(48) Membuka Rahasia

1.4K 324 57
                                    

Sorry guys, ada masalah di postingan sebelumnya. Jadi ini ku posting ulang ya.

Happy reading!

_________________________

Roy turun dari tangga sambil mengenakan jaketnya, disertai wajahnya yang nampak ditekuk. Ia tidak suka mendengar pembicaraan sang papa dengan Aldebaran yang masih menegosiasi perihal keberangkatan Aldebaran esok hari. Sebab ia termasuk orang yang paling mendukung cita-cita sang kakak, dan ia tidak akan membiarkan Aldebaran mundur dari salah satu impiannya itu begitu saja. Ia juga tahu persis orang tuanya, meskipun sang papa bisa berbicara sperti itu, tapi dalam hati kecilnya Roy yakin papanya itu pasti merasa kecewa juga jika pada akhirnya Aldebaran memutuskan untuk mundur.

"Roy, mau kemana?" Tegur sang mama saat tak sengaja berpapasan.

"Mau cari angin bentar keluar, Ma." Jawab Roy, sekenanya.

"Terus, papa masih ngobrol sama Al?"

"Iya, masih di atas. Aku pergi dulu ya, Ma." Pamit Roy.

"Iya. Jangan lama-lama, nanti masuk angin." Peringat Rossa.

"Ya."

Roy terus berjalan kaki sendirian, hingga tiba di depan sebuah rumah berpagar putih yang tak jauh dari rumah mereka. Pagar itu nampak tak dikunci. Roy menghela nafasnya dengan perasaan sedikit ragu. Tidak. Sepertinya memang harus ia yang ikut turun tangan bicara dengan Andin. Roy tidak mau gara-gara memikirkan Andin, Aldebaran batal berangkat. Hal itu tidak boleh terjadi.

//Tokk Tokk!!//

Roy mengetuk pintu rumah tersebut setelah beberapa saat yang lalu membuka pagar itu sendiri. Tak perlu menunggu lama, pintu itu pun terbuka dan menampakkan salah seorang penghuni rumahnya, yaitu Susan.

"Malam, tante." Sapa Roy, tersenyum.

"Malam. Roy kan?" Balas Susan, lalu bertanya, sebab ia hanya pernah beberapa kali saja bertemu Roy.

"Iya, tante."

"Maaf, ya, tante masih rada-rada lupa. Ada apa, Roy?"

"Nggak papa, tante. Saya mau bertemu Andin, bisa tante?"

"Emm, Andin ya?" Susan nampak berpikir sejenak.

"Tadi anaknya lagi kurang enak badan. Tapi tante coba tanya ke Andinnya dulu ya, siapa tahu dia sudah baikan." Ujar Susan.

"Silahkan masuk dulu, Roy."

"Terima kasih, tante. Saya tunggu di luar saja."

"Yasudah, sebentar ya. Sekalian tante siapkan minum."

"Nggak perlu repot-repot, tan."

"Ah, nggak papa. Sebentar ya."

Susan membuka pintu kamar Andin perlahan, saat beberapa kali mengetuk pintu tidak ada sahutan. Ternyata putrinya itu sudah terlelap di atas tempat tidurnya. Susan tersenyum lalu duduk di tepi tempat tidur itu seraya mengusap kepala Andin dengan lembut.

"Masih panas." Gumam Susan, cemas. Tiba-tiba Andin terusik dan sedikit kaget saat melihat sang mama ada di dekatnya. Perlahan, gadis yang mengenakan piyama berlapis sweater itu bangun sambil sedikit merapikan rambutnya.

"Ma..." Lirihnya. Matanya sayu dan bibirnya nampak pucat.

"Badan kamu makin panas, sayang. Mama temenin ke dokter, ya." Andin menggeleng pelan.

"Nggak usah, Ma. Nanti aku minum obat saja." Jawab Andin, tersenyum. Susan mengusap wajah putrinya itu dengan lembut.

" Ada apa, Ma?"

Forever AfterМесто, где живут истории. Откройте их для себя