Bagian 11. Sacrifice

810 61 0
                                    

State of Tetraxons
Bagian 11. Sacrifice

   Aku mengamati ke seluruh supermarket ini. Ini sudah hampir tengah malam dan aku tertidur hingga seseorang mengawasiku. Aku hanya bisa bersyukur karena telah diawasi oleh perempuan ini.

Jet.

Manusia yang bertahan hidup lainnya yang menemukanku setelah Blake. Kulihat dari wajahnya, perempuan ini cukup feminim tapi dia berusaha untuk terlihat kuat. Sama seperti yang kulakukan pada biasanya. Perempuan ini lebih ceria daripada aku yang selalu meragukan orang lain. Jet layaknya kebalikan dari sifatku. Dia selalu nyaman pada posisi duduknya dan aku tidak. Aku bahkan tak tahu bagaimana caranya untuk membuatku nyaman di depan perempuan ini.

Aku memutuskan untuk tidak tidur kembali. Jet mengajakku untuk mencarikannya sesuatu untuk dibawa. Seperti ransel, dan makanan. Amunisi? Dia bilang dia hanya bisa menggunakan senjata tajam seperti pisau, samurai, pedang atau apapun yang berhubungan dengan pisau dan mudah dibawa. Aku berjalan ke bagian alat-alat dapur sementara Jet berjalan di antara rak-rak menyediakan makanan. Kulihat dari tempatku berdiri melalui rak-rak di depanku, Jet sedang memasukkan makanan seperti roti isi dan lainnya ke dalam ransel yang didapatnya di bagian alat-alat kesehatan. Untunglah masih ada sisa satu tas yang ada di supermarket ini.

Aku mengamati alat-alat dapur yang ada di depanku. Pisau mentega, pisau daging, bahkan pisau yang biasanya dipegang oleh ibuku. Pisau itu bukan untuk memasak. Melainkan untuk pertahanan diri. Pisau itu dilengkapi gerigi tajam di sisi lainnya. Cukup menarik. Cocok sekali untuk Jet. Pisau itu juga mudah dibawa kemana-mana dengan tempat pisaunya sendiri terdapat alat jepit agar bisa digantungkan di ikat pinggang.

"Jet!" Panggilku. Namun, dia sedang asyik memainkan bola kaca yang di dalamnya terdapat glitter dengan dua buah miniatur perempuan sehingga dia tidak mendengarku.

"Hey, Callie!" Panggilku lagi. Dan dia berpaling menatapku.

"Panggil aku Jet, Foxter!" Jawabnya sebal. Aku hanya tertawa kecil lalu melambaikan pisau yang tadi kuambil. Pisau yang kupilihkan untuknya bertahan hidup.

"Aku dapat pisau yang kau inginkan," ucapku. Jet pun tersenyum padaku.

"Okay! Thanks, Jean!" Ucapnya sambil mengacungkan jempol kanannya padaku.

Aku pun kembali dengan aktifitasku. Lalu, di dekat pisau-pisau dapur tadi, aku melihat ada tumpukan mata pisau yang tidak memiliki gagang. Biasanya mata pisau digunakan dengan cara dilempar ke target. Tak biasanya aku menemukan seperti ini di supermarket. Tapi, untuk Jet, aku akan menyimpan benda-benda penting ini ke dalam kantung yang ada.

Selagi aku memasukkan mata pisau tadi ke dalam kantung, sebuah cahaya biru terang melintas cepat di sampingku. Tepat di luar jendela yang tak jauh dariku berdiri. Aku berhenti memasukkan mata pisau tadi. Kemudian, cahaya biru terang tadi kembali terlihat dan aku mundur perlahan sambil mendesis berbisik agar Jet bisa mendengarku.

Kudengar langkah kaki Jet mendekat dan hembusan nafasnya sangat dekat dengan bahuku. Dia sekarang berdiri di belakangku.

"Apa itu?" Bisiknya padaku. Aku menggeleng tak tahu sambil melangkah mundur.

Cahaya biru tadi kembali menyinari jendela tadi dan cahayanya tidak meredup. Cahaya biru itu kini menyinari jendela. Aku melepaskan busurku dari punggung dan mengambil satu anak panah aluminium dari kantung anak panahku. Aku siap untuk membidikkan ke cahaya biru tadi. Lalu, terdengar suara mesin yang kukenali. Suaranya semakin mendekat ke jendela kaca yang tak tertutupi oleh tirai atau papan kayu. Ubin di bawahku sedikit bergetar dan rak-rak di dekatku juga bergerak hendak terjatuh dari tempatnya berdiri.

"Suara apa itu?" Tanya Jet di belakangku yang kedengarannya semakin gemetar. Sama sepertinya, tangan dan kakiku seakan gemetar dan mati rasa. Busurku serasa tidak lagi di genggaman. Aku bisa merasakan bahwa Jet sudah menjauh dariku. Suara mesin itu masih terdengar dari segala arah. Kini supermarket ini sangat terang karena cahaya biru terang itu. Lalu cahaya sorot itu menerangi satu jendela kemudian bergerak mengelilingi ruangan. Cahaya itu bergerak dari jendela yang ada di depanku kemudian bergerak lagi perlahan menuju pintu kaca yang ada di belakangku dan tepat di belakang Jet. Aku berpaling perlahan. Melihat Jet berdiri tepat di belakang pintu kaca bening kelabu tebal yang membatasinya dengan cahaya.

State Of TetraxonsOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz