Bagian 7. An Arrow and A Bow

946 87 0
                                    

State Of Tetraxons
Bagian 7. An Arrow and A Bow

   Aku berharap dia bukanlah angin. Yang hanya berkunjung kemudian pergi tanpa bekas. Hanya ada semilir kemudian berlalu tanpa jejak. Dimana dia? Kemana dia pergi?

"Blake! Blake!!" Teriakku sambil memandang ke sekitarku. Ranting-ranting tadi tak ada bekas dibakar maupun terbakar. Hanya teronggok di atas rumput kering berwarna jingga. Aku menatap ke arah danau. Tak ada bekas dia bercebur ke dalam danau. Sial! Laki-laki itu membuatku khawatir sekarang. Bukan, melainkan panik. Aku harus pergi mencarinya.

  Hidup atau mati.

Aku berlari kembali masuk ke dalam taman yang memiliki pepohonan rindang dengan daun-daunnya yang hampir berubah warna menjadi jingga layaknya mendekati musim gugur. Enam bulan dan aku sudah lupa musim-musim yang sudah berlalu.

Saat aku berlari, tiba-tiba saja tanah yang aku injak, ambruk di bawahku. Badanku dengan mudah masuk ke dalam lubang. Namun, kedua tanganku menahan berat badanku dan kini aku menggantung di dalam lubang yang jauhnya tinggal dua meter lagi. Walaupun begitu, aku tak ingin jatuh ke dalam lubang ini. Aku berpegangan erat dengan tanah yang ada di kepalaku. Sambil mengayunkan badanku, aku berusaha naik. Tapi, karena lengan kiriku yang sudah terlanjur sakit, kini aku berpegangan dengan satu tangan kananku.

"Tolong!" Teriakku dengan suara serak.

"Tolong! Kumohon tolong aku!" Teriakku yang kuharap bisa didengar oleh manusia Tetrax yang lewat. Aku sudah kehilangan akalku.

Tangan kananku tak bisa menahan beban seberat empat puluh enam kilogram yang menggantung hanya dengan satu tangan.

Aku akan jatuh.

Aku menengadahkan kepalaku ke atas. Menatap dedaunan dari pepohonan yang ada. Tanganku tak bisa lagi menahan berat badanku.

"Tolong aku! Kumohon!" Teriakku lagi.

Aku hampir jatuh sampai sebuah tangan yang menggapaiku. Aku berusaha melihat siapa penolongku. Atau apa penolongku.

"Berikan tanganmu yang satunya!" Pinta lelaki yang menolongku. Membuatku tersentak saat kutahu siapa yang menolongku.

Blake.

Aku mengulurkan tangan kiriku yang terasa sakit dan menggapai tangannya yang lain. Dia menarik badanku dan aku berusaha mendorong badanku menggunakan kedua kakiku agar sampai di tanah. Saat badanku hampir naik ke tanah, Blake mengalungkan satu lengannya ke pinggangku hingga seluruh badanku sudah sampai di tanah dan berakhir dengan aku yang menindih badannya serta ransel hitamnya. Aku merasa sangat canggung saat Blake yang di bawahku menatapku bingung.

"Kau dari mana saja?" Tanyanya dengan mengerutkan kening. Aku membuka mulut ingin menjawab. Tapi tak ada kata-kata yang keluar. Aku hanya terfokus dengan iris matanya yang biru bening seakan menatapku lembut. Dan pikiranku terhenti saat dia mencengkeram lengan kiriku. Membuatku meringis kesakitan sambil berusaha bangun dan duduk di sampingnya.

"Oh, maafkan aku!" Ucapnya yang juga duduk kemudian berdiri. Tanpa basa-basi, dia pergi dari tempatnya berdiri. Kurasa laki-laki ini sudah membuatku kesal. Dia dengan seenaknya pergi dan membuatku panik. Membuatku hampir terjatuh ke dalam lubang yang dalam. Membantuku naik kemudian pergi lagi begitu saja. Lelaki ini sungguh aneh. Apakah begitu sikap seorang prajurit? Maksudku mantan prajurit.

Aku mendengus kesal sambil berdiri. Perasaanku yang awalnya lega karena Blake masih disini, malah berubah menjadi kesal karena sikapnya yang membingungkan. Aku hanya memegangi lengan kiriku yang kembali sakit dengan berjalan mengiringi langkah kakinya dari belakang. Untunglah busur, anak panahku dan ransel masih dengan senang hati menggantung di punggungku. Kemudian, Blake berhenti di depanku. Membuat aku hampir menabraknya dari belakang. Blake menunduk dan mengambil ranting-ranting pohon yang ada di atas tanah.

State Of TetraxonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang