A2 || Chapter 18 || Misty Forest (II)

471 81 6
                                    

Rui berhasil menarik sihirnya pada sambaran ketiga. Namun semua orang yang menyaksikan tidak bisa tidak khawatir dan ketakutan.

Tiga sambaran dahsyat dari seorang pelajar, yang bahkan belum memulai debutnya sebagai petualang resmi. Dimana setiap sambaran akan menjadi semakin kuat pada sambaran selanjutnya. Itu bahkan bisa meluluhlantakkan satu provinsi dalam satu malam!

Tapi para penonton tidak tahu harus ketakutan pada kemampuan Rui yang terlalu besar, atau Gempa yang sama sekali tidak bergeser dari posisinya setelah menerima tiga serangan berantai.

Sebaliknya, pemuda itu tampak jauh lebih baik daripada seharusnya. Sedangkan lawannya benar-benar telah kehabisan tenaga karena tidak sengaja mengeluarkan sihir terbaiknya.

"Sungguh pertarungan yang luar biasa!! Mari bertepuk tangan untuk kedua ketua Badan Pengawasan REA kita ini!!"

Suara ceria dari layar hologram membangkitkan para penonton dari keterkejutan mereka. Segera secara insting, mereka semua bertepuk tangan dan bersorak-sorai pada kedua peserta. Mereka tidak lagi peduli pada siapa yang kalah atau menang, keduanya begitu luar biasa di mata mereka.

Yaya dan Shielda berhasil meringkus tikus yang membuat kericuhan di arena turnamen. Saat ini keduanya berada di bawah penanganan Komandan Kaizo dan Halilintar. Sementara Rui dan Gempa dibawa ke tenda medis untuk mendapatkan suntikan mana.

Begitu dekat dengan juniornya, barulah Rui menyadari betapa pucatnya Gempa dan tubuhnya yang begitu kaku. Rasa letihnya seketika berubah menjadi perasaan bersalah. Sungguh, dia benar-benar tidak bermaksud melakukan tindakan itu.

Dibandingkan dengan kelelahan karena kehabisan mana, sepertinya apa yang dialami Gempa jauh lebih menyakitkan.

"Tidak usah sedih, Senior."

".... Bisa kau diam saja?"

Gempa tertawa kecil. Tubuhnya terasa sakit-sakitan, tentu saja. Siapa yang mengira bahwa akan ada yang mampu mengerahkan Transcendental Divinity. Gempa tidak siap untuk menerimanya secara mendadak seperti tadi.

Isi tubuhnya terasa seperti terbakar.

"Itu sihir yang hebat, Senior."

"Sudah ku bilang, diam." Rui hanya mampu menghela nafas saat merasakan sebuah tangan kasar menggapai tangannya. Itu milik Gempa. Entah kenapa justru dirinya yang ditenangkan oleh korbannya sendiri.

Oh tidak, ini sangat memalukan.

Keduanya saling diam, tidak berniat membuka percakapan. Mereka saling bertukar energi sihir melalui kaitan tangan mereka.

Rui dapat merasakan betapa kacaunya aliran mana yang mengalir di tubuh Gempa. Begitu kacau hingga membuatnya mual dan ingin muntah. Sebagai permintaan maaf, Rui sebisa mungkin membenarkan ikatan kusut aliran mana juniornya agar dapat mengalir dengan benar.

Gempa mengetahuinya. Dia bukan tipe yang melepaskan kesempatan baik untuk memulihkan diri. Ia juga ikut mengecek aliran mana Senior Rui, perlahan mencoba mengikutinya dan membuka untaian kusut alirannya sendiri.

Semuanya berlangsung dalam keadaan sunyi. Para penyembuh telah keluar, siap siaga apabila ada murid yang terluka lebih daripada seharusnya.

Kegiatan yang terakhir biasanya adalah kondisi dimana murid-murid lebih mudah terluka. Pihak medis kemungkinan besar akan diseret kesana-kemari untuk menangani yang terluka.

Halilintar dan Komandan Kaizo menampakkan diri dari pintu masuk tenda. Wajah mereka gelap. Rui sontak menutup mata dan berpura-pura tidur, tanpa melepaskan genggaman tangannya dari Gempa.

Little Secret (Revisi)Where stories live. Discover now