Keping Dua Puluh Sembilan

3.8K 475 30
                                    

Laki-laki itu berjalan menuju kantornya yang terletak di lantai delapan sebuah apartemen di Jalan Asia Afrika, Bandung. Ia hanya mengenakan kemeja linen dan celana jins, dan begitulah dirinya biasa berkantor sehari-hari. Kecuali, jika ada agenda meeting dengan klien, Raka langsung mengganti penampilannya dengan setelan yang lebih formal.

Kantor Galendra Contractor hanya merupakan sebuah kantor kecil dengan konsep SOHO (Small Office Home Office), yang didesain khusus oleh anak buahnya dari tim desain atas permintaannya sendiri untuk memiliki tempat bekerja yang mengutamakan privasi, fleksibilitas, produktivitas, serta kenyamanan dalam bekerja.

"Pagi, Pak Raka," sekretarisnya menyapa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Pagi, Pak Raka," sekretarisnya menyapa.

"Pagi juga, La. Ada yang nyariin saya selama kemarin saya nggak di kantor?"

"Ada, Pak. Orang dari Bangun Jaya kemarin nelepon, mereka mau membicarakan lagi soal klausul yang kita ajukan buat mereka."

Raka mengangguk. "Oke. Nanti saya coba hubungi mereka. Oh iya, La, tolong kosongkan agenda saya nanti siang. Saya dan tunangan saya ada janji meeting dengan WO untuk acara pernikahan saya nanti."

Gadis bernama Lala itu langsung menjawab, "Baik, Pak."

Setelah itu Raka melanjutkan langkah memasuki ruangannya. Dia duduk di meja kerja dan mulai memeriksa pekerjaan apa saja yang harus ia selesaikan hari itu.

Begitu fokus Raka bekerja, hingga ia tidak sadar waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Raka menghentikan kesibukannya sejenak ketika smartphone-nya berdering, menampilkan nama Raya sebagai identitas penelepon.

"Kenapa, Ya?" sapa Raka saat menjawab panggilan itu.

"Kamu di mana?"

"Di kantor."

"Lagi sibuk nggak?"

"Nggak juga. Ada apa?"

Terdengar helaan napas panjang dari ujung telepon sana. "Ibu nggak mau makan dari kemarin, Ka. Udah aku bujuk dengan berbagai cara, tapi Ibu tetap nggak mau."

Raka langsung melupakan semua pekerjaannya dan memfokuskan pendengarannya pada percakapan dengan Raya. "Kenapa Ibu sampai nggak mau makan?"

"Katanya Ibu kangen Bapak. Semenjak Bapak meninggal, Ibu seperti nggak punya lagi semangat hidup."

Pria itu menelan sesuatu yang mengganjal di tenggorokan dan membuat dadanya sesak. Pasti sulit untuk ibunya menerima kepergian Bapak. Mereka sudah hidup bersama hampir lima puluh tahun. Sudah pasti tidak mudah untuk Ibu menjalani hidup tanpa kehadiran Bapak yang selama ini setia menemaninya.

"Sekarang kondisi Ibu gimana?" Raka bertanya dengan suara tercekat menahan getaran dalam nada bicaranya.

"Kamu lihat sendiri aja, deh. Aku susah buat ngejelasinnya."

Sebatas Angan SenjaWhere stories live. Discover now