(56) Hari Bahagia (ENDING)

2.2K 322 38
                                    

Hari-hari terus berlalu. Hari ini tepat dua minggu setelah kembalinya Aldebaran ke Indonesia. Di sebuah gedung perusahaan besar tampak sedang terselenggara sebuah rapat besar-besaran untuk penentuan akhir seseorang yang akan menjadi penguasa saham terbesar sekaligus penentuan CEO perusahaan yang bergerak di bidang media itu.

Rapat dewan itu dihadiri oleh seluruh pemegang saham beserta jajaran komisaris atau perwakilannya. setelah para calon CEO itu menjalani diklat setahun lamanya di pusat perusahaannya yang berada di New York, maka hari inilah penentuan final.

Aldebaran hadir di antara ratusan orang berpakaian formal itu. Ia mengenakan setelah jas dan celana berwarna abu-abu gelap, serta sebuah kemeja putih di dalamnya yang dilengkapi dengan dasi panjang berwarna hitam. Ia terbilang jarang tampil dengan setelan seformal itu. Namun atas dasar saran dari kekasihnya, mengingat rapat itu adalah rapat besar dan istimewa, maka Andin meminta Aldebaran memakai setelan tersebut sesuai yang telah ia pilihkan.

Ia duduk tepat di sebelah sang papa yang tampil formal seperti biasa. Tak jauh dari tempat duduknya, terlihat pula Ferdinand yang duduk di antara kursi para pemegang saham setelah tiba kemarin sore di Jakarta. Aldebaran tampak tenang dengan sesekali tersenyum simpul. Pria itu siap dengan apapun hasil dari diklatnya serta voting dari seluruh pemegang saham dan komisaris. Sebab ia sadar bahwa cita-citanya sesungguhnya bukan untuk menduduki tahta tertinggi di perusahaan itu. kalaupun ia yang terpilih, maka ia akan menganggap hal itu sebagai bonus yang harus dipertanggung jawabkan.

"Kamu gugup?" Tanya Damar. Aldebaran menoleh, lalu tersenyum.

"Sedikit, Pa." Jawabnya. Damar terkekeh, lalu menepuk bahu putranya, seolah memberikan keyakinan pada putranya.

Aldebaran mengelus sebuah gelang yang setahun terakhir begitu setia menemaninya. Gelang Yin dan Yang yang berpasangan dengan gelang yang dipakai oleh wanitanya. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Aldebaran merogoh saku dalam jasnya dan mendapati boneka mini barney yang sebelum ia berangkat tadi dimasukkan oleh kekasihnya. Aldebaran tersenyum manis mengingatnya.

"Dah, siap." Andin tersenyum setelah menepuk pelan jas kekasihnya yang baru saja ia bantu kenakan. Sementara Aldebaran selagi Andin mengancingkan jasnya lalu sedikit merapikannya, pria itu hanya memandangi dengan lekat dan penuh cinta.

"Kenapa?" Tanya Andin sedikit salah tingkah saat baru menyadari tatapan itu.

"Nggak. Nggak papa." Aldebaran mendadak jadi ikut salah tingkah sambil mengulum senyumnya.

"Udah siap?" Tanya Aldebaran.

"Sudah." Jawab Andin tersenyum manis.

"Oh iya, bentar..." Andin mengambil tasnya yang ada di atas tempat tidur Aldebaran itu, lalu mengeluarkan sesuatu.

"Aku mau kembalikan ini ke kamu." Ujar Andin sambil melepaskan kancing jas yang sebelumnya sudah ia tutup. Aldebaran mengerutkan keningnya bingung.

"Kenapa?" Tanya Aldebaran. Andin memasukkan boneka kecil itu sendiri ke dalam saku jas kekasihnya, kemudian menutupnya lagi.

"Dia nemenin kamu, ya, biar kamu nggak gugup. Punyaku masih aku simpan kok." Ujar Andin membuat Aldebaran tertegun.

"Kamu ingat?" Selidik Aldebaran, menatap Andin dengan sungguh-sungguh. Andin terkekeh, lalu mengangguk dengan pasti.

"Aku ingat, Mas. Aku ingat pertemuan pertama kita di bukit kecil itu. Aku ingat saat kita berlarian di hutan karena dikejar oleh para penjahat yang mau berbuat buruk sama kamu. Dan aku ingat saat terakhir kita harus berpisah. Aku tidak lupa. Hanya saja, kejadian itu sudah begitu lama. Setelah kita berpisah, banyak hal berat yang aku alami hingga membuat segala kenangan baik yang terjadi sebelumnya seolah tenggelam begitu saja." Terang Andin membuat Aldebaran menatapnya lembut.

Forever AfterDär berättelser lever. Upptäck nu