Bagian 4. Don't Trust Anyone

1.1K 95 2
                                    

State of Tetraxons.

Bagian 4. Don't Trust Anyone

"Blake. Blake Denver." Jawab orang itu dengan bergetar sambil mengangkat kedua tangannya di udara.

"Kau dari tim mana?" Tanyaku hanya untuk berjaga-jaga. Bidikan busurku tak lepas dari kepalanya.

"A...aku... aku tidak..." jawabnya terbata-bata.

"Apakah kau Tetrax? Atau bagian dari 'mereka'?" Tanyaku lagi.

"Bukan.." jawabnya sambil sesekali menunduk. Mungkin takut akan busurku yang membidik ke kepalanya.

"Apa misimu?"

"Ha...hancurkan Tetraxons beserta... pemimpinnya! Tak peduli hanya ada... satu peluru di senjata kami.. dan tak peduli hidup.. atau mati!" Jawabnya semakin terbata-bata. Sejenak aku bingung dengan tingkah pemuda berambut kemerahan ini. Apa dia tidak bisa berbicara dengan lancar atau bagaimana, aku tak tahu. Tapi, kali ini aku ingin lebih berhati-hati jika ada 'orang' yang muncul di tengah-tengah ketenanganku.

Aku pun melihat pemuda ini secara mendetail. Pemuda ini memakai pakaian berupa jaket atau jas yang sudah lusuh, dia juga memakai kaos hitam di dalamnya. Celana panjang berwarna coklatnya terdapat banyak sekali saku berkancing. Di keningnya, terdapat goresan kecil dengan darah yang mengering dibiarkan begitu saja. Matanya yang beririskan biru bening dan ada sedikit guratan merah dekat bola matanya, sedang menatapku juga secara keseluruhan. Bibirnya juga kering dan pecah-pecah.

Dari melihat tubuhnya yang lumayan tegap, tak sengaja aku melirik sebuah ransel yang melekat di punggungnya.

"Apa itu?" Tanyaku sambil menunjuk ke arah sebuah ransel lusuh berwarna hitam di punggungnya dengan menggerakkan daguku. Ransel itu tidak mungkin ranselku yang tertinggal di dekat hotel. Karena ranselku berwarna kelabu dan agak lusuh.

Laki-laki itu mengikuti arah pandanganku ke ranselnya.

"Ini ranselku. Kenapa?" Jawabnya dengan suaranya yang berat.

"Apa yang ada di dalamnya?" Tanyaku sekali lagi.

"Hanya ada sebotol air mineral, buah-buahan." Jawabnya dengan wajahnya yang terlihat biasa saja. Aku pun menurunkan busurku dan menatapnya heran.

"Apa kau manusia?" Tanyaku dengan hati-hati. Jarak kami masih berjauhan.

"Tentu saja," jawabnya dengan santai. Namun, ada sebersit rasa khawatir di dalam dirinya karena sesekali ia menundukkan kepalanya.

"Apa kau dari New York?" Tanyaku.

"Tidak, aku dari Denver." Jawabnya. Membuatku menaikkan salah satu alisku.

"Benarkah? Well, perkenalkan namaku Jean York. Aku dari New York. So, welcome to New York!" Jawabku dengan nada agak meremehkan jawaban pemuda ini. Pemuda yang bernama Blake ini hanya menghela napas dan menoleh ke arah danau.

"Apa air ini aman?" Tanyanya padaku.

"Yap, sangat aman. Dedaunan itu hanya mengapung dan tidak akan mempengaruhi air di danau ini. It's totally safe." Jawabku. Langkah demi langkah aku mendekati Blake yang kini duduk sambil mengambil sebotol air danau sama seperti yang aku lakukan. Kemudian, laki-laki itu meminumnya dengan tergesa-gesa.

"Kelihatannya kau sangat kehausan." Ucapku yang melihatnya sambil meminum habis botol air mineral itu. Kemudian ia mengambil lagi air di danau untuk mengisi ulang.

"Ya.. sudah lama aku tidak merasakan dinginnya air untuk diminum," jawabnya sambil menutup botol air mineralnya dan dimasukkannya ke dalam ransel.

"Benarkah? Memangnya sudah sejak kapan kau berusaha bertahan hidup?" Tanyaku sambil ikut duduk di sampingnya namun dengan jarak yang agak jauh.

State Of TetraxonsWhere stories live. Discover now