Bagian 10. Jet

802 74 1
                                    

State Of Tetraxons
Bagian 10. Jet

Suggestion: Jika ingin feelnya semakin berasa, baca cerita ini sambil memainkan lagu Delta Spirit yang berjudul 'Yamaha'. Enjoy!
______

"Apa yang bisa kulakukan agar kau tidak keras kepala seperti ini, Jean?" Ucapnya dengan menatapku nanar.

"Apa yang harus kau lakukan? Pergi dari sini agar aku tak berada dalam bahaya lagi," jawabku. Cengkeramannya melemah saat aku menatap matanya dengan tatapan menantang yang bisa kuberikan. Mata birunya seakan menatapku tak percaya. Aku sudah bisa mengatakannya. Hal yang terus membayangiku dan menyuruhku untuk mengatakannya. Walau tak sepenuhnya benar, aku melepasnya pergi. Selama ini aku berpikir bahwa dialah yang selalu membuatku dalam bahaya. Namun, keadaan berbalik dan kenyataannya bahwa akulah yang selama ini membuat keadaan kami dalam bahaya.

Aku melepasnya. Agar dia tak lagi dalam bahaya bersamaku. Agar dia bisa pergi dan menjalankan misinya. Entah misi apa yang dia jalankan. Aku hanya ingin dia pergi agar tak ada yang terluka. Aku menundukkan kepalaku setelah tahu apa yang dipikirkan olehnya. Dia menjauh dariku.

"Tapi, kenapa?" Tanyanya lagi sambil mengerutkan kening. Aku menatapnya sebentar lalu menunduk lagi. Tak bisa kuberanikan diriku untuk kembali menatapnya. Karena ini semua salahku sendiri.

"Aku hanya tak ingin ada yang terluka. Entah itu kau atau aku. Hanya karena sikapku begini, kau bisa saja kehilangan telingamu atau wajah tampan prajuritmu itu," jawabku dengan tubuh yang masih berdiri tegap di belakang pintu yang tertutup.

"Dan dengan hormat, aku menyuruhmu pergi dan melanjutkan kehidupanmu di luar sana. Mungkin masih banyak orang yang selamat sepertiku di luar sana. Yang juga lebih membutuhkan obat serta makanan bahkan perlindungan...".

"Ya, aku tahu. Tapi..."

"Tapi, aku harus menyuruhmu pergi, Blake. Kurasa kita sudah cukup saling kenal.," potongku sambil berjalan menuju meja yang disana terdapat busur dan peralatanku. Aku mengambil busur, kantung anak panahku serta ranselku lalu menyampirkannya ke punggungku. Kemudian, aku mengambil keputusanku sendiri. Aku akan pergi dari ruangan ini.

Aku berjalan menuju pintu dan memegang gagang pintunya. Sebelumnya, aku menoleh ke arah Blake yang melihatku dengan tatapan yang tidak bisa kutebak.

"Terima kasih, Blake!" Ucapku singkat lalu membuka pintu itu. Aku berjalan keluar dan pintu menutup di belakangku. Dan aku melanjutkan misiku sendiri.

Aku berjalan di lorong yang masih terang akan cahaya matahari yang menyengat ke kulit. Cahayanya masuk melalui jendela serta ventilasi yang berkarat dan agak rapuh. Aku berjalan menuju tangga darurat seperti yang kulakukan saat di hotek tempo hari. Aku menuju tangga darurat yang ada. Setelah sampai di lantai kedua, aku tidak melanjutkan ke lantai pertama karena aku tahu bahaya yang akan menimpaku disana mengingat pintu utama dirusak oleh Blake tadi.

Jadi, aku memilih sebuah pintu keluar dari tangga darurat tadi dan menemukan diriku di samping gedung dengan balkon berupa rangkaian besi berkarat yang tersusun rapi. Melihat pemandangan yang sudah cukup familiar untukku dari balkon ini.

Kemudian, aku melihat sebuah tangga yang akan membawaku ke jalanan. Aku menuruni tangga dengan hati-hati. Seakan pengalaman ini sudah kulakukan berulang kali; berlindung di sebuah gedung lalu berakhir di balkon besi untuk turun ke jalan.

Kedua kakiku sudah menginjak jalanan beraspal. Aku sudah ada di jalanan yang sepi dan sunyi juga lembap. Jalanan beraspal tak sepenuhnya kering. Ada sedikit kubangan air keruh dan aku harus menjauhi kubangan itu. Tak memungkinkan jika aku terkena kubangan air itu, kedua kakiku akan selamat.

State Of TetraxonsWhere stories live. Discover now