Bagian 18. This Is Not The End

582 76 4
                                    

State Of Tetraxons

Bagian 18. This Is Not The End.

"Mereka..." ucapku.

"Tim Evakuasi, aku tahu." potong Blake sambil menatap ke arah helikopter yang kini bentuknya tak lagi sama. Hangus dan tak ada sama sekali yang dapat diselamatkan.

"Ini pasti Hunter yang melakukannya," ucap Blake lagi.

Aku menghela napas pasrah. Putus asa bercampur pilu. Tak ada lagi harapan yang bisa kami harapkan mengingat sebuah fasilitas negara yang satu-satunya dapat menyelamatkan kami, malah dihancurkan musuh sebenarnya. Aku ingin menangis. Tapi tak ada satu tetes air mata yang keluar. Aku ingin marah. Tapi tak ada gunanya jika aku marah di antara pesawat-pesawat musuh.

"Bagaimana ini?" Hanya satu kata itu yang terucap dari mulutku. Blake bahkan tak bergeming. Dia seakan berpikir. Walau sebenarnya dari raut wajahnya, terlihat dia sangat frustasi akan apa yang dilihatnya. Akan apa yang akan kami alami detik berikutnya.

Spontan, Blake langsung berlari ke arah kobaran api yang membuatku terkejut dan khawatir.

"Blake!" Teriakku. Tapi Blake sudah berada di antara kobaran api yang panas dan sesekali dia merintih akibat tersulut api. Aku tahu apa yang akan dilakukannya. Kulihat tangan Blake berusaha meraih sebuah radio komunikasi helikopter dan suatu alat yang menyerupai headphone yang menggantung di langit-langit helikopter yang belum sempat terbakar. Setelah mendapatkannya, dia menekan tombol radio komukasi yang ada di samping alat itu dan mulai berbicara atau lebih jelasnya dia mulai berteriak.

"Halo! Halo! Disini Blake dari New York! Meminta evakuasi segera! Secepatnya! Kami terkepung di atas atap gedung! Halo! Halo! Ada yang bisa mendengarku?! Siapa saja?!" Teriak Blake yang sangat jelas kudengar.

Sementara itu, aku mendengar suara yang tak asing lagi sedang mendekat. Walau suaranya terdengar lumayan jauh, namun aku tetap dirundung rasa khawatir.

Wuzz! Sebuah pesawat mesin milik Hunter sempat melintas di atas kami. Sangat dekat. Kemudian, pesawat itu menjauh. Tapi aku melihatnya memutari sebuah gedung dari sisi timur kami dan yang kutahu pesawat itu kembali ke arah kami. Aku segera berlari ke arah Blake yang masih berteriak disana dan dengan sigap menarik tubuh Blake hingga dia menjauhi kobaran api yang sangat panas itu.

Apakah dia tidak sadar kalau dia sudah mulai terbakar?

"Apa apaan kau ini?!" Protesnya.

"Aku berusaha menyelamatkan..."

Wuzz! Pesawat mesin tadi melintas lagi di atas kepala kami dan menjauh hingga aku dan Blake tak dapat melihat lagi kemana pesawat itu pergi. Apa yang mereka inginkan?

"Mereka berusaha mengintimidasi," ucap Blake sambil mengawasi sekitar kami. Gelap. Tak ada apa-apa.

Hingga detik berikutnya kami mendengar suara pesawat lagi tapi tak kutemukan satu pesawat mesin yang mendekat. Kami terjebak. Tak ada satu ide yang terlintas di pikiranku dan Blake agar terhindar dari serangan Hunter yang kini semakin mendekat ke arah kami. Mungkin karena angin New York yang sangat dingin membuat saraf sensorik kami membeku dan tak bisa menghantarkan impuls ke otak agar cepat merespon.

Suara pesawat Hunter kembali terdengar di belakang kami. Kami berbalik dan benar saja. Sebuah pesawat Hunter dengan cahaya birunya memerangkap kami. Pengaitnya siap mengangkat kami pulang ke sarang mereka.

Blake hanya dapat menggenggam erat tanganku yang ada di dekat tangannya. Aku juga menggenggam tangannya erat seraya memandang nanar ke arah pesawat Hunter. Seakan sudah tak ada lagi harapan untuk kami lari. Sekali berlari pun pesawat mesin itu akan cepat menarik kami.

State Of TetraxonsWhere stories live. Discover now