Keping Dua Puluh Dua

4.1K 611 29
                                    

"Do you even love him?"

Liora mengernyitkan dahi. Dia tidak menduga Raka akan menanyakan pertanyaan itu. Alih-alih menjawab, gadis itu malah membuang muka dan menghindari tatapan Raka.

"Kenapa diam? Apa pertanyaan itu terlalu sulit untuk kamu jawab?"

"Masalah perasaan aku bukan urusan kamu," elak Liora.

Mendengar itu Raka hanya bisa tertawa. Sambil geleng-gelang kepala dia berkata, "Lio... Lio... Sampai kapan kamu akan denial dengan perasaan kamu sendiri? Oke, aku terima kamu lebih memilih laki-laki itu daripada aku, tapi aku ingin dengar langsung dari mulut kamu kalau kamu mencintai dia dan kamu nggak ada perasaan apa-apa lagi buat aku. Setelah itu aku janji, aku nggak akan mengganggu kamu lagi."

"I'm done with you. Aku nggak akan ikuti permainan bodoh kamu!"

Liora balik badan dan hendak meninggalkan Raka. Namun, sebelum tangan Liora mencapai kenop pintu, Raka sudah lebih dulu menarik sikutnya hingga membuat tubuh gadis itu kembali berputar menghadapnya.

"You wanna play this game, Baby?" ujar Raka dengan senyum pongah tersungging di bibirnya.

"Get off me!"

"No way!" tolak Raka. Tangannya mencengkeram bahu Liora dan menariknya mendekat. Wajah mereka hanya berjarak beberapa senti. Raka bisa merasakan embusan napas Liora yang beraroma mint dari pasta gigi menerpa wajahnya. "Kali ini aku nggak akan pernah melepaskan kamu apa pun yang terjadi. Kecuali kamu bilang kalau kamu nggak mencintai aku lagi dan kamu sudah benar-benar melupakan aku."

Liora mengatupkan mulut rapat-rapat. Ada banyak hal yang menghinggapinya. Cinta buta dan perasaan rindu yang menggebu-gebu membuat pikirannya buntu.

"Kamu bilang lebih memilih laki-laki itu daripada aku, tapi untuk bilang satu kalimat itu aja kamu nggak mampu."

Menyadari Raka sudah berhasil memerangkapnya, Liora mulai kesal. "You fuck! I hate you for sure," teriaknya, setengah mati menahan kesal.

"No. You don't."

"Why you don't go to hell?"

"Take my word, aku sudah ada di sana selama jauh dari kamu." Raka mengapit wajah Liora dengan kedua tangan. Memaksa Liora menatapnya hingga membuat gadis itu seakan terpasung pada kebenaran yang nyata. "I love you. Bloody in love with you," bisiknya dengan penuh kesungguhan. Namun, lagi-lagi Liora tetap keras menolak.

"Kamu nggak tahu gimana hancurnya aku enam tahun lalu. I used to cry all the time. All the time, Mas Raka. In the shower. In the car. In my bed. Every time I was alone, I would cry. Susah payah aku melewati masa-masa itu. Dan setelah aku berhasil stand out, tiba-tiba kamu datang lagi dan menghancurkan semuanya!"

"Apa kamu pikir aku nggak mengalami hal yang sama seperti yang kamu rasakan? Selama enam tahun ini setiap kali ada kesempatan, yang aku inginkan cuma pergi menemui kamu di Cambridge dan bawa kamu pulang, tapi aku nggak mau menghancurkan kepercayaan papa kamu. Kamu layak untuk diperjuangkan dengan cara yang benar."

Liora membuka mulut untuk kembali membalas ucapan Raka, tapi batal karena Raka sudah menelan semua ucapan Liora dengan mulutnya. Membuat tubuh Liora menegang karena serangannya yang tiba-tiba. Namun, Liora hanya terdiam. Gadis itu tidak memiliki keinginan untuk melawan karena ia pun menginginkan hal yang sama.

Dalam kesadaran sepenuhnya, Liora baru menyadari dirinya sangat merindukan ciuman ini. Begitu dalam dan apa adanya. Seluruh kerinduan serta rasa takut kehilangan mereka curahkan satu sama lain. Bahkan Liora rela menyerahkan semua takdirnya di atas kelopak yang Raka tawarkan.

Untuk beberapa detik yang singkat mereka masih saling mencumbu hingga terdengar sebuah isak tangis tertahan dari mulut Liora.

Hal itu membuat kesadaran Raka kembali. Dia melepaskan ciuman itu dan menemukan Liora tengah menunduk sambil menangis.

"Mas Raka, stop... Just stop," bisik Liora sambil tersedu.

Pada detik itu juga Raka mengutuk diri sendiri karena sudah bersikap layaknya bajingan tolol. "Baby, I'm sorry."

Liora menggelengkan kepala. "No. It's not about you. This is about me."

"Did I hurt you?"

"Aku kesal sama kamu, tapi aku juga kesal sama diri aku sendiri karena aku nggak pernah bisa menolak kamu. Aku kesal karena aku selalu lemah di depan kamu."

Raka membingkai wajah Liora dengan kedua tangannya dan menatap gadis itu dengan sayang. Ibunya jarinya menghapus air mata di pipi Liora, lalu turun untuk untuk mengusap lembut bibir Liora yang basah oleh ciuman tadi. "Aku memang brengsek. Maaf, karena aku terlalu impulsif. Aku cuma nggak bisa menahan perasaan aku sendiri. I want you, Liora. I want you to be mine so badly."

"Tapi aku punya pacar."

"Tinggalkan dia. Jangan pikirkan dia lagi," pinta Raka dengan nada protective sambil menangkup dagu Liora dan mulai mencium lehernya seperti sebelumnya. Pria itu berhasil membuat Liora begitu frustasi.

Pada saat Raka masih sibuk mencumbui bibir Liora, suara ketukan pintu menginterupsi kenikmatan mereka.

"Pintu," ucap Liora sambil terengah. "Ada yang ketuk pintu."

Senyum Raka nakal sekaligus senang karena mengetahui Liora sama-sama out of control seperti dirinya. Dia menjauhkan tubuhnya dari Liora hanya untuk membuka sedikit pintu ruang kerja dan menemukan keberadaan asisten rumah tangganya. "Kenapa, Bu Karsih?" tanya Raka.

"Ini, Pak. Hape Bapak dari tadi bunyi terus."

Raka baru ingat kalau dia meninggalkan ponselnya di meja makan. Dia menerima ponsel itu dari tangan Bu Karsih dan menemukan panggilan WhatsApp dari Raya, kakak perempuannya.

"Kenapa, Ya?" sapa Raka setelah menjawab panggilan itu.

"Ke mana aja sih, Ka? Dari tadi diteleponin nggak dijawab terus?" serbu suara perempuan dari ujung telepon.

"Tadi lagi sibuk. Ada apa, Ya? Kayaknya penting banget."

"Bapak anfal. Sekarang lagi aku bawa ke rumah sakit."

Raka langsung menegakkan tubuhnya. "Kok bisa?" serbu Raka. "Terus sekarang gimana keadaannya?"

"Lebih parah dari tahun lalu, Ka. Tadi udah hampir pingsan, untung keburu ambulan datang."

"Kamu sama siapa?"

"Cuma berdua aja sama Ibu. Kamu langsung nyusul ke rumah sakit tempat biasa Bapak kontrol, oke?"

"Oke," jawab Raka sebelum panggilan terputus.

"Kenapa, Mas?" tanya Liora, menyadari terjadi sesuatu yang buruk.

"Bapakku anfal. Aku harus ke rumah sakit sekarang."

"Sorry to hear that. Kamu langsung ke rumah sakit aja. Aku bisa pulang sendiri."

"Kamu mau temani aku ke rumah sakit?"

Liora menatap Raka seolah laki-laki itu sudah setengah gila. "Gimana caranya aku ikut ke rumah sakit dan ketemu keluarga kamu dengan baju kayak gini?"

"Urusan baju gampang. Kita bisa beli di jalan. Please, aku butuh kamu di samping aku sekarang."

Mendapat permohonan seperti itu, siapa yang bisa menolak? Dengan semudah itu Liora mengalah dan menerima ajakan Raka.

~~~~

Sebatas Angan SenjaWhere stories live. Discover now