Keping Lima belas

4.5K 600 25
                                    

Ares memasuki kamar yang ia tempati dengan Raka untuk mencari keberadaan temannya itu. Ares sengaja meninggalkan acara makan malam yang dilanjutkan dengan pembagian doorprize, karena khawatir memikirkan keadaan Liora yang tengah berhadapan dengan Raka ketika cowok itu sedang dalam keadaan emosional. Ares bahkan tidak peduli dianggap terlalu mencampuri urusan mereka, yang penting dia bisa memastikan semuanya baik-baik saja.

Suasana kamar masih sama seperti yang terakhir kali ia tinggalkan. Namun, Ares tidak menemukan keberadaan Liora di sana. Hanya ada Raka yang terlihat sedang duduk di balkon sambil merokok.

"Lio mana, Ka? Tadi dia ke sini, kan?"

Raka tidak menjawab. Dia mengisap rokoknya dalam-dalam sambil menatap kosong pemandangan pantai yang terlihat dari balkon kamarnya.

Ares duduk di depan Raka sambil terus memperhatikan wajah Raka ketika cowok itu mendongakkan kepala. Tidak ada satu pun tameng yang mampu menutupi kesedihan yang tampak dari wajah Raka. Ekspresinya yang remuk redam, menjadi bukti betapa kacau hatinya saat ini.

Ketika Raka menaikan tangan kanan untuk memijat pelipisnya yang terasa berdenyut-denyut, Ares melihat ada darah yang mulai mengering di punggung tangannya.

"Tangan lo kenapa?" tanya Ares, dan Raka masih tetap bergeming. "Lo nonjok apaan sih, Ka? Lihat tuh tangan lo sampai memar-memar gitu."

Merasa terganggu dengan Ares yang terlalu berisik, Raka berdecak. "Lo bisa diem nggak?"

"Gue tanya tangan lo kenapa? Terus Lio mana?"

"Mana gue tahu itu cewek ke mana. Bukan urusan gue. Lo tanya aja bapaknya!"

Ares menghela napas. Firasatnya mengatakan telah terjadi sesuatu yang tidak beres.

Laki-laki itu meninggalkan Raka sebentar untuk menghubungi resepsionis dan minta dikirimkan first aid kit, lalu kembali menghampiri Raka setelah seorang room attendant mengantarkan barang yang ia pinta.

Raka berdecak saat Ares meraih tangannya. "Lo ngapain sih, Res, pegang-pegang tangan gue segala?" seru Raka sambil menarik kembali tangannya dari genggaman Ares.

"Nggak usah kepedean, Sapi! Gue masih doyan betina. Gue mau bantu obatin tangan lo. Emang lo mau tangan lo infeksi?"

"Nggak usah. Gue bisa sendiri."

"Gue baru tahu kalau lagi marah kelakuan lo kayak bocah alay!"

Karena terlalu lelah berdebat, akhirnya Raka membiarkan Ares melakukan apa pun yang cowok itu mau. Lagipula Raka baru menyadari rasa perih di tangannya hingga membuat jari-jarinya kaku dan sulit digerakkan.

"Lo abis nonjok apaan, sih, sampai tangan lo bonyok gini?"

"Tembok kamar mandi."

Mendengar jawaban Raka, napas Ares langsung menghela. Pria itu menggeleng-gelengkan kepala.

Sambil tetap membantu membersihkan luka di tangan Raka, Ares kembali bertanya, "Tadi Lio ke sini?"

Raka hanya mengangguk.

"Dia udah kasih penjelasan kenapa dia sampai bohong?"

"Apa lagi yang mau dijelasin kalau semuanya udah jelas?" balas Raka tak acuh.

"Siapa tahu dia punya alasan kenapa sampai harus bohong."

Raka mendengkus. "Mungkin dia memang punya alasan buat bohong, tapi dia juga punya alasan buat bicara jujur. Asli. Gue merasa goblok banget, Res. Bisa-bisanya gue ditipu anak kecil. Gue nggak pernah bayangin hidup gue bakal dibikin awut-awutan begini karena satu cewek. Yang lebih gilanya lagi, cewek itu masih delapan belas tahun."

Sebatas Angan SenjaWhere stories live. Discover now