Bagian 5. He Is

1K 96 1
                                    

State Of Tetraxons
Bagian 5. He Is

Sesuatu membuat lengan kiriku kesakitan. Sebuah pisau mengiris-iris lengan kiriku yang sudah terbuka lebar sedari tadi. Aku merintih tertahan. Kupegangi terus menerus lengan kiriku agar sakitnya berkurang. Tetapi, malah sebaliknya. Aku semakin merintih kesakitan dan mataku terbuka lebar. Membangunkanku dari kesakitan luar biasa yang sekarang memang menyerang lengan kiriku yang terluka parah. Membuat pipiku basah karena air mataku sendiri yang sempat mengalir. Aku terbangun dan duduk dengan telapak tangan kananku menutupi lengan kiriku yang sedari tadi semakin perih.

Aku sudah membayangkan hal yang tidak-tidak seperti luka ini akan mengalami infeksi. Karena memang luka ini sengaja belum kujahit dan kubiarkan tertutup oleh sapu tanganku dengan ikatannya yang kuat. Aku merasakan luka di lenganku ini semakin perih. Aku meringis tertahan. Sambil menggeretakkan gigiku, aku membuka jaket ayahku dengan pelan. Cahaya rembulan semakin redup membuat penglihatanku agak buram. Setelah meletakkan jaket milik ayahku, aku melihat sapu tanganku yang sudah agak berubah warna. Aku berniat membuka sapu tangan itu, saat suatu suara menyadarkanku,

"Lenganmu terluka?" Tanya Blake mengagetkanku. Membuatku berpaling ke arahnya dan mengerutkan kening.

"Kukira kau sudah tidur," jawabku. Lalu, mengalihkan perhatianku pada lenganku kembali. Perlahan, aku membuka ikatan sapu tangan yang melingkar di lenganku dengan pelan. Aku meringis beberapa kali saat kain dari sapu tangan ini menggeser kulit yang terbuka di lenganku.

"Aku bisa membantumu." Ucap Blake yang hampir membuatku terlonjak kaget dan tanpa sengaja membuat lenganku bergetar dan menggeser kasar sapu tangan di atas luka yang menganga itu. Barulah aku meringis sangat kesakitan lalu menoleh ke arah lelaki yang terikat di pohon itu dan menatapnya dengan kesal.

"Seriously, dude?! Kau hampir membuat luka ini semakin melebar, kau tahu?! Are you lost your mind?! Just shut up, okay?!" Bentakku dengan sangat geram. Aku berusaha untuk fokus dan kembali membuka lilitan sapu tangan itu.

Saat kain sudah terbuka, aku melihat guratan pembuluh-pembuluh darahku yang sudah mulai membiru di sekitar luka mengangaku. Sedangkan darah segar, terus keluar dari luka goresan yang luar biasa sakitnya ini. Aku merapatkan gigi-gigiku saat aku alirkan kembali tetes demi tetes air ke lukaku. Sakitnya lebih parah daripada saat pertama aku mendapatkan luka ini.

Benang dan jarum.

Pikiranku terlintas dua benda itu. Dua benda yang memungkinkan agar lukaku segera menutup. Tapi, saat kupikir-pikir kembali, dimana aku akan mendapatkan dua benda itu sedangkan hari sudah sangat malam?.

"Jarum dan benang. Ya, kau membutuhkan itu untuk menutupi lukamu. Ya Tuhan, sepertinya lukamu itu semakin parah," ucap Blake lagi seakan ia bisa membaca pikiranku. Membuatku menoleh heran padanya.

"Aku bisa membantumu menutupi lukamu itu.," ucapnya lagi yang kali ini dengan ekspresinya yang meyakinkan. Aku ragu dengan apa yang ia katakan. Mengingat apa yang dia lakukan padaku dan hampir membuatku meregang nyawa. Tak akan kubiarkan kejadian iu terulang lagi.

"Tidak perlu! Beberapa menit yang lalu, kau hampir membunuhku. Apa ikatan itu tidak cukup?" Ancamku. Kemudian, semilir angin yang dingin serasa membekukan luka di lengan kiriku. Membuatku mendadak meringis.

"Sudah kubilang kau membutuhkan jarum dan benang. Tapi, kau masih saja tidak mendengarkan!" Ucapnya yang kini agak berteriak.

"Kau pikir mudah untuk menemukan jarum yang steril dan benang jahit di malam hari seperti ini? Kau gila. Laki-laki yang sudah gila!" Jawabku sambil menggelengkan kepalaku.

"Tentu saja mudah! Kau tinggal merogoh salah satu saku di ranselku dan mengambil satu jarum dan gulungan benang dari sana. Mudah, kan?" Katanya dengan nada seenaknya. Tiba-tiba aku menoleh ke arah ransel hitam miliknya yang sedari tadi tak kusentuh.

State Of TetraxonsWhere stories live. Discover now