(44) Putus?

1.3K 276 64
                                    

Hingar bingar perbincangan di tengah keramaian pada sebuah restoran berpadu dengan musik urban yang mengalun, memberikan hiburan pada setiap costumer yang datang untuk makan siang atau sekadar bersantai sejenak.

Beberapa saat yang lalu, Aldebaran telah datang di tempat itu sesuai undangan Ferdinand yang telah datang beberapa menit lebih awal. Keduanya pun telah memesan menu makan siang, lengkap beserta minum masing-masing. Hanya mereka berdua yang duduk di antara sebuah meja bundar di saat costumer lain kebanyak datang dengan beramai-ramai.

"Saya to the point saja ya, Al..." Tutur Ferdinand setelah beberapa saat yang lalu mereka sudah cukup berbasa-basi. Aldebaran mulai menatap serius pada pria berkacamata di hadapannya itu.

"Saya sudah memutuskan..." Ucapan Ferdinand kembali menggantung.

"Soal apa, Pak?"

"Saya sudah memutuskan untuk meninggalkan Indonesia dalam waktu dekat. Saya akan menetap permanen di Kuala Lumpur." Ungkap Ferdinand membuat Aldebaran tercekat.

"Tunggu, maksud bapak apa?"

"Saya akan menjual semua saham yang saya miliki di ARTMedia grup setelah pemilihan CEO nanti. Saya juga sudah memutus semua investasi dengan beberapa perusahaan yang ada di Indonesia, termasuk tujuan saya hari ini ingin bertamu kamu adalah karena saya mau mengundurkan diri dari rencana kerjasama kita." Aldebaran tampak membeku di posisinya saat mendengar pernyataan tersebut dengan perasaan bingung.

"Tapi sebelum saya melepas semua saham itu, saya akan memastikan bahwa hanya kamu yang pantas berdiri sebagai CEO ARTMedia." Ferdinand tersenyum simpul.

"Kenapa, Pak? Kenapa bapak memilih menyerah?" Aldebaran akhirnya merespon meski dengan pandangan yang masih membeku. Ferdinand terkekeh, miris.

"Iya, Al. Pada akhirnya, saya mungkin harus menyerah. Rasanya akan begitu egois jika saya terus memaksakan kehendak saya supaya anak-anak menerima saya lagi, sementara saya tahu persis kalau mereka menolak kehadiran saya." Jawab Ferdinand, berbesar hati.

"Kalau dengan kepergian saya dari hidup mereka akan membuat semuanya membaik, saya akan mengalah untuk pergi. Saya juga akan menjual apartemen yang selama ini saya tempati selama di Jakarta. Meskipun berat, karena di apartemen itu saya menyimpan semua kenangan tentang mereka selama ini. Di apartemen itu juga saya menyimpan banyak hadiah untuk Andin dan Baskara yang tidak pernah sampai ke tangan mereka. Tapi demi kebahagiaan mereka, saya akan merelakan semuanya." Lanjut Ferdinand dengan kedua bola mata yang berkaca-kaca. Aldebaran bisa melihat jelas kesedihan yang sedang Ferdinand rasakan.

Sementara itu, Andin baru saja keluar dari sebuah taksi online tepat di depan sebuah bangunan restoran. Ia ada janji dengan atasannya untuk melakukan meeting dengan salah satu tim klien mereka yang sempat tertunda tempo hari.

Sambil berjalan menuju pintu masuk restoran tersebut, Andin memeriksa ponselnya dimana ia ternyata mendapatkan panggilan telepon dari Darwin yang mengatakan bahwa atasannya itu masih di jalan, namun sudah melakukan reservasi terhadap restoran tersebut.

"Baik, Pak. Saya tanya ke bagian reservasi dulu." Ujar Andin setelah baru saja memasuki area restoran itu sambil sesekali celingak-celinguk.

"Oke, Andin. Saya mungkin akan sampai sekitar sepuluh menitan lagi." Sahut seseorang dari sambungan tersebut.

"Baik, Pak." Sahut Andin. Namun tiba-tiba tatapannya terhenti pada sebuah objek yang membuat pandangannya terpaku. Ada dua lelaki yang sedang mengobrol serius di salah satu sudut restoran tersebut, dan Andin mengenal keduanya.

"Yasudah, terima kasih, ya." Ucap Darwin, membalas. Namun Andin tak merespon karena masih mematung di tempatnya.

"Andin, kamu masih disana?" Tegur Darwin, membuat Andin tersadar.

Forever AfterWhere stories live. Discover now