Bagian 16. Escape

783 69 6
                                    

State Of Tetraxons

Bagian 16. Escape

"Blake, tunggu!"

Pada saat itulah, Blake berhenti sambil tangan kanannya mengarahkan api kecil tadi ke depannya.

"Disini ada tangga yang akan membawa kita ke lantai bawah," ujarnya.

"Benarkah?" Tanyaku. Dan saat itulah, aku berjalan ke arahnya. Aku melihat anak tangga demi anak tangga yang memang akan membawa kami ke lantai bawah selanjutnya. Dengan kondisi ubinnya yang licin karena terdapat air yang menetes sedikit demi sedikit dari langit-langit ruangan ini. Blake menatapku setelah dia juga melihat ke arah tangga yang ada di bawah kami. Aku pun membalas tatapannya.

Seakan tahu apa yang ada di pikirannya, aku mengangkat kedua alisku sambil berkata,

"apapun yang terjadi, asalkan kita tetap bersama,".

Pernyataan yang keluar dari mulutku, murni berawal dari empatiku yang tertahan. Kulihat Blake hanya tersenyum miring di tempatnya berdiri. Seakan dia menanggapi bahwa pernyataanku lucu.

"Terserah kau saja, Foxter," hanya itu yang kudengar darinya sebelum dia menuruni tangga terlebih dahulu dengan hati-hati. Aku berkerut kening entah alasan apa sementara kakiku mengikutinya menuruni anak tangga.

Ledakan demi ledakan, terdengar dari luar. Sesekali menggoyahkan kedua langkahku untuk berpijak pada anak tangga yang licin ini. Sementara itu, Blake semakin menjauh dengan langkahnya yang lebar menuruni tangga. Hanya diterangi dengan api kecil yang semakin menjauh, retina mataku hanya menangkap sedikit cahaya sehingga sesekali sepatu bootku hampir terpeleset dari anak tangga.

"Blake, tunggu aku!" Ucapku yang seketika menggema akibat gelombang suaranya yang terpantul dinding beton berlapiskan keramik yang gelap akibat kurangnya cahaya.

Setelah turun beberapa anak tangga, aku melihat bayangan Blake yang sedang berdiri di depan pintu besi dengan memegang pemantikku di tangan kirinya. Kumelihat, dia sedang kesusahan membuka pintu besi itu karena gagang pintu dan engselnya yang sudah berkarat. Mungkin hujan asam tempo hari yang membuat kondisi pintu besi ini menjadi berkarat. Aku semakin khawatir sementara ledakan terakhir terdengar sangat jelas berada di atas kami. Itu berarti kami semakin di dalam bahaya. Sementara, tak ada lagi jalan selain pintu ini.

"Mereka berusaha mendobrak pintu yang ada di atas kita," ucapku seraya menengadah ke arah lantai atas yang gelap tak bercahaya.

Mendengar Blake yang mengerang frustasi hendak mendobrak pintu, aku kembali fokus kepadanya. Aku mengambil pemantik ayahku dengan paksa dari tangannya hingga memudahkannya untuk menarik gagang pintu. Dengan sekuat tenagaku, aku ikut membantunya menarik gagang pintu besi tadi. Sedangkan ledakan yang paling dekat, terdengar di atas kepala kami. Mungkin bukan hanya aku yang merasakan kekhawatiran, tetapi juga lelaki yang sekarang bersikeras untuk menarik gagang pintu yang hampir tak ada pergerakan sama sekali. Terlihat jelas dari gerakan tangannya yang sesekali bergetar karena takut dan khawatir.

Di atas kami, sudah terdengar sesuatu yang berhantaman keras dengan ubin. Tapi, tak kami hiraukan. Aku dan khususnya Blake, hanya terfokus pada pintu besi yang ada di depan kami. Perlahan aku mendengar gesekan di engsel pintu besi ini dan mulai memotivasi diriku agar bisa menarik pintu besi agar terbuka.

"Ayolah!!" Erang Blake frustasi di sampingku. Dia tanpa henti menarik pintu ini walau keadaannya sudah terlihat sangat letih. Aku tetap membantunya. Kemudian, gesekan antara ubin dan pintu besi terdengar beriringan dengan langkah berat yang cepat menuruni tangga. Seketika itu juga, engsel pintu terlepas dari posisinya karena kuatnya lengan Blake yang menarik gagang pintu dengan sekuat tenaga. Dan pintu di depan kami ambruk dan hampir menindih badan kami jika aku dan Blake tidak menghindar. Cahaya yang menyengat, seketika masuk dan menerpa kedua bola mataku tanpa permisi. Hingga mataku sedikit sakit akibatnya. Seperti baru saja melihat cahaya matahari setelah sekian lama terperangkap di dalam markas besar musuh sendiri. Blake segera melangkah keluar dan kususul dia sambil memasukkan kembali pemantik tadi ke dalam saku jaketku.

State Of TetraxonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang