(21) Yin & Yang

1.5K 249 25
                                    

Aldebaran tiba-tiba teringat sesuatu. Ia masih penasaran dengan Ferdinand yang sejak pertama kali bertemu, sudah membuat Aldebaran merasa familiar. Hal yang sama juga ia rasakan ketika dulu pertama kali berjumpa dengan Andin. Dua orang yang ternyata memiliki ikatan darah itu seperti menyimpan memori tersendiri bagi Aldebaran. Jangan-jangan dua orang itu benar-benar pernah hadir di dunia masa lalunya?

"Andin..." Panggil Aldebaran.

"Iya?"

"Menurut kamu, apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Mendengar pertanyaan itu membuat kening Andin mengerut, bingung.

"Maksudnya?"

"Sebelum kita kenal sekarang-sekarang ini, apa seingat kamu kita pernah bertemu? Mungkin beberapa tahun yang lalu, atau mungkin sudah lama sekali?" Andin tampak berusaha mengingat-ingat, kemudian menggelengkan kepalanya pelan.

"Apa maksudnya kita sudah pernah bertemu saat masih kecil?"

"Eh, tapi masa kecilku lebih banyak di Jogja sih. Paling beberapa kali ketika weekend kami berkunjung ke Bogor di tempat Om aku." Ralat Andin.

"Bogor?" Aldebaran, meyakinkan.

"Iya. Dan setelah itu kami memutuskan pindah dan menetap di Jakarta karena Papa mendapat projek besar disini."

"Saya juga menghabiskan masa kecil saya di Bogor." Sahut Aldebaran, menatap Andin tak berkedip.

"Oh ya?"

"Saya dan Roy sekolah dasar di Bogor. Karena saat itu mama mengikuti papa yang masih sering bepergian ke luar negeri. Jadi supaya tidak mengganggu sekolah kami, saya dan Roy dititipkan di tempat Oma." Cerita Aldebaran.

"Jangan-jangan kita bertemu di Bogor yang sama?" Andin sedikit menyipitkan matanya membuat Aldebaran menatapnya dengan serius. Beberapa detik kemudian, keduanya tertawa bersama.

Aldebaran mencoba melupakan perihal itu, dan beralih ingi menanyakan berbagai hal yang menyangkut ayah gadis itu, Ferdinand. Sepertinya ada banyak hal yang harus Aldebaran gali lagi informasinya tentang hubungan ayah dan anak tersebut.

"Sudah." Ujar Andin saat menutup kotak P3K tersebut, begitu dirasa telah selesai mengobati Aldebaran.

"Terima kasih, ya." Ucap Aldebaran.

"Sama-sama."

"Oh iya, selamat ya atas kesuksesan acara kalian tadi pagi. Apalagi dengar-dengar ada yang penampilannya menarik perhatian banyak orang." Tutur Andin dengan tersenyum simpul.

Aldebaran melihat senyuman tulus di paras cantik itu yang mampu sedikit meredam raut sedihnya. Hal itu membuat Aldebaran menjadi ragu ingin membahas soal pria bernama Ferdinand itu. Aldebaran yakin itu adalah sesuatu yang amat menyakitkan bagi Andin. Tidak tega rasanya jika ia harus menenggelamkan senyuman itu kembali.

"Saya sudah membuktikannya, kan?" Balas Aldebaran

"Iya. Sekali lagi, selamat ya Pak Aldebaran."

"Hanya ucapan selamat saja? Bukannya ada yang janji akan memberikan saya hadiah, ya?" Singgung Aldebaran menimbulkan kekehan ringan dari Andin.

Tentu saja Andin tidak lupa. Andin datang kesana membawa sebuah paper bag kecil yang saat dibuka ternyata berisikan sebuah kotak silver. Salah satu alis pria itu nampak terangkat, menunjukkan ekspresi bertanya. Tanpa menunggu lagi, Andin menyerahkan kotak itu pada pria tersebut.

"Hadiah buat kamu, Mas."

"Saya buka sekarang?" Tanya Aldebaran. Andin mengangguk.

Aldebaran yang merasa penasaran, tanpa menunggu lebih lama lagi segera membuka kotak itu yang ternyata masih berisi kotak yang lebih kecil lagi. Ia terkekeh melirik Andin, kemudian membuka kotak yang berukuran lebih kecil itu.

Forever AfterWhere stories live. Discover now