A1 || Chapter 8 || Hunting Night

829 121 16
                                    

Di koridor yang sepi dan sunyi, tidak terdengarnya suara langkah kaki. Tetapi sesosok berjubah hitam berjalan dengan perlahan menuju sebuah tempat. Dirinya tampak waspada setiap saat terdapat suara lain yang menggema di sekolah.

Dia menurunkan lebih dalam lagi ujung penutup jubahnya untuk menyembunyikan wajahnya. Pakaiannya yang serba hitam dari ujung kepala ke ujung kaki membuatnya bercampur dengan gelapnya malam, hanya ketika cahaya bulan yang menembus jendela kaca mampu memperlihatkan surai merah maroonnya.

Sesekali dia mencoba melirik sekitar, merasa seperti diawasi oleh sepasang mata yang bersembunyi di balik bayangan. Merasa ragu, akhirnya dia dengan sengaja mengambil arah yang salah kembali hingga perasaan itu menghilang.

Hal itu telah terjadi berulang kali hingga membuatnya pusing, geram, bahkan marah sendiri. Tapi dia tidak bisa bertindak seenaknya, apalagi saat salah satu rekannya telah dimurni kan. Dia tidak bisa lengah sedikit pun.

Tanpa disadarinya, sepasang mata benar-benar menatap ke arah dirinya dari bayangan gelap rembulan. Hanya ada mata, tidak ada hal lain. Sebelum akhirnya bola mata itu kembali menghilang untuk kesekian kalinya.

Setelah berkeliaran beberapa kali lagi di gedung sekolah yang luas, akhirnya dia bisa lolos dari tatapan itu. Telah beberapa menit berlalu dan belum ada tatapan lain yang menghadapnya.

Kali ini, ingin mempercepat misinya, dia dengan segera menuju lokasi target. Suara langkah kaki yang pada awalnya samar-samar, kini berubah menjadi sayup-sayup menggema.

Begitu dia sampai, di hadapannya adalah sebuah pintu kayu besar dengan papan nama di atasnya.

[Ruang Kepala Sekolah]

Tak bisa menyembunyikan senyumannya, kedua sudut bibirnya terangkat. Merasa bahwa akhirnya dia bisa menyelesaikan tugas dengan cepat tanpa ketahuan.

Apa yang terjadi justru sebaliknya. Begitu dia mendorong pintu, apa yang menyambutnya bukanlah sebuah ruangan kosong yang gelap. Melainkan seseorang yang bersandar pada meja tepat menghadap ke arah pintu masuk.

Manik oranye cerah dengan pupil melingkar-lingkar hitam melebar begitu tatapannya bertemu dengan si pemilik emas gelap.

"Sungguh menyedihkan bukan?"

Deg!!

Tanpa aba-aba, dia langsung melemparkan sihir secara acak dan kabur. 'Sialan!! Kenapa bajingan itu sudah ada di sana?!!'

Belum sempat Iblis Parasit tersebut berlari jauh, Gempa telah berdiri sembari bersandar pada dinding dengan tangan bersedekap. "Mau kemana?"

"Sial!!"

Baamm!!

Ledakan keras terdengar hingga ke asrama. Beberapa murid yang masih terbangun atau sempat terbangun merasa heran dan penasaran darimana asal suara tersebut. Namun tidak ada dari mereka yang mengambil langkah keluar untuk mencari sumbernya.

Gempa menghembuskan nafas. Dia menyelipkan rambutnya di telinganya, menahan ledakan tadi hanya dengan mengangkat telapak tangannya. Dinding transparan berwarna kuning pudar melindungi dirinya dan menyelimuti barang-barang lain yang rusak bahkan hancur akibat ledakan tadi. Perlahan, mereka mulai tersusun kembali dan pulih seperti sedia kala.

"Shadow, dia menuju halaman samping arah ufuk timur."

Dari jendela yang terbuka, setelah sebelumnya rusak parah, manik emas Gempa tampak bersinar di tengah kegelapan yang pekat. Tatapannya tidak lepas dari sosok yang berlari.

Little Secret (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang