tempatku berdiri aku mendengar sayup-sayup orang berbicara di balik pintu. Aku membuka pintu tersebut dan terkejut mendapati ada seseorang di baliknya. Dia si individualis yang kukenal.

"Lama sekali kamu ini!" ucapnya padaku. Perempuan ini menarik lengaku memasuki ruangan yang lain. Tanpa berkata apa-apa, badanku ikut terseret. Dia membawaku masuk ke ruangan lain yang ada di samping kanan dari pintu yang tadi aku masuki. Mataku melebar seketika mendapati apa yang kulihat. Dua orang asing berjalan ke arah kami dan melewati kami. Tapi, bukan hanya dua orang itu. Aku melihat tiga, lima, belasan bahkan puluhan orang ada di dalam ruangan ini. Ruangan ini sangat besar dan dipenuhi kasur lipat dan beberapa kasur tipis yang tata letaknya pun acak terbagi menjadi sisi kiri dan kanan. Ruangan ini juga diberi sekat di beberapa bagian. Aku melihat beberapa orang dewasa ada yang sedang tiduran di kasur lipat mereka dan ada pula anak kecil dan remaja yang sedang bercengkerama.

Kuakui aku belum pernah menemukan tempat ini sebelumnya.

Sudah terhitung tujuh bulan sejak invasi, baru kali ini aku menemukan tempat di mana orang-orang penyintas berkumpul. Aku bingung bagaimana aku harus bereaksi. Senang karena akhirnya aku melihat penyintas-penyintas lain dan takut karena hal ini seperti tidak biasa bagiku; yaitu melihat orang-orang baru lagi. Walau tampaknya suasana di sini lebih terasa aman daripada di luar sana, aku masih belum begitu yakin. Masih terdapat keraguan dalam diriku yang aku juga tidak tahu bagaimana cara mengungkapkannya.

Perempuan ini membawaku ke salah satu kasur lipat yang tampaknya masih kosong. Letaknya tepat berada paling ujung ruangan dan bersebelahan dengan salah satu rak buku. Iya, ruangan besar ini juga dipenuhi oleh rak buku yang memanjang dari pintu masuk hingga ke ujung di mana kasur lipat yang kosong tadi berada. Kulihat beberapa buku sudah tidak ada di tempatnya. Beberapa rak kosong begitu saja dan dipenuhi oleh debu-debu.

Rose Reading Room

Aku pernah melihat ruangan ini di televisi.Ruang baca yang sangat terkenal dengan kemegahan arsitekturnya dan menyimpan banyak pengetahuan dan sejarah. Rak buku terbentang di dua sisi dan menempel pada dinding. Seingatku, dulu ruangan ini diisi oleh meja-meja panjang dan lampu-lampu kecil yang berukiran indah. Melihat ke atas, terdapat lukisan dan ukiran pada langit-langit ruangan. Lampu-lampu besar yang menggantung juga sekarang padam begitu saja. Penerangan di dalam ruangan ini hanya bergantung pada lampu darurat kecil yang diletakkan di beberapa sudut sehingga ruangan ini tampak temaram. Jendela besar di sisi kiri dan kanan ditutupi oleh kain, kertas koran dan beberapa mungkin lembaran-lembaran kertas dari buku. Ya, sekarang aku tahu di mana aku berada. Aku ada di dalam perpustakaan publik yang dulu sangat terkenal di New York, dan mereka menyebut tempat ini dengan Camp.

State Of TetraxonsWhere stories live. Discover now