Keping Dua Puluh Lima

4.1K 649 47
                                    

Sore hari itu Liora duduk bersandar di kursi malas dengan posisi menghadap keindahan pantai Sanur yang indah. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul enam sore, dan matahari tengah bersiap terbenam.

Liora menutup mata. Menikmati kesunyian yang membuat hati damai. Ketenangan inilah yang ia butuhkan. Jauh dari bayang-bayang Raka yang selalu berhasil membuat pikirannya kacau.

Berulang kali Liora mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa Raka bukan orang yang tepat untuknya. Namun, tidak bisa dipungkiri hatinya bicara lain. Apa yang orang bilang hanya cinta monyet, nyatanya telah mengkristal di dalam hatinya dan terlalu sulit untuk dilupakan.

Liora bahkan rela menukar apa pun untuk bisa hidup kembali dengan pikiran kosong. Karena, siapa yang mengira, masa lalu yang ia miliki dengan Raka, seolah memenjarakan sebagian hatinya dalam kenangan.

Raka adalah definisi sempurna seorang pria menurut versinya. Raka melebihi semua ekspetasi Liora dalam mencari pasangan. Semua yang gadis itu inginkan pada seorang pria, ada pada Raka. Dia tampan, pekerja keras, penyayang, dan mencintai Liora dengan begitu besar.

Akan tetapi, entah kenapa semua hal itu malah membuat Liora takut. Liora takut saat hubungan mereka tidak berhasil dan ia harus kehilangan Raka lagi, hal itu akan menghancurkan dirinya lebih parah dari yang pernah Raka lakukan padanya enam tahun lalu.

"Mau nggak?" tawar Brie sambil mengasongkan satu gelas cocktail berisi campuran sweet varmount dan gin kepada Liora.

Dengan senang hati Liora menerima minuman itu. "Thanks," ujarnya.

Brie duduk di samping Liora, sama-sama menyaksikan matahari yang siap terbenam. "Tadi mama kamu nelepon?" tanya Brie, dijawab anggukan kepala oleh Liora. "Ada apa?"

"Mama bilang tadi siang Mas Raka nyariin aku ke rumah."

"Benarkan apa yang aku bilang. Dia pasti nggak bakalan menyerah gitu aja. Terus, sampai kapan kamu mau menghindari dia kayak gini? "

Dengan pandangan menatap lurus ke depan, Liora menggelengkan kepala. "Aku nggak tahu. Mungkin sampai aku bisa mengendalikan diri dengan baik di hadapan dia. Seperti yang kamu tahu, Brie, selama ini aku selalu lemah kalau ada di dekat dia."

"Itu karena kamu terlalu mencintai dia. Sama seperti dia yang mencintai kamu terlalu besar."

Liora kembali terdiam. Pikirannya menerawang, memandangi burung camar yang hinggap di samping kolam renang di depan mereka. "I don't know. He had something "boom" you know, it was like a boom which burned my mind. I was so crazy about him."

"Yeah. I was once like you are now. I can feel what you feel. Tapi, harusnya nggak ada yang perlu kamu takutkan karena nyatanya dia juga tergila-gila sama kamu."

"Iya, Brie, aku tahu dia mencintai aku juga, tapi tetap aja aku takut. Apalagi setelah aku tahu keluarganya nggak mendukung hubungan kami. It's just like a big hole in my chest. I can't breathe."

Brie mengambil napas banyak-banyak. Jika seperti itu, Brie tidak tahu lagi harus bicara apa. Liora sudah bercerita bagaimana reaksi salah satu kakak perempuan Raka saat Raka memperkenalkan Liora kepada keluarganya. Bahkan Liora menceritakan dengan jelas setiap kata yang diucapkan Raya kepadanya.

Sebatas Angan SenjaWhere stories live. Discover now