Bagian 19. Slaughter and Ferocities

523 68 4
                                    

State of Tetraxons.
Bagian 19. Slaughter and Ferocities

Bum!

Bum!

Bum!

Telingaku kembali berfungsi setelah sesuatu yang nyaring membangunkanku. Kedua mataku terbuka setengah sadar dan mendapati bubungan asap hitam yang sudah mulai terbawa angin. Mayat-mayat yang gosong tergeletak di bawahnya. Tak berbentuk lagi.

Bum!

Suara dentuman itu terdengar lagi disusul dengan suara sebuah sak semen terjatuh. Aku tersadar sepenuhnya akan suara apa itu. Hingga membuatku langsung bangun dan terduduk di tempatku.

Kondisi kota New York di pagi ini masih sama. Sepi. Namun, suara dentuman tadi adalah pengecualiannya. Aku segera menoleh ke sampingku dan mendapati Blake yang masih tertidur. Aku membangunkannya dengan menggerak-gerakkan tubuhnya hingga dia menggeram beberapa kali.

"Blake bangun!" Ucapku seraya menggoyang-goyangkan lengannya.

"Blake Denver! Cepat bangun!" Ucapku untuk kedua kalinya tapi dia tak mendengarkanku.

"Blake bangun! Kita dalam masalah!" Teriakku di telinganya. Hingga membangunkannya walaupun awalnya dia sempat terkejut dan terduduk di tempatnya.

"Apa? Apa? Masalah apa? Apa yang terjadi?!" Tanyanya beruntun dengan keterkejutannya.

Aku membiarkan dia bernafas selama beberapa detik hingga suara dentuman terdengar lagi.

"Kau dengar? Masalahnya ada disana," jawabku sambil menunjuk ke arah pintu besi yang sempat kami halangi menggunakan tumpukan sak semen. Blake mengikuti arah pandanganku.

"Makhluk-makhluk itu berusaha mendobrak pintu besi. Apa yang harus kita lakukan?" Tanyaku.

Blake berpikir sejenak. Bagiku tak ada gunanya lagi untuk berlari dari masalah ini. Kami bahkan tidak bisa untuk melompati atap gedung lain yang berada sangat jauh dari gedung ini.

Aku hanya dapat melihat Blake berpikir. Terjadi keheningan sebelum suara keras itu terdengar lagi.

"Satu-satunya cara adalah kita harus melawan mereka, Jean. Tak ada lagi sembunyi," ucapnya kemudian seraya menatapku nanar.

Aku berkerut kening yang menyatakan bahwa ini benar-benar idenya yang gila.

"Melawan? Melawan dengan apa? Kita bahkan tidak mempunyai satu pisau bahkan satu peluru," ucapku menanggapinya.

Blake berpikir lagi dan memandang ke sekitar kami. Sementara itu, pintu besi tadi semakin didobrak oleh makhluk-makhluk yang berada di baliknya. Kemudian, dia menatapku.

"Lihat sekitar kita! Kita gunakan alat seadanya. Senjata tumpul dapat menjadi senjata tajam. Kau pasti tahu kiasan itu," jawabnya kemudian.

Tentu aku tahu.

Ayahku pernah mengatakan itu kepadaku beberapa kali saat dia menceritakan tentang gerilyanya saat melawan serdadu musuh. Peralatan yang tumpul bahkan dapat menjadi sesuatu yang tajam bagi musuh jika digunakan dengan tepat.

Blake sangat bertekad untuk melawan. Dapat kulihat dari kedua bola matanya. Namun bagiku,mengayunkan pisau saja sekarang tak lagi dalam ingatan. Bahkan aku juga tak ingat bagaimana cara aku memanah dengan tepat. Namun, bukan berarti aku tidak ingin melawan seperti strategi Blake. Aku ingin lebih dari sekedar melawan. seolah-olah misi yang dulu terpendam kini muncul kembali dalam benakku.

"Jadi, bagaimana?" Tanya Blake.

"Ayo kita kumpulkan barang-barang yang dapat memenggal kepala mereka!" Ucapku.

State Of TetraxonsWhere stories live. Discover now