(20) Tidak Baik-baik Saja

1.5K 271 22
                                    

Happy friday, guys!

Maaf ya, baru UP hari ini, padahal harusnya kemarin. Tapi nggak sempat karena ketiduran, wkwk. Jadi nggak apa-apa ya UP nya siangan, mumpung lagi break juga, hehe.

Mungkin di part-part 20 ke atas, rahasia dan konflik cerita baru mulai terbuka. Sabar ya, readers :)

Happy reading!

___________________________

Ferdinand rasanya ingin sekali merengkuh tubuh gadis itu dan membawa ke dalam pelukannya yang penuh akan kerinduan. Namun dosa-dosanya di masa lalu seolah terlintas tanpa permisi dalam bayangannya. Perasaan hina dalam dirinya menahannya untuk melangkah mendekat pada gadis itu. Ditambah lagi dengan reaksi Andin yang tiba-tiba mengambil selangkah mundur dengan tatapan pedih bercampur kebencian yang tersirat.

"Nak..." Desis Ferdinand dengan suara yang sedikit tertahan.

Senyuman Aldebaran pun telah berubah menjadi tatapan penuh kebingungan melihat reaksi yang ditampakkan Andin dan Ferdinand. Samar-samar pria itu mendengar lirihan Ferdinand yang memanggil gadis itu dengan sebutan 'Nak'. Apa kedua orang di hadapannya itu sudah saling mengenal? Aldebaran bertanya-tanya dalam hatinya sendiri.

"Stop!" Ucap Andin saat melihat pria setengah tua itu akan melangkahkan kakinya mendekat.

"Anda mau apa?" Andin sarkas demi menahan airmatanya agar tidak jatuh. Mendengar ucapan itu membuat Aldebaran tampak kaget dengan sikap yang ditunjukkan oleh Andin.

"Maafkan Papa." Sekali lagi pria itu berucap lirih.

"Mas, aku minta maaf. Aku harus kembali ke belakang." Putus Andin, mengatakan pada Aldebaran yang masih dengan kebingungannya. Tanpa menunggu persetujuan dari Aldebaran, Andin bergegas berbalik dan berjalan cepat ke ruang belakang, meninggalkan Ferdinand dengan tatapan sedihnya dan Aldebaran dengan berbagai tanda tanya.

"Andin!" Seru Aldebaran, namun gadis itu terus berjalan tak menggubris panggilan tersebut.

"Biar saja, Al." Ucap Ferdinand, menahan Aldebaran. Aldebaran menatap Ferdinand dengan bingung.

Dengan rasa putus asa, Ferdinand kembali duduk pada kursinya semula. Ia mengusap wajahnya dengan kasar dan nampak raut kesedihan disana. Aldebaran yang sudah merasa penasaran, ikut duduk kembali, menatap Ferdinand yang tampak meratap.

"Pak..." Panggil Aldebaran, hati-hati. Ferdinand membuka telapak tangannya yang menutupi wajahnya, lalu beralih menatap Aldebaran.

"Maafkan saya, Al. saya sudah membuat kacau semuanya." Ucap Ferdinand, terdengar bergetar.

"Sebenarnya, ini ada apa, Pak? Maaf kalau saya lancang, bapak kenal dengan Andin?" Ferdinand menghela nafas beratnya.

"Andin adalah putri saya. Putri yang sudah saya sia-siakan bertahun-tahun lamanya." Ungkap Ferdinand membuat Aldebaran tercekat kaget, seperti tak percaya bahwa lelaki setengah tua di hadapannya itu adalah orang yang sudah mengukir luka yang begitu dalam di hidup Andin.

"Dosa-dosa saya begitu besar terhadap mereka sampai saya merasa malu menampakkan diri saya di hidup mereka lagi, terutama di hidup Andin. Saya tahu sejak lama tempat ini. Saya sering datang kemari diam-diam untuk melihat keadaannya dari jauh. Tapi saya begitu pengecut, tidak pernah berani menampakkan diri secara langsung." Tutur Ferdinand, mencurahkan perasaannya yang sudah terpendam sejak lama. Sementara Aldebaran masih tampak mematung.

"Saya pantas mendapatkan kebencian darinya setelah semua yang saya lakukan." Timpalnya, seketika menyeka setetes airmata yang jatuh dari kelopak matanya.

Forever AfterWhere stories live. Discover now