(7) Orang-orang Mencurigakan

1.4K 211 10
                                    

Andin baru saja selesai menikmati makan siangnya. Gadis itu sudah berada di Coffeeshop sejak jam 10 pagi menjelang siang. Kini, saatnya ia kembali melanjutkan pekerjaannya bersama beberapa orang barista lainnya yang mendapatkan jadwal yang sama dengannya. Ia sudah mengenakan kembali apron coklat beserta topinya dan mulai menyambut manis setiap costumer yang datang.

"Mbak, dua cappuccino dan satu latte ya." Pesan salah seorang pengunjung yang datang. Dengan sigap Andin mencatat pesanan tersebut, lalu menyerahkannya pada rekan kerjanya yang sedang mengotak-atik komputer kasir.

"Ada lagi, Mas?" Tanya Andin.

"Sudah, itu saja."

"Baik. Silahkan ditunggu pesanannya ya, Mas."

Andin mengambil biji-biji kopi yang tersedia pada sebuah kotak, lalu memasukkan pada coffee grinder alias mesin peracik kopi yang telah tersedia lengkap di meja bar tersebut. Layaknya orang yang sudah sangat terbiasa dengan pekerjaannya, Andin terlihat fasih melakukan tahapan demi tahapan percikan biji kopi tersebut hingga menjadi secangkir minuman khas yang bisa dinikmati.

"Pesanan atas nama Andre!" Andin berseru setelah menyajikan dua cangkir kopi yang telah siap. Tak lama, sang pemilik nama datang dan membawa kopi tersebut.

"Terima kasih, mbak."

"Terima kasih kembali."

Pintu kaca utama kedai kopi itu kembali terbuka dan berbunyi yang menandakan pengunjung kesekian muncul lagi. Andin yang masih sibuk dengan mesin kopi itu mencoba melihat sekilas. Namun pandangan sekilas itu menjadi lebih lama saat ia tahu siapa yang baru saja datang. Seorang pria berpostur tinggi dan gagah yang mengenakan setelan celana panjang dan polo shirt serta jas yang serba hitam.

Ya, dialah Aldebaran. Pria yang sejak masuk ke kedai kopi itu sudah melayangkan pandangannya pada barista cantik itu. Aldebaran tersenyum manis pada Andin sambil berjalan santai menuju salah satu meja yang dilingkari beberapa kursi. Andin secara otomatis merespon dengan senyuman yang sama. Di meja itu Andin melihat Aldebaran yang tampaknya sudah ditunggu oleh tiga orang dengan pakaian formal yang dilengkapi dengan dasinya masing-masing. Hanya penampilan Aldebaran yang terlihat sedikit berbeda disana.

Andin menggelengkan kepalanya begitu menyadari tingkahnya yang mendadak senyum-senyum sendiri. Fokus Andin, fokus! Begitulah kira-kira sugesti yang Andin berikan pada pikirannya. Setelah menyajikan pesanan terakhir yang masuk, Andin meminta izin pada salah seorang rekannya untuk ke toilet sesaat.

Tak lama berselang, Andin pun keluar. Langkahnya tiba-tiba terhenti saat melihat dua orang laki-laki yang sedang bicara di depan toilet pria. Satu laki-laki tersebut adalah rekan kerjanya yang memakai apron yang sama dengannya. Sedangkan yang satu lagi berpakaian rapi dan formal, dan Andin tidak mengenal orang itu. Kening Andin mngernyit saat melihat pria berdasi itu menyerahkan sebuah amplop coklat pada rekan kerjanya sambil sesekali mengamati keadaan di sekeliling mereka.

Tingkah mereka sangat mencurigakan. Namun Andin berusaha tak ingin ikut campur. Mungkin saja mereka memang ada urusan penting berdua. Andin menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir pikiran-pikiran buruk yang menghinggapi kepalanya. Ia memilih untuk segera pergi dari sana dan melanjutkan pekerjaannya.

"Dari mana, Ndra?" Andin yang sedang menuangkan secangkir kopi bertanya pada rekannya yang baru saja kembali dari belakang. Dia adalah laki-laki yang ia lihat sedang bicara dengan seseorang berpakaian formal tadi.

"Oh, ini... Habis dari toilet tadi." Jawab Indra terdengar sedikit gugup. Hal itu membuat Andin semakin menaruh rasa curiga. Tak biasanya temannya yang satu itu bersikap seperti itu.

Forever AfterWhere stories live. Discover now