Bagian 2. Survivor

1.5K 125 2
                                    

State Of Tetraxons

Bagian 2. Survivor.

"Columbus!" Tebakku sendiri.

Columbus ialah salah satu kota terdekat dari New York. Tapi, aku tidak bisa ke sana dengan berjalan kaki. Walaupun dekat dengan New York, tapi, tetap saja, jaraknya bermil-mil jauhnya. Jika mengendarai mobil adalah satu-satunya jalan, kuharap itu akan berhasil.

Belum selesai aku berpikir, gerak-gerik manusia Tetrax kembali hadir di depanku. Walau jarak mereka jauh, tapi aku bisa melihat kehadiran mereka. Dari jalannya yang gontai pelan layaknya 'walker', aku bisa mengetahui mereka semakin mendekat. Aku keluar dari mobil itu dengan membawa busur dan dua ranselku serta sekantung anak panahku yang persediaannya mulai sedikit. Manusia-manusia itu berjalan di antara mobil-mobil yang berkarat dan terparkir sembarang di jalanan kota. Dua orang Tetrax, hingga tiga orang Tetrax berjalan pelan ke arahku. Mata mereka yang melotot, seakan menatapku dan hendak menerkamku. Jarak mereka semakin mendekat dan itu artinya busur dan anak panah kubidik ke arah mereka satu persatu. Perempuan Tetrax yang sekarang berjalan di depan manusia-manusia lain, menjadi sasaran pertamaku. Aku tak berhenti mengatakan bahwa aku meminta maaf karena sudah berapa banyak aku membunuh manusia-manusia ini. Gigi-gigi taring kecil mereka mulai mereka perlihatkan, pertanda aku harus berhati-hati dalam melangkah. Aku menembakkan anak panahku satu persatu dengan langkah mundur pelan.

Dan saat beberapa langkah mundur, aku baru sadar bahwa masih ada manusia Tetrax yang kelaparan berada tepat di belakangku dengan jarak yang lumayan. Anak panahku sudah semakin sedikit dan aku langsung sigap mengeluarkan dua buah pistol lain dari ranselku yang berisi amunisi. Busur sudah kukaitkan ke punggungku dan kali ini nyawaku berada di kedua pistol ini. Untuk menghemat, aku hanya menggunakan satu pistol sedangkan pistol lainnya, kusimpan ke dalam kantung pistol di celanaku.

Dari depan, dari belakang, aku menembak sesuai sasaran. Sambil menjauh dari tempatku berdiri. Tak beberapa lama, aku mendengar suara gemuruh dari udara, berada tepat di atasku. Kurasakan tanah di bawah kakiku bergetar, namun manusia-manusia itu tak lepas dari tembakanku. Suara gemuruh itu pun semakin dekat. Saat aku berbalik ke belakang, sebuah mesin terbang yang bentuknya tak beraturan, sedang terbang menuju ke arahku dengan cepat.

"Hunter!"

Kakiku segera membawaku lari walaupun di depan ada manusia Tetrax yang mengincar. Aku menunduk sambil berlari saat terdengar sebuah misil yang diluncurkan ke arahku. Misil itu meleset dan membakar sebuah mobil yang berada di sampingku. Beberapa misil, sudah dilepaskan oleh mesin itu, namun untunglah tak ada yang mengenaiku. Aku berlari semakin jauh dari kota, dan menuju alun-alun. Di alun-alun, suasana kota sama. Tak ada kehidupan sama sekali. Aku berhenti sejenak saat suara mesin itu tak terdengar lagi di belakangku. Aku mengatur nafasku sambil melihat berapa sisa peluru yang ada di pistolku. Sisa dua peluru yang ada di pistol dan pistol lainnya berpeluru penuh. Sedangkan anak panahku, semakin sedikit dan aku tak mungkin kembali ke hutan lalu mencari pohon jati. Hutan sudah tak aman lagi sekarang. Jika hanya ada kemungkinan buruk, hutanlah yang kujadikan tempat pertama dalam daftar tempat kemungkinan terburuk.

Di alun-alun kota, aku bersandar pada sebuah mobil yang usang. Hanya untuk beristirahat dan mengisi tenaga yang terkuras. Hari semakin terik saat keringat semakin mengalir di tubuhku yang lembab. Di tengah-tengah rehat, aku mendengar suara berisik yang pastinya bukan suara langkah kaki Tetrax maupun suara mobil yang berkarat. Melainkan suara berisik yang ditimbulkan oleh sebuah radio. Namun, suara itu tidak berada di dalam mobil. Tapi, berada di bawah kakiku. Tepatnya di bawah mobil yang kujadikan sandaran punggung. Aku mengikuti suara radio itu dan mendapati sebuah walkie talkie hitam berada di samping ban mobil depan bagian kiri. Aku mengambil walkie talkie itu dan berusaha mencari sinyal radio yang aktif. Hasilnya tak sebanding dengan radio yang ada di mobil tadi. Aku menekan tombol yang ada di samping walkie itu dan mulai berbicara,

State Of TetraxonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang