Keping Dua Puluh Empat

4.1K 677 57
                                    

Kaget banget looohhh. Buka wattpad buat ngecek vote dan ternyata jumlah votenya udah lewat dari target. Sesuai janji, aku langsung update lagi.

Happy reading ^^

~~~~

"Lio, tunggu."

Liora mengernyit mendengar suara Raka yang menyusulnya. Namun, ia menolak menghiraukan panggilan itu dan tetap berlalu meninggalkan Raka yang masih berusaha mengejarnya.

Sebelum Liora sempat memanggil taksi yang mangkal di depan rumah sakit, Raka sudah lebih dulu mencengkeram tangannya dan sedikit memaksanya untuk mengikuti laki-laki itu.

"Mas Raka lepas!" desis Liora dengan suara tertahan. Dia tidak ingin membuat keributan yang akhirnya malah menarik perhatian orang-orang di sekitar mereka.

"Aku antar kamu pulang," putus Raka, tidak bisa dibantah.

Sambil mendengus sebal, Liora mengikuti saja ke mana Raka membawanya. Percuma berdebat di tempat umum seperti itu, yang akhirnya malah mempermalukan diri sendiri.

Liora sengaja menghindari tatapan Raka setelah mereka memasuki mobil. Dia hanya terdiam sambil memandangi pemandangan dari jendela mobil sepanjang perjalanan pulang. Dia tidak menangis, pun tidak bicara apa-apa. Benaknya masih sibuk mencerna pertengkaran Raka dengan kakaknya yang tidak sengaja ia dengar.

Telinganya terasa berdengung. Kepalanya pusing. Bingung. Ia takut dan tersiksa. Marah. Berulang kali Liora menutup mata dan mengepalkan tangan. Menolak desakan untuk meluapkan kemarahannya dengan cara memaki cowok di sebelahnya ini. Dia tahu, amarah tidak akan menyelesaikan apa pun.

"Lio."

Liora pura-pura tidak mendengar. Dia masih membuang muka dan menolak menatap Raka.

"Say something, please."

"Ngomong apa?" sahutnya.

"Apa aja. Kamu mau marah atau mau maki-maki aku pun silakan. Asal kamu ngomong, jangan diam aja."

Liora menghela napas dan menggelengkan kepala. Rasa sakit melilit dalam dadanya. "Aku nggak tahu harus ngomong apa."

"Aku tahu, kamu pasti dengar omongan Raya tadi. Raya memang keterlaluan. Dia nggak seharusnya mengambil kesimpulan hanya dari cerita sepihak yang dia dengar."

Liora kembali membuang muka. Dia menatap sekumpulan anak-anak jalanan yang sedang mengamen di lampu merah. "Tapi omongan Kak Raya benar," gumamnya. "Aku emang perempuan nggak tahu malu yang udah merebut kamu dari tunangan kamu."

"Itu nggak benar. Saat itu kamu masih tujuh belas tahun. Kamu masih terlalu impulsif dan naif untuk menyadari kesalahan yang kamu lakukan. Lagipula, saat itu aku sendiri yang memilih kamu karena aku lebih mencintai kamu daripada Agni."

Liora kembali diam dengan pandangan menerawang. Dia membiarkan saja punggung tangannya diciumi oleh Raka berkali-kali. "Sayang, please... Jangan sampai masalah ini bikin kamu menjauh. Aku nggak bisa kalau harus kehilangan kamu lagi."

Kali ini Liora melirik Raka dan menemukan sorot keresahan karena takut kehilangan. Liora mengakui cintanya untuk Raka terlalu dalam hingga tidak bisa ia abaikan begitu saja. Dia nyaman berada di dekat Raka. Dia ingin menghabiskan banyak waktu berdua dengan Raka. Namun, terlalu banyak masalah yang menghadang jalan mereka sehingga membuatnya jengah. Semua masalah yang mereka hadapi terlalu rumit untuk diurai.

"Nggak tahu kenapa, aku jadi kepikiran Kak Agni." Sekonyong-konyong gadis itu membelokkan pembicaraan hingga membuat Raka bingung.

"Kenapa?" tanya Raka.

Sebatas Angan SenjaWhere stories live. Discover now