A3 || Chapter 23 || Hatred

459 57 11
                                    

"Gempa!"

Rui dan Kaizo menahan tubuh Gempa yang linglung. Ia memegangi hidungnya yang berdarah, bahkan sudut bibirnya telah robek. Rasa asin darah terasa di lidahnya. Tanpa sadar Gempa menjilat darah itu.

Untungnya, tangannya masih menutupi tindakan menjijikkannya itu.

Pukulan Blaze tidak main-main. Terutama karena dia adalah kekuatan mentah dari kelompok mereka, sudah sejak kecil melatih fisiknya sendiri. Jelas tenaganya bukan suatu candaan. Apalagi saat dia marah.

Dan saat ini, dirinya marah besar.

"Apa-apaan maksudmu Blaze?!!" Ice membentak Blaze. Saudaranya itu tiba-tiba saja muncul dan memukul Gempa yang baru selesai mengusir para iblis yang menginvasi mereka. Tentunya dia marah atas tindakan konyol Blaze.

Namun Blaze tampaknya tersinggung akibat bentakan Ice. Urat-urat lehernya mencuat keluar, tatapannya liar dan penuh kemarahan. Gempa melihatnya, tetapi tetap tidak tahu apa alasan di baliknya.

"Kau jangan membela bajingan itu, Ice!! Gara-gara dia! Thorn dan Solar dalam keadaan kritis!"

"Omong kosong apa yang kau maksud?!" Kali ini Yaya yang membuka suara. Dia maju ke depan Gempa, mencoba menyembunyikan tubuh temannya dari Blaze yang siap kembali mengamuk. "Gempa sedari tadi di sini melawan invasi iblis! Kau tidak bisa menuduhnya sembarangan walau kau pangeran!"

"Aku tidak menuduhnya!! Aku mengatakan sebenarnya!!"

Suasana seketika menjadi semakin tegang tatkala Blaze mengeluarkan cakram apinya. Senjata tajamnya dia tunjukkan pada Yaya, yang sebenarnya ditujukan kepada Gempa. "Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri! Bajingan itu hampir membunuh saudaraku!!"

"Turunkan senjatamu, Blaze! Gempa sedari awal hanya di arena! Dia tidak masuk ke hutan!!"

"Ice! Kau lebih memilih bajingan itu daripada kami?!"

"Aku membela Gempa karena aku tahu dia tidak melakukan itu!! Kau berkhayal Blaze!!"

Tak disangka, Ice mengeluarkan panahnya, membuat seluruh yang ada di sana menarik nafas dalam. Tidak biasanya kau akan menemukan pangeran paling tenang begitu marah hingga mengeluarkan senjatanya.

Yaya bahkan mengambil langkah mundur, pun di tarik ke belakang Gopal saat Ice menarik busurnya dan menciptakan anak panah. Rui mengangkat Gempa ke punggungnya, mencari celah untuk mengantarkan Gempa ke tempat yang lebih aman untuk terhindar dari amarah Blaze.

Beruntungnya yang tersisa di stadion hanyalah pihak REA dan Ksatria Suci yang dipinjam oleh pak Amato. Semuanya was-was saat melihat dua pangeran Elemental yang saling menodongkan senjata.

Setidaknya tidak akan ada orang awam yang terluka.

"Blaze, tenang." Taufan muncul entah dari mana, menahan bahu Blaze dari menyerang saudara mereka sendiri. Tatapannya kosong, tetapi juga kekhawatiran dan lelah tercetak jelas di matanya. Manik biru itu menatap ke arah Ice, "Ice, pergi ke tenda medis. Lihat apa yang bisa kau lakukan pada luka Thorn dan Solar."

Ice tahu Taufan mencoba menghalau kekacauan yang lebih besar. Bertarung di tempat ini akan menimbulkan lebih banyak kekacauan dari yang sekarang. Alhasil dia hanya menurut, sekaligus penasaran dengan apa yang membuat Blaze tampak begitu marah pada Gempa, walau dia yakin Gempa tidak mungkin melakukannya.

Tentu saja tidak mungkin. Gempa sedari tadi melawan iblis bersama Senior Rui.

Ice ada di sana. Terjebak di pintu masuk arena, tidak bisa membantu karena terhalang akan sebuah array pelindung.

"Ice."

"... Baik."

"Lepas!!" Berbeda dengan Ice yang menurut perkataan Taufan dengan tenang, Blaze mencoba memberontak. Matanya menyala terang dan bunga-bunga api memercik dari sekitar tubuhnya.

Little Secret (Revisi)Where stories live. Discover now