Keping Tiga Puluh Tiga

3.4K 668 114
                                    

Nata membuka pintu rumahnya dan langsung menemukan keberadaan Raka yang terlihat kusut. Pakaiannya berantakan dan entah kapan terakhir kali Raka bercukur karena terlihat cambang dan kumis tipis mulai menghiasi wajahnya.

Raka membatalkan niatnya yang semula akan langsung menyusul Liora ke rumah sakit setelah Nata meneleponnya dan memintanya untuk menghadap ayah mertuanya itu di rumah.

"Masuk, ka," ujar Nata, membuka pintu lebih lebar sebagai undangan untuk Raka.

Tanpa banyak bicara, Raka memasuki rumah itu dan menempatkan dirinya di salah satu sofa ruang tamu dengan posisi saling berhadapan dengan Nata.

"Kapan kamu tiba di Bandung?"

"Saya baru aja sampai, Pah. Dari airport saya langsung ke sini. Gimana keadaan Lio sekarang?"

"Sudah membaik. Semalam Lio langsung keluar dari rumah sakit setelah selesai tindakan karena dokter bilang Lio hanya butuh rawat jalan aja, nggak perlu sampai menginap di rumah sakit."

"Syukurlah."

Baru sebentar Raka menghela napas lega, dirinya kembali dibuat tegang saat Nata bertanya, "Kamu tahu tujuan saya meminta kamu menemui saya lebih dulu sebelum kamu menemui Liora?"

Raka langsung mengangguk. "Saya tahu," jawabnya.

"Saya sudah mendengar masalah kalian dari mamanya Lio. Sekarang saya ingin mendengar langsung penjelasan dari kamu. Ada apa sebenarnya ini, Raka? Kenapa saya merasa anak saya menjadi sangat tertutup setelah menikah dengan kamu?"

Laki-laki itu menundukkan kepala, tidak berani menatap ayah mertuanya. Sorot kesedihan yang mendalam dari pancaran mata Raka, tidak membuat Nata melemahkan nada bicaranya yang sejak awal sudah bicara dengan tegas.

"Dari awal ibu saya nggak merestui hubungan saya dan Liora," ungkap Raka, masih dengan kepala menunduk. "Ibu salah paham dan menganggap Liora sebagai orang ketiga yang menjadi alasan saya membatalkan rencana pernikahan dengan mantan saya enam tahun lalu."

"Mantan kamu yang sekarang menikah dengan Ares?" sela Nata.

Raka mengangguk. "Memang salah saya karena saat itu saya sudah mencintai Lio di saat saya masih menjalani hubungan dengan mantan saya. Hal yang tidak bisa dipahami keluarga saya, ada ataupun nggak adanya Lio, hubungan saya dengan mantan saya akan tetap berakhir karena saya nggak pernah mencintai mantan saya seperti saya mencintai Liora. Tapi, keluarga saya nggak mau mengerti itu. Mereka tetap menganggap Lio adalah penyebab hancurnya hubungan saya dengan mantan saya.

"Satu hal yang tidak saya sadari, masalah itu menjadi luka yang dipendam Ibu selama enam tahun ini. Ibu nggak mau merestui pernikahan saya dengan Liora. Tapi, karena saya sudah berjanji di depan Papa dan Mama untuk menikahi Lio, akhirnya saya tetap ngotot melangsungkan pernikahan walaupun tanpa restu dari ibu. Dan ternyata hal itu membuat kesehatan ibu semakin menurun. Ibu mengalami hipertensi. Tekanan darahnya tinggi karena memikirkan saya. Di saat-saat kritis itu, Ibu jatuh dari kamar mandi yang akhirnya membuat pembuluh darah di kepalanya pecah.

"Ibu sempat mengalami koma selama tiga hari. Dokter bahkan sudah menyatakan kemungkinan Ibu untuk sembuh sangat rendah. Akhirnya saya memutuskan membawa Ibu berobat ke Singapura."

"Dan selama itu kamu nggak pernah menghubungi Lio sekalipun?"

Lagi-lagi Raka mengangguk dengan kepala yang masih menunduk. "Saya sadar dengan kesalahan saya, Pa. Saya mencintai Lio, tapi saya juga nggak mau kehilangan Ibu karena sekarang Ibu satu-satunya orang tua yang saya punya. Sedangkan untuk memilih keduanya pun jelas nggak mungkin karena Ibu selalu menolak keberadaan Lio. Keputusan apa pun yang saya pilih, saya tahu, saya akan kehilangan salah satu diantaranya."

Sebatas Angan SenjaWhere stories live. Discover now