Keping Tiga Puluh Satu

3.1K 567 97
                                    

"Aku bilang apa. Batalin pernikahan kamu dengan cewek itu sebelum kondisi Ibu semakin memburuk. Sekarang terbuktikan, kan, kalau omongan aku benar? Cewek itu emang bawa sial. Dari dulu dia bisanya cuma menghancurkan hidup kamu aja."

Raka mengeram kesal mendengar seruan Raya. Dia ingin membalas semua ucapan Raya, tapi tertahan karena posisi mereka saat ini masih berada di rumah sakit.

Sambil menahan dongkol, Raka mendongakkan kepala dan menatap perempuan yang berstatus kakaknya itu. "Kamu pilih, mau aku atau kamu yang pergi dari sini?" ujarnya dengan tatapan penuh peringatan.

Raya berniat membuka mulut dan kembali mengoceh, tapi batal karena Raka sudah lebih dulu berdiri dari tempatnya. "Kalau kamu memang mau di sini, biar aku aja yang balik ke apartement. Sebentar lagi aku ada meeting."

"Eh, tunggu," serobot Raya sebelum Raka meninggalkan tempat itu. "Kamu aja yang nungguin Ibu. Aku mau beres-beres di apartement."

Tanpa bicara apa pun lagi, Raya bergegas meninggalkan rumah sakit menuju apartement yang mereka tinggali dan membuat Raka bisa bernapas lega.

Hampir satu bulan Raka membawa ibunya menjalani pengobatan di Singapura. Namun, hingga detik ini keadaan Ibu tak kunjung membaik. Kedua matanya terbuka dan Ibu berada dalam keadaan sadar, tapi belum bisa memberikan respons apa pun setiap kali orang-orang mengajaknya bicara.

Selama itu pula Raka bertahan di samping ibunya untuk terus memantau kondisi sang ibu. Rasa bersalah menghinggapinya dengan begitu hebat. Belum lagi Raya yang terus merongrongnya dan menumpahkan semua kesalahan kepada Raka atas kondisi yang menimpa ibu mereka, sehingga membuat pikiran Raka terdoktrin bahwa memang dirinya yang mengakibatkan semua kekacauan itu.

Raka kembali memfokuskan pikirannya ke layar laptop yang berada di pangkuannya. Sebentar lagi dia harus melakukan technical meeting secara online di ruang tunggu rumah sakit untuk memonitor pekerjaan para bawahannya.

Untung saja sekarang dunia sudah modern, sehingga semua pekerjaan bisa diselesaikan secara mobile tanpa dirinya harus datang ke kantor.

"Kita sudah dapat kesepakatan desain dan harga, tapi, mereka meminta retensi 20% selama enam bulan buat garansi, Pak," ujar salah satu anak buah Raka ketika mereka sedang membahas salah satu proyek yang mereka kerjakan.

Raka mendengarkan melalui earphone yang terpasang di telinga dan menjawab, "Kita nggak bisa kasih retensi lebih dari 10% selama tiga bulan. Kalau mereka nggak mau, kita bisa mengajukan pembatalan kontrak. Firma lain pun nggak ada yang berani kasih retensi sebesar itu."

"Berarti plan papper-nya nggak usah dibuat dulu, Pak?"

"Tahan dulu aja. Tunggu sampai mereka sepakat dengan klausul yang kita ajukan."

"Baik, Pak."

"Mana Adi?"

Anak muda yang disebutkan namanya oleh Raka langsung menyahut. "Saya, Pak."

"Jangan lupa monitoring realisasi biaya proyek PT. Gumilang ya, Di. Saya tunggu laporannya segera."

"Siap, Pak."

"Paling lambat email-nya harus sudah saya terima besok pagi."

Lagi-lagi pemuda bernama Adi itu menjawab, "Baik, Pak."

Sebatas Angan SenjaWhere stories live. Discover now