(34) Oma Diana

1.5K 269 19
                                    

Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam, mobil yang dikendarai oleh Aldebaran sampai di sebuah halaman cukup luas dimana disana berdiri sebuah rumah besar, bahkan hampir menyerupai villa yang berada di tengah-tengah bukit kecil yang di sekelilingnya terdapat hamparan kebun teh menghijau.

Aldebaran dan Andin lantas keluar dari mobil tersebut. Andin terlihat takjub memandangi suasanan di sekelilingnya. Kondisi setelah gerimis yang menyelimuti membuat terasa semakin dingin meski saat itu waktu masih menunjukkan siang hari. Andin memejamkan matanya, menghirup perlahan udara segar disana.

Ia mengenal tempat ini. Andin tidak pernah lupa udaranya, suasananya, sekaligus kehangatan yang tercipta. Dan rumah besar yang didominasi cat putih di hadapannya itu pun ia masih ingat. Keadaan itu membuat Andin deJavu. Tidak salah lagi, ini pasti udara yang sama seperti yang ada di dalam memori masa kecilnya.

Andin membuka matanya kembali dan ternyata Aldebaran telah berdiri di hadapannya dengan tersenyum manis. Andin menatapnya, lekat, seperti sedang berusaha mencari sesuatu yang tersembunyi di balik tatapan teduh pria di hadapannya.

"Kenapa?" Aldebaran bertanya. Andin tidak menjawab. Ia masih menatap Aldebaran, kemudian kembali mengedarkan pandangannya ke sekeliling.

"Aa!" Seseorang terdengar berseru, membuat Aldebaran dan Andin menoleh secara bersamaan.

Aldebaran tersenyum lebar melihat seorang wanita yang berdiri di depan pintu mendapati kedatangan mereka. Wanita itu terlihat berumur kisaran empat puluh tahunan ke atas. Ia mengenakan baju daster biasa dan rambut yang dicepol, sedangkan satu tangannya memegang sapu.

"Ya ampun si Aa! Sudah lama pisan tidak kesini malah makin kasep." Wanita itu menghampiri mereka yang masih berdiri di halaman rumah tersebut.

"Bagaimana kabar Bibi? Baik?" Aldebaran menyapa.

"Damang, atuh. Eleuh-eleuh kenapa gak bilang kalau mau kesini? Kan biar bibi bisa buatkan makanan yang enak-enak." Timpal wanita itu dengan bahasa dan logatnya yang kental.

"Hehee, dadakan, bi."

"Si Aa, mah." Sahutnya sambil menepuk lengan Aldebaran. Pandangan wanita itu beralih pada sosok gadis yang berdiri di samping Aldebaran, yang juga tengah tersenyum padanya.

"Aa bawa siapa? Geulis pisan. Pacar?" Wanita itu mencoba memberikan ledekannya pada Aldebaran. Pria itu spontan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali.

"Oma mana, ya, bi?" Aldebaran mengulum senyumnya, mencoba mengalihkan pembicaraan. Andin yang mengerti bahwa kekasihnya sedang salah tingkah hanya bisa terkekeh pelan.

"Ihh, dijawab dulu atuh pertanyaan bibi!"

"Pertanyaan yang mana?"

"Ini teh, siapa? Pacarnya Aa, ya?" Aldebaran melirik Andin, begitupun sebaliknya, saling melemparkan senyuman rahasia.

"Calon istri." Jawab Aldebaran membuat wanita itu membelalakkan matanya karena kaget. Sedangkan Aldebaran langsung menggandeng satu tangan Andin dan berlalu untuk memasuki rumah tersebut, meninggalkan wanita itu yang masih terlihat kaget.

"Aa tungguin!"

"Itu tadi siapa, Mas?" Tanya Andin penasaran.

"Namanya Bi Endang. Dia asisten rumah tangga disini. Dia yang dari dulu sampai sekarang menemani Oma. Disini Bi Endang sama suaminya juga yang bertugas jadi tukang kebun sekaligus supir kalau Oma mau kemana-mana." Jawab Aldebaran membuat Andin mengangguk paham.

"Jadi, ini rumah masa kecil kamu?" Andin memperhatikan ruangan luas yang sedang mereka lewati. Di dinding-dindingnya terdapat berbagai macam foto keluarga jaman dulu hingga aneka lukisan.

Forever AfterWhere stories live. Discover now