Keping Tujuh Belas

3.9K 620 68
                                    

"Jadi, ada hubungan apa antara kamu dengan anak saya?"

Raka membalas tatapan Nata tanpa rasa gentar sedikitpun. Kali ini posisi mereka bukan lagi atasan dan bawahan, melainkan seorang laki-laki yang sedang berhadapan dengan ayah dari gadis yang dicintainya. Dengan yakin Raka menjawab, "Saya mencintai anak Bapak. Nggak ada penyangkalan soal itu."

Saat Nata menelisik kedua mata Raka yang balas menatapnya, Nata merasa dirinya terperangkap dalam kebenaran yang nyata. "Kamu tahu kalau Liora masih delapan belas tahun? Bahkan saat kalian pertama kali berkenalan, dia masih tujuh belas tahun," desaknya.

"Seandainya dari awal saya tahu Liora anak Pak Nata dengan umur yang masih sangat muda, saya nggak akan berani mendekati dia. Saya merasa nggak sepantas itu untuk memaksa Liora mau bersama saya. Tapi, dari pertama kali berkenalan, Liora sengaja menutupi identitasnya."

Mendengar itu, Nata menarik napas panjang sambil menyandarkan tubuh di kursi meja kerjanya. "Sebenarnya saya nggak mau ikut campur urusan kalian. Apalagi sejak dekat dengan kamu, saya melihat banyak perubahan positif dalam diri Liora. Dia jadi lebih mandiri, lebih dewasa dalam berpikir, dan dia jadi lebih berani. Puncaknya waktu kamu bawa dia ngamen di pinggir jalan."

Jantung Raka seolah berhenti berdegub. Ternyata bosnya itu tahu segalanya. "Saya minta maaf karena sudah lancang bawa Liora ngamen di pinggir jalan."

"Kamu tenang aja. Saya nggak mempermasalahkan hal itu. Saya justru ingin berterimakasih karena kamu sudah membawa Liora memandang hidup dari perspektif yang berbeda. Perspektif yang sama sekali asing buat dia.

"Tapi, akhir-akhir ini saya mulai khawatir dengan perubahan sikap Liora. Terutama istri saya, karena tadi pagi Liora baru menyampaikan keinginannya untuk sekolah di luar negeri yang akhirnya bikin mamanya bertanya-tanya alasan di balik keputusan itu."

Raka terpaku. Informasi itu lebih mengejutkan untuknya. "Liora mengatakan kalau dia ingin sekolah di luar negeri?" tanyanya tak percaya.

"Iya. Dan saya sangat mendukung keputusan itu."

Raka mengepalkan tangan. Semakin jauh saja harapannya untuk menggapai gadis itu. Namun, Raka tahu dia tidak punya hak untuk mengusik apa pun rencana Nata untuk masa depan Liora. "Boleh saya tanya satu hal, Pak?" tanya Raka dengan cepat.

Nata mengangguk. "Silakan."

"Dari mana Pak Nata tahu soal hubungan saya dengan Liora?"

Tanpa perlu berpikir, Nata langsung menjawab, "Lio itu anak saya, Raka. Dari sejak ibunya meninggal saat melahirkan dia, saya mengurusnya sendiri. Bisa kamu bayangkan gimana kuatnya bonding saya dengan Liora?"

Pemaparan Nata seolah membuka mata Raka lebar-lebar. Pemuda itu hanya diam karena tahu Nata belum selesai bicara.

"Walaupun sibuk, saya selalu berusaha mengikuti perkembangan anak-anak saya. Sewaktu Liora minta izin saya untuk magang di kantor ini, hari itu juga saya langsung cari tahu, alasan apa yang membuat Liora ngotot ingin ditempatkan di lantai tiga."

Raka semakin mengernyit bingung. Namun, di samping itu segalanya jadi lebih jelas. Teka teki yang selama ini berputar di kepalanya mulai terjawab satu per satu.

"Raka," panggil Nata dengan nada yang lain. Kali ini terdengar lebih bersahabat. "saya tidak ingin mencampuri urusan pekerjaan dengan permasalahan pribadi. Selama ini kamu selalu menyelesaikan pekerjaan kamu dengan hasil yang memuaskan dan selalu tepat waktu. Attitude kamu bagus, dan saya sangat senang kamu mau bekerja di perusahaan saya. Tapi, sebagai seorang ayah, saya nggak bisa membiarkan kamu tetap berhubungan dengan anak saya. Liora terlalu muda untuk menjalani hubungan yang serius. "

Sebatas Angan SenjaWhere stories live. Discover now