(22) Apa Kamu Rindu?

1.5K 260 31
                                    

Hari yang berlalu dengan nuansa campur aduk, bahagia, kaget, sedih, lalu kembali bahagia itu tampaknya telah menimbulkan rasa penasaran yang mendalam di alam bawah sadar Aldebaran hingga terbawa ke dalam bunga tidurnya. Dan akhirnya, rasa penasaran itu terjawab sudah. Pria itu menerawang lurus ke depan dengan berbagai pikiran yang bergumul jadi satu.

Pagi itu cuaca mendung dan seperti akan turun hujan. Andin masih bergumul dalam selimutnya, menikmati paginya kali ini untuk bermalas-malasan. Sebab di hari itu Andin sedang tidak ada jadwal kuliah dan shift untuk ke Coffeeshop pun siang hari. Dengan mata yang sedikit terbuka, ia memandangi jam weker di nakas samping tempat tidurnya yang baru menunjukkan pukul tujuh pagi.

//Kriukkk//

Refleks Andin memegangi perutnya yang meronta lapar. Ia baru ingat bahwa tadi malam ia lupa makan karena rumah mereka masih kosong. Sang mama ada meeting dengan para petinggi rumah produksi sedangkan Baskara saat Andin telepon mengabari bahwa ia masih main dengan teman-temannya. Tubuhnya yang merasa telah lelah seharian karena banyak menangis membuatnya lupa segalanya dan segera memilih tidur.

"Makan dulu kali ya." Gumamnya.

Andin bangkit dari tempat tidurnya sambil menguncir rambutnya yang tak begitu panjang. Tak sengaja ia melihat sebuah gelang yang sejak kemarin sudah melingkar di tangannya dan tiba-tiba membuatnya tersenyum. Mengingat pria itu membuat pikirannya terlintas untuk mengecek ponselnya terlebih dahulu. Dan benar saja, disana terdapat beberapa pesan dari Aldebaran.

"Selamat pagi."

"Saya ada pekerjaan ke Bandung hari ini. Kamu tetap jaga kesehatan. Jangan lupa makan dan istirahat. Dan jangan sedih lagi, ya. Saya mau kamu bahagia. See you, soon."

Andin kembali tersenyum simpul saat membaca pesan teks dengan kata-kata yang menurutnya agak kaku itu. Tapi setelah Andin pikir-pikir lagi, di balik kekakuan Aldebaran, pria itu selalu menunjukkan sikap yang manis padanya. Itu menjadi sesuatu yang istimewa dari Aldebaran yang berhasil membuatnya berbunga-bunga.

"Iya, hati-hati, ya, Mas." Balas Andin melalui chat-nya.

Setelah membalas pesan dari sang kekasih, Andin meletakkan ponselnya kembali. Ia melangkah ke kamar mandi untuk sekedar mencuci muka, lalu berjalan untuk keluar kamar. Ia terlonjak kaget begitu membuka pintu kamar ternyata telah ada Baskara yang berdiri disana. Laki-laki yang telah siap dengan seragam putih abu-abu itu menatapnya tajam dan menyelidik.

"Ngapain?" Tanya Andin, heran.

"Harusnya aku yang tanya, kakak kenapa?" Tanya Baskara, dingin.

"Kenapa apanya?"

"Kemarin orang-orang pada nyariin, terus ditelepon malah nggak aktif."

"Ohh, itu..." Andin menggantungkan kalimatnya, bingung harus memberikan jawaban apa. Andin tidak mau menceritakan apa yang terjadi padanya kemarin, sebab sebagai laki-laki Baskara lebih emosional darinya jika berhubungan dengan sang ayah. Jika ia menceritakan perihal itu, ia khawatir kalau Baskara marah.

"Kak, aku ini adikmu. Kalau kakak ada masalah, kakak bisa cerita sama aku. Kakak jangan suka menyimpan semuanya sendiri." Ujar Baskara, terlihat serius. Andin menatap pria itu dengan rasa bersalah. Mungkin ia memang harus berbagi cerita perihal itu dengan sang adik. Walau bagaimana pun Baskara juga berhak mengetahui soal papa mereka.

"Oke, aku akan cerita. Tapi di dalam, jangan disini." Kata Andin segera dibalas dengan anggukan oleh Baskara. Remaja itu segera memasuki kamar sang kakak, dan Andin pun menutup pintunya.

Forever AfterWhere stories live. Discover now