(13) Pertemuan Mendadak

1.3K 237 14
                                    

L A N J U T . . . . .

__________________

Aldebaran perlahan semakin mengikis jarak wajahnya dengan wajah gadis itu. Andin bak patung yang tak tahu harus berbuat apa saat pria itu kian mendekat. Andin hanya bisa merasakan jantungnya yang seperti akan melompat dari tempatnya.

"Belepotan." Ucap Aldebaran begitu pelan seraya menyeka sisa coklat yang terdapat di ujung bibir Andin. Menyadari akan hal itu, Andin sedikit menjauh dengan salah tingkah. Tangannya pun spontan ikut menyeka sudut bibirnya yang baru saja disentuh oleh Aldebaran.

"Maaf." Andin masih salah tingkah. Aldebaran yang menangkap kegugupan gadis itu, seketika terkekeh ringan. Pria itu menuju kursi di seberangnya, lalu menariknya.

"Ayo duduk." Aldebaran mempersilahkan Andin untuk duduk disana dengan rawut muka yang tak lagi dingin. Senyuman tipis itu sudah menghinggapi wajahnya.

"Nggak usah, Mas. Mas kan lagi sibuk. Aku juga mau lanjut kerja." Balas Andin. Namun Aldebaran kembali menahan lengannya.

"Duduk dulu." Kali ini kata-kata itu keluar seperti sebuah permintaan dari Aldebaran. Untuk beberapa saat, keduanya hanya saling menatap. Hingga akhirnya Andin menuruti permintaan Aldebaran untuk duduk bersamanya.

Saat kedua orang itu sudah sama-sama duduk dengan posisi yang berseberangan, akan tetapi tak ada yang memulai pembicaraan. Aldebaran hanya tersenyum simpul memandangi gadis itu yang membuat Andin kurang nyaman. Andin kembali menyeka sudut bibirnya, takut jika masih ada sisa coklat yang menempel. Melihat reaksi Andin atas tatapannya, Aldebaran kembali tertawa.

Tatap kedua mataku

Hapuskan ragu, labuhkan hatimu

Mungkin tak selalu biru

Namun bersamamu, langitku tak lagi sendu

(Song: Luthfi Aulia- Langit Favorit)


"Kenapa sih? Masih belepotan ya?"

"Nggak."

"Terus, kenapa ngeliatin begitu?"

"Nggak boleh?" Aldebaran menjawab dengan sebuah pertanyaan yang membuat Andin tak berkutik menjawabnya.

"Tadi pagi saya ke rumah kamu. Tapi mama kamu bilang kamunya sudah pergi." Aldebaran memberi tahu.

"Oh ya? Kenapa nggak bilang?"

"Ini saya bilang." Jawab Aldebaran sontak membuat keduanya terkekeh.

"Maaf, ya. Tadi aku harus berangkat pagi-pagi karena ada rapat evaluasi bulanan sama yang lain disini."

"Iya, nggak apa-apa. Dijemput Daniel, kan?" Mendengar Aldebaran menyebutkan nama 'Daniel' entah mengapa membuat Andin menatapnya heran.

"Iya, Daniel yang jemput. Kenapa memangnya, Mas?"

"Mau memastikan saja." Meskipun jawaban Aldebaran terdengar gantung, akan tetapi Andin hanya ber'oh' ria saja, tak ingin memperpanjang.

"Daniel sering ya antar-jemput kamu?" Lanjut Aldebaran dengan pertanyaannya yang terdengar santai, namun sebenarnya menyimpan keposesifan itu.

"Emm, kadang-kadang sih." Jawab Andin, terlihat ragu.

"Memangnya kenapa sih, Mas? Kok malah jadi bahas Daniel?" Balas Andin diakhiri dengan kekehannya yang terdengar sumbang. Hal itu membuat Aldebaran sedikit salah tingkah dan menggaruk halus jambangnya yang tidak gatal.

"Nggak, nggak apa-apa, hehe." Aldebaran membalas dengan kikuk.

"Oiya, saya datang kesini karena ada janji dengan seorang konsultan interior, yang rencananya akan saya kenalkan juga ke kamu." Ungkap Aldebaran membuat Andin kaget.

Forever AfterWhere stories live. Discover now