(45) Hujan dan Airmata

1.2K 292 42
                                    

Malam, semua!

Serius nih ya, lagi boring banget sama alur IC dengan plot Surya-Sarah yang tak kunjung usai. Dah lah, daripada aku mumet sama ulah emensi atau ikut misuh-misuh di twitter, mending aku kasih part baru aja kali ya. Tapi ya tetep dengan plot menggalau juga, wkwk.

Mari kita menggalau bareng malam ini. Jangan lupa sambil setel lagunya ya, HAHAHA.

_______________________________

Lembayung mengejar senja di ufuk barat. Lintas cakrawala tak menunjukkan bayangnya. Surya tenggelam di hamparan laut yang tak berujung. Dan hembusan angin menemani tetesan airmata yang jatuh di bawah serbuan gerimis.

Di dalam sebuah mobil, Andin menyandarkan tubuhnya pada jok mobil tersebut dengan tatapan kosong ke luar jendela. Matanya sembab memandangi setiap tetesan gerimis yang jatuh pada kaca mobil di sampingnya. Bahkan sesekali airmata itu masih terlihat menetes, dan Andin selalu buru-buru menyekanya.

Kejadian siang tadi ternyata begitu meremukkan perasaannya. Andin tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Ia yang memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka, namun ia juga yang terluka teramat dalam. Lalu, bagaimana Aldebaran sekarang? Apakah pria itu baik-baik saja?

Aldebaran pun tengah berada di jalan pulang. Pandangannya yang biasanya tajam, kini meredup. Semangatnya seolah tersedot habis oleh patah hati yang ia alami. Pria yang sebelumnya tidak pernah jatuh cinta itu, sekarang harus mengalami jatuh yang teramat sakit di saat ia benar-benar telah mencintai.

Aku bingung dengan caraku mencintaimu. Tanpa jeda, tanpa nafas, dan terkadang tanpa logika. Di saat hembusan angin memiliki jedanya, tapi aku dengan segala egoku menarikmu seluruhnya menjadi milikku tanpa aku tahu sebenarnya aku telah menciptakan peluru yang telah membunuh harapanku sendiri. Harapanku untuk terus bisa bersamamu.

Aldebaran menekan klakson mobilnya saat telah sampai di depan gerbang rumahnya. Seorang satpam dengan sigap membuka gerbang itu untuknya. Begitu mobil itu terparkir, Aldebaran keluar dan langsung melemparkan kunci mobilnya kepada satpam tadi.

"Langsung masukin garasi, Ya!" Ujar Aldebaran sambil berlalu pergi.

"Tumben." Gumam sang satpam melihat majikannya itu langsung berlalu masuk ke dalam rumah besar tersebut.

Sesaat setelah Aldebaran membuka pintu rumah itu, ia memperhatikan di sekeliling pandangannya. Tidak ada siapa-siapa. Dengan langkah buru-buru, ia berjalan tertunduk menaiki satu-persatu anak tangga besar yang menghubungkan dengan kamarnya.

Tepat saat Aldebaran sampai di atas, Roy membuka pintu kamarnya untuk keluar yang berdampingan dengan kamar Aldebaran. Roy melihat sang kakak yang berjalan cepat melewatinya dengan tertunduk. Belum sempat ia menegur, Aldebaran sudah menghilang di balik pintu kamarnya.

"Tumben nggak negur gue." Gumam Roy.

Namun sesaat kemudian Roy teringat cerita beberapa teman yang ia temui di kampus siang tadi. Roy tidak sengaja mendengar beberapa orang mahasiswa yang berdesas-desus yang melibatkan nama sang kakak. Setelah ia kulik sedikit dari mahasiswa itu, mereka bilang mereka melihat Aldebaran seperti cek-cok dengan Andin di salah satu area kampus.

"Apa mereka beneran berantem?" Tanya Roy pada dirinya sendiri.

Aldebaran menutup pintu kamarnya rapat-rapat. Pria itu mengusap kasar rambutnya dengan frustasi dengan mata yang kembali memerah. Ia mengambil posisi duduk pada tepi tempat tidurnya dan menunduk pasrah.

Aku tak kan pernah berhenti

Akan terus memahami, masih terus berpikir

Bila harus memaksa

Forever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang