PART 20

112 40 8
                                    

DI AMBIL DARI KISAH NYATA
IDENTITAS SESEORANG DI RUBAH

Pagi hari ini Anendra memutuskan untuk pergi ke rumah sakit, menemui gadisnya tersebut untuk meminta maaf dan mengabari jika dirinya akan di bawa ke kantor polisi atas perbuatan yang sudah ia lakukan selama ini.

Namun, keberadaan Alisya nihil di sana. Ia tak menemukan gadis tersebut. Ia berlari menuju parkiran motornya tadi, ia bergegas menuju rumah gadis tersebut. Berharap gadisnya ada di rumah. Mungkin saja Alisya sudah pulang ke rumahnya.

Ia memarkirkan motornya seperti biasa di  halaman depan gerbang rumah alisya. Rumahnya terasa sepi. Gerbang nya di tutup, dan terpaksa ia memanjat untuk bertemu gadis yang sudah ia rindukan tersebut.

Sudah 3 kali ia mengetuk pintu rumah gadisnya tersebut tetapi tak ada respon dari dalam. Ia memundurkan langkahnya dan menatap jendela kamar gadisnya di atas, tetapi benar saja seperti nya rumah ini kosong.

"Nyari siapa?, Orangnya udah nggak ada udah pindahan tadi subuh" terlihat bapak bapak ber notabe security tersebut berteriak dari seberang jalan.

Anendra melotot sejadi jadinya dan segera bergegas keluar pagar dengan memanjat kembali. Ia menyebrang dan menemui laki laki paruh baya tersebut.

"Kemana pak?" Terdengar getaran dari suara remaja laki laki ini.

"Katanya mah ke London, saya juga kurang tau" laki laki tersebut lalu berlenggang pergi dari sana.

Tubuh Anendra terasa lemas sekarang, ia mematung di tempat. Gadisnya meninggalkan nya??

"Kamu gak boleh tinggalin aku Sya"  ia berbalik badan dan menatap nanar lurus ke depan.

Ia meringkuk di pinggir jalan, air matanya mengalir deras, dadanya terasa sesak sekarang. Ia memukuli dadanya sekarang, semangat hidupnya telah pergi tanpa membawanya. Ia meraih ponsel di saku celananya, berusaha menghubungi gadisnya maupun lintang. Tetapi nomor mereka sudah tak ada aktif, sialan.

Rintik hujan menetes satu persatu hingga terjadi hujan deras. Anendra masih setia di tempat awalnya tadi. Ia terus memukuli lantai kasar di pinggir jalan, rasa sakit akibat luka di tangannya tak berarti jika di bandingkan rasa sakit di hatinya saat mengetahui gadisnya telah pergi.

Entah bagaimana lagi dia berbicara bahwa dunia nya tak baik baik saja kali ini

Tubuhnya yang semula basah kuyup terkena air hujan kini telah di lindungi oleh sebuah payung, Anendra menoleh ke sumber yang telah berbaik hati memayunginya.

"Berdiri!"

Suara berat dari sahabatnya membuat Anendra menggeleng. Kaki kanan Leo menendang tubuh Anendra.

"Gue bilang berdiri ya berdiri!" Makian dari Leo membuat Anendra mengangguk dan berdiri dengan sempoyongan.

Tangisan Anendra belum bisa ia hentikan, apakah Leo menangis?. Tentu saja. Laki laki itu tak begitu kuat dalam perasaan.

"Gue nggak nyangka akhirnya gini" tatapan Anendra masih tertunduk.

"Siapa yang bilang kisah kalian akan berakhir?, Jangan pernah berfikir ada akhir, cuma kematian yang boleh ngakhirin ini semua. Gue yakin Lo bisa Dra, selepas Lo bebas dari penjara Lo harus susul dia" Leo mengelus pundak sahabatnya tersebut.

Mendengar ucapan itu dari bibir Leo membuat Anendra menatap sahabatnya, laki laki di depannya ini sangat baik, ia beruntung mempunyai sahabat macam Leo.

Leo mengedipkan matanya yang perih, ia cengeng sekali saat ini. Gadis yang ia cintai menjauh dari hidupnya bukan hanya di rasakan oleh Anendra. Tetapi juga dirinya..

"Rasanya di cintai Alisya kayak gimana Dra?" Leo bertanya kepada sahabatnya tersebut.

"Lo jangan pernah nyerah sedikitpun Dra, gue di sini. Gue bakal selalu support Lo kapanpun. Gue yakin Lo orang baik, mulai biasain dari hal yang berat yaitu maafin diri Lo sendiri" ucapan sahabatnya begitu berarti bagi Anendra. Tetapi Anendra masih merasakan sakit ketika teringat bahwa ia pembunuh dari Ibu dan Afa.

"Gue yang udah bunuh Ibunya Alisya dan Afa" mendengar pernyataan tersebut membuat Leo terbelalak kaget. Leo terdiam di tempat memundurkan sedikit langkahnya dan menatap manik mata Anendra.

Anendra merasakan kesalahan besar di lubuk hatinya, "makasih Lo udah jadi sahabat gue Leo" itu ucapan terakhir dari Anendra sebelum bunyi sirine polisi menghampiri mereka.

Muncul banyak polisi membawa borgol dan pistol.

"Angkat tangan"

Anendra tersenyum pada Leo yang masih mematung di tempat. Anendra ikhlas jika dirinya di jatuhi hukuman pidana sekalipun, ia memang salah.

Ia menunjukkan tatonya yang bertulis ALANDA kepada Leo, Leo masih tak menyangka jika Anendra adalah sosok dalang dari kematian afa.

Bagaimana jika Alisya nanti mengetahuinya?.

•••

"Saudara Anendra Dipta Salvaro dan saudara Bima di beratkan hukuman 15 tahun penjara, hukuman ini sudah tertera dalam Pasal 338 KUHP"

Gilang sudah menyewa pengacara handal untuk saat ini, pengacara tersebut telah meringankan waktu Anendra menetap di penjara. Kini Anendra hanya butuh waktu 5 tahun di penjara, itu sudah meringankan waktu.

Sedangkan dewa?. Ia tak sama sekali datang ke sidang meja hijau anaknya, ia tak peduli sama sekali.

"Kakak pulang dulu, setiap seminggu sekali kakak selalu datang buat kamu dek" sebelum Gilang pergi, ia sudah tersenyum kepada adiknya dari balik sel tahanan. 

Anendra tersenyum tipis pada kakaknya, lalu bergantian dengan Leo. Sahabatnya tersebut menatap wajah Anendra. Mereka bertiga kini berdeketan walau Anendra di seberang sana. Bahkan mereka bertiga tak sadar, jika sebenarnya ini adalah Leo, mereka bertiga adalah saudara kandung.

"Baik baik di sini Dra, bahkan Lo masih bisa cerita banyak nantinya sama gue. Kuat ya, demi orang orang yang Lo sayang termasuk Alisya" jujur saja Anendra merasa bersalah juga pada sahabatnya ini, ia selalu menerima perlakuan kasar darinya tapi tak pernah Leo memperlakukan kembali Anendra dengan kasar.

"Gue pulang ya Dra" Leo menepuk pundak Anendra dari balik sel. Anendra mengangguk.

"Makasih"

Leo dan Gilang pulang bersama, Anendra tersenyum, setidaknya ia masih mempunyai beberapa orang yang sayang padanya.

"Aku tutup dulu diary aku ya Sya, aku bakal cari kamu untuk kembali di pelukan aku" ia meringkuk di lantai.

Ia terbayang wajah gadis Ilanda dan Alisya. Mereka berhasil membuat Anendra bahagia di hidupnya.

"Kamu selalu berhasil ya, kamu hebat" tanpa sadar bibir Anendra mengucapkan hal seperti itu. Ia masih bersyukur tak di jatuhi hukuman mati.

Ia masih ingin meminta maaf dan berkata jujur pada gadisnya. Dadanya sesak merasakan hal ini. Tubuhnya ia senderan kepada dinding di balik sel, ia memejamkan matanya perlahan. Jujur saja ia sangatlah merindukan Alisya.

Harus menunggu lima tahun di sini untuk kembali menemui gadisnya, itu merupakan waktu yang lama. Tapi ia tak menyerah begitu saja demi gadisnya tersebut.

"Janjiku akan ku tepati, untuk mencarimu dan menutup diaryku"
Anendra

Trapped in CrimeWhere stories live. Discover now