(35) Mimpi Buruk

1.2K 278 25
                                    

Malam readers!

Author datang membawa part baru lagi. Lah, kok malah seminggu sekali update-nya, thor? Wkwk, iya nih kayaknya lagi susah banget ngumpulin mood buat nulis.

Selama membaca, teman-teman!

___________________________________

"Oma..." Bi Endang datang memanggil majikannya tersebut.

"Kenapa Endang?"

"Di luar ada Pak Lurah, katanya mau bertemu Oma."

"Ohh. Yasudah, sebentar lagi saya kesana."

"Iya, Oma. Punteun."

Sesaat setelah Bi Endang pergi, Oma Diana pun pamit meninggalkan Andin sebentar karena harus menemui tamu di teras depan. Tepat saat itu pula, Aldebaran datang dengan tersenyum tipis. Akan tetapi ekspresi pria itu berubah saat mendapati Andin masih melihat-lihat foto-foto lama yang ada di ruangan tersebut. Apakah Andin sudah mendengar semua hal yang berkaitan dengan orang-orang di foto itu dari Oma Diana?

"Andin..." Panggil Aldebaran, pelan. Andin menoleh dan mendapati Aldebaran yang tersenyum tak jauh di belakangnya. Gadis itu tampak diam beberapa saat, lalu berbalik badan menjadi berhadapan dengan pria itu.

"Kok sendirian? Oma mana?" Tanya Aldebaran.

"Oma baru saja keluar, ada tamu katanya."

"Ohh." Aldebaran terlihat gugup sambil meremas telapak tangannya yang keduanya tersembunyi di balik punggung, dan sepertinya sedang menggenggam sebuah benda juga yang tak begitu nampak.

"Andin..."

"Mas..." Keduanya saling memanggil secara bersamaan dan saling menatap lekat.

"Kenapa, Ndin?"

"Tadi aku ngobrol cukup banyak sama Oma. Aku mendengar cerita soal masa kecil kamu disini." Tutur Andin membuat reaksi Aldebaran sedikit kaget, namun pria itu selalu bisa mengendalikan ekspresinya agar tidak begitu kentara terlihat bagi lawan bicaranya.

Perlahan, pria itu melonggarkan tautan kedua tangannya di belakang punggung. Hingga kedua tautan itu terlepas, diam-diam ia menyimpan benda yang sedari tadi ia genggam ke dalam saku celananya dengan perasaan yang bimbang.

"Kamu nggak pernah cerita kalau kamu punya adik perempuan." Andin membeberkan membuat Aldebaran terpekur. Pria itu terdiam dengan tatapan setengah kosong.

"Kamu sengaja, Mas?" Andin menatapnya dengan perasaan kecewa. Aldebaran masih diam.

"Aku pikir kita sudah saling terbuka satu sama lain..."

"Saya tidak bermaksud seperti itu. Saya hanya mencari waktu yang tepat untuk menceritakan semuanya sama kamu." Sahut Aldebaran, bingung.

"Kenapa? Apa selama ini bukan waktu yang tepat? Atau ternyata kamu belum yakin sama aku?" Andin bertanya membuat Aldebaran langsung mengelaknya.

"Tidak, Andin. Kamu jangan salah sangka."

"Waktu itu kamu sendiri yang pernah bilang ke aku kalau dalam sebuah hubungan, selain cinta juga harus ada rasa saling percaya. Tapi ternyata kamu belum memiliki rasa percaya itu sepenuhnya? Dan jangan-jangan masih banyak hal tentang kamu yang kamu sembunyikan dari aku, ya?" Andin menghela nafasnya, panjang, saat melihat Aldebaran terdiam tanpa suara.

"Sebelum kamu menanyakan soal bagaimana aku ke kamu, aku rasa lebih baik kamu yakinkan diri kamu sendiri dulu. Kamu tidak akan pernah bisa meyakinkan aku kalau kamu sendiri masih ragu, Mas." Ucap Andin dengan suara yang sedikit bergetar. Aldebaran menatapnya dengan rasa bersalah, namun ia tahu menjelaskan semuanya kepada Andin saat ini juga bukan sesuatu yang tepat.

Forever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang