PART 12

131 53 8
                                    


"Sejenak coba ayah fikir aku juga nggak mau gini, wajar aku iri sama kak Gilang yang ayah puji setiap hari" mata Anendra memanas saat tiba tiba ayahnya mengatakan jika Anendra sebuah beban dalam keluarga nya.

"Bahkan jika kamu mati, saya akan lebih bahagia" ucapan ayahnya membuat Anendra pergi dari rumah yang tak sewajarnya seperti rumah itu.

Gilang menatap nanar adiknya itu, "Ayah seharusnya nggak gitu sama Anendra, ayah hancurin hal indah Anendra, dan wajar dia iri sama aku yah. Biarin dia dapatin apa yang harus dia dapat" namun ayahnya tak menjawab ucapan anak sulungnya.

Motor Anendra melesat kencang, hujan turun sangat deras menambah hancur perasaannya sekarang. Hingga akhirnya motornya hampir saja menabrak sebuah mobil namun beruntungnya Anendra dapat menghindari nya, namun ia harus terjatuh di pinggir jalan yang sepi.

Ia beranjak dan segera melepas helm nya, hujan mengguyur badannya. Dalam fisik dia tak luka sama sekali namun dalam batin dia sangat tersiksa. Ia mengetahui jika ayahnya ingin menikah lagi, posisi ibunya akan terganti?, Ia benci hal tersebut.

Ia memutuskan menaiki motornya lagi dan pergi ke apartemen pribadinya.

Anendra menidurkan tubuhnya yang kebasahan di kasur, memijit pelipisnya pelan, ia merasakan pusing kali ini. Lalu ia meraih ponsel yang tadinya ada di sakunya, segera mengabari gadisnya.

Anda
Selamat malam cantik, semoga tidurmu nyenyak!

Gadisnya tersebut tak online di Instagram, mungkin dia sudah terlelap tidur, ia segera beranjak dan berniat mengganti pakaian nya. Sebelum akhirnya ia meraih bingkai foto di atas meja yang menampilkan senyum manis milik Ilanda.

Beberapa saat kemudian Anendra tersenyum dan kembali meletakkan foto tersebut ke tempat semula.

"Makasih lan kamu udah jadi kisah lamaku, aku berhasil lupain kamu, aku masih mencintaimu dalam persahabatan kita" senyuman simpul Anendra benar benar tulus.

•••

Kicauan burung pagi hari ini seperti sedang bernyanyi riang, Leo pagi ini sedang berada di bawah jembatan. Merangkul seorang anak lelaki bernama Arsya. Umurnya sekitar 11 tahun. Arysa merupakan anak jalanan dan yatim piatu. Setiap Minggu nya Leo sslalu datang ke tempat ini, di sini banyak sekali anak jalanan, Leo datang untuk membawa makanan untuk mereka makan.

"Abang nggak makan?" Tanya Arsya pada Leo, Leo menggelengkan kepalanya pelan.

Lalu Arsya tertawa kencang di depan Leo, "pantas Abang gak gemuk gemuk ya, kurus banget karena pasti jarang mau makan" ucapan Arsya membuat Leo menggaruk kepalanya. Pasalnya itu kebalikan baginya, ia sangat doyan sekali makan tapi memang hakikatnya tak bisa gemuk. Mau sekarung dia makanpun tetap tak bisa.

"Tapi ganteng kan?" Dengan percaya dirinya Leo bertanya pada Arsya.

Sontak membuat semua anak anak tertawa akibat pertanyaan Leo tersebut, bukan karena wajahnya yang buruk tetapi hal bodohnya Leo adalah lelaki yang sangat tampan, kenapa dia masih bertanya seperti itu.

Leo mengacak rambut Arsya, bocah berumur sebelah tahun ini begitu tampan.

"Kak Alisya mnaa bang?" Ucap seorang anak perempuan berumur tujuh tahun dan bernama Dinda, sontak membuat Leo tersenyum. "Dia lagi sekolah dek, hari ini dia ujian loh" sembari duduk di dekat anak perempuan itu serta memberikan sebungkus lollipop kepadanya.

"Doain ya biar dia bisa" ia menempatkan telapak tangannya di atas lalu anak anak bersikap TOS ria..
Hal ini membuat Leo menjadi tenang, mereka semua juga keluarga nya dari dahulu. Ia adalah anak jalanan dahulu dan di asuh oleh kedua orang tuanya sekarang, ia di beri kasih sayang yang lebih oleh Fathia dan Lefri walau dia bukan anak kandung mereka.

Walau dia masuk ke geng tak benar di Jakarta, tapi tentu bukan sikapnya yang tak benar. Ia mengikuti geng tersebut karena di bujuk oleh Anendra, sahabatnya.

"Abang Leo cocok sama kak Alisya, ganteng dan cantik hehe" pernyataan Arsya membuat pandangan Leo menunduk.

Arsya lalu menarik tangan kanan Leo, "Abang cinta kan sama kak Alisya?" Pandangan Leo menatap sayu ke kedua mata Arsya, lalu ia mengangguk perlahan menandakan, iya mencintai Alisya.

Ia sudah beruntung dekat dengan Alisya, Leo mencintai nya tapi ia tak mau memaksa Alisya untuk membalas perasaan nya.

"Dia baik ya?" Pertanyaan Leo membuat anak sebelas tahun di hadapannya ini meringis.

"Abang udah ngucapin itu untuk ke 23 kalinya hari ini" Arsya yang semula berdiri di hadapan Leo kini duduk di bawah. "Abang harus ciptain hal yang buat kak Alisya seneng, pasti nanti kak Alisya tertarik" Arsya mengacungkan jari jempolnya kepada Leo yang masih berdiri di depannya ini.

Leo tetap menatap lurus ke depan, "Tapi bukan Abang yang dia mau" tatapannya kosong, Arsya bisa merasakan bahwa seseorang yang sudah ia anggap sebagai abangnya ini sedang bersedih hati.

•••

"Masih aja cantik kamunya" ucapan Anendra membuat Alisya geleng geleng kepala, pasalnya pujian dari lelaki di depannya ini tak henti hentinya dari pagi tadi sampai mereka selesai ujian pertama.

Sambil mengunyah makanannya , Alisya menatap lelaki di depannya ini. Tatapan Anendra benar benar tak ia hentikan sedetik untuk memandangi wajah cantik milik Alisya. "Aku gak secantik yang kamu ucap setiap hari Nendra" ucap Alisya.

Kedua mata Anendra menatap manik mata cantik Alisya "Sya, kalo laki laki ini mencintaimu, apa yang kamu ucap, kamu perbuat, kamu rasakan itu membuatnya tertarik. Aku tertarik sama semua yang kamu miliki. Senyum kamu terlalu tulus" ucapan dari Anendra membuat Alisya memejamkan matanya, ia bersyukur masih mempunyai Anendra ketika saat ini ia masih merindukan sosok Afa, kakaknya.

"Kelak semisal aku pergi jauh kamu bakal gimana?" Masih setia memejamkan matanya di sana, Alisya mengucapkan kalimat yang membuat senyum Anendra memudar.

"Aku bakal tutup diary kita sejenak dan tetep mencari kamu sampe kamu berada di pelukanku" sikap Anendra benar benar membuat hari hari Alisya tenggelam dalam warna cinta.

Sekarang Alisya merasa tenang di kelas, tak ada lagi yang membullynya. Ia tak tahu kemana Clara, apa kah dia sudah pindah?. Mengapa sekarang ia tak kunjung datang ke sekolah. Masih ingat pada part sebelumnya?

Bel pembelajaran ujian kedua sudah berbunyi, Anendra dan Alisya segera memasuki ruangan mereka masing masing. Ruangan mereka di bedakan menjadi 3 bagian, Anendra di ruang 1 sedangkan Alisya di ruang 3. Alisya melambaikan tangannya kepada lelaki yang sudah berlari menjauh, Anendra membalasnya dengan tersenyum lebar.

Alisya duduk di kursinya, menghadap komputer yang ada di depannya, 23 adalah nomor ujiannya saat ini. Semalam ia sudah belajar di temani oleh Anendra, soal soal nya sekarang tak menjadi hal sulit baginya.

Saat pertengahan jam kepalanya terasa pusing, hidungnya mimisan. Untungnya ia membawa tisu untuk bersiap siaga, perutnya terasa sakit, penyakitnya sedang kumat. Ia mati Matian menahan sakit pada perutnya tersebut hanya untuk mengerjakan ujiannya saat ini.

"Terimakasih telah menerima ku, bahkan pelangi akan kalah Indah jika ada dirimu" Alisya.

Trapped in CrimeDonde viven las historias. Descúbrelo ahora