A3 || Chapter 25 || Blinded

628 66 14
                                    

Seperti perkataan Maskmana, reputasi REA benar-benar anjlok di mata masyarakat. Meski sudah dikonfirmasi bahwa penyerangan itu memang secara mendadak, tetapi rumor sudah terlanjur menyebar kalau terdapat seorang pengkhianat di REA, yang menyebabkan terjadinya penyerangan saat itu.

Wartawan-wartawan rela berkemah di depan gerbang sekolah demi mewawancarai Pak Amato selaku kepala sekolah, atau guru-guru lain yang masih datang ke sana untuk mengurus kerusuhan kemarin. Bahkan sampai ada yang mengejar-ngejar siswa REA untuk diwawancarai tentang kejadian itu.

Bahkan Elemental Princes ikut terkena imbasnya. Berita tentang penyerangan Pangeran Thorn dan Pangeran Solar telah meluas hingga terdengar oleh masyarakat awam. Rumah sakit itu penuh karena wartawan-wartawan yang ribut ingin mewawancarai para Pangeran.

Blaze yang masih dalam mood yang sangat buruk, semakin kesal akibat sikap para wartawan. Seandainya tidak ditahan oleh Ice, dia sudah dipastikan akan melemparkan bola api ke tengah-tengah kerumunan wartawan itu.

Tentunya bukan hanya Blaze, Ice dan Halilintar turut geram dengan sikap wartawan-wartawan itu. Bahkan pihak rumah sakit sudah mencoba untuk menghadang mereka, tetapi mereka masih keras kepala. Semuanya saling dorong-dorongan untuk memasuki ruangan mereka.

Ini membuat rumah sakit menjadi ricuh dan mengganggu pasien lainnya. Bahkan beberapa pasien harus menunda pemeriksaan mereka akibat hal ini.

Halilintar beranjak dari tempat duduknya. Raut wajahnya gelap. Bantingan suara pintu saat dibuka membuat seluruh suara terpadam untuk sementara. Tatapan tajamnya terarah pada penyebab kericuhan terjadi. "Keluar." Satu perintah itu membuat orang-orang sadar bahwa sang Pangeran Tertua telah benar-benar marah.

Percikan listrik merah berada di sekitar tubuhnya. Dan tekanan udara di sana seketika tumbang, begitu berat membuat orang-orang menjadi susah bernafas.

"Hey."

Entah darimana Taufan muncul, tetapi dia langsung menepuk pundak Halilintar dan mencengkeramnya dengan kuat. Jujur saja, itu sebenarnya cukup menyakitkan. Tetapi itu menyadarkan Halilintar bahwa lokasinya saat ini bukan hanya anggota bangsawan, yang biasanya memiliki tingkat fisik yang lebih kuat dari masyarakat awam. Melainkan rumah sakit, dan terdapat dua adiknya yang sedang koma di dalam.

"Mari kita berbicara di luar saja, oke?" tawa Taufan dengan senyum di wajahnya pada kerumunan di hadapannya. Sayang sekali senyuman itu tidak mencapai matanya.

Taufan memegangi bahu Halilintar sembari menggiringnya keluar, disusul oleh para wartawan yang haus akan berita panas. Mereka dengan pintar menjaga jarak mereka dengan sang Pangeran Sulung. Wajah Halilintar terlalu suram untuk didekati, satu-satunya sumber yang mereka percaya dapat diambil hanyalah pangeran kedua, Taufan.

Farah memasuki ruangan, menemukan Blaze dan Ice duduk diantara kasur Thorn dan Solar. Tatapan keduanya tampak lelah, kantong mata hitam terlihat jelas di bawah mata. Bahkan Ice yang biasanya cepat tertidur, tidak menutup matanya sedikit pun.

"Blaze, Ice."

Suaranya menarik perhatian Ice dan Blaze. Secara bersamaan keduanya menoleh, terkejut pada kemunculan sang Bunda di sana. "Bunda," panggil Blaze beranjak dari duduknya. Namun segera duduk kembali setelah mendapat gelengan dari sang Bunda.

"Sudah, kalian istirahatlah," perintah Farah pada kedua putranya. "Lihatlah kantong mata kalian, terutama kamu Ice. Tidurlah dulu, biar Bunda yang menjaga Thorn dan Solar."

Farah menatap keduanya mengangguk lesu dan berjalan menuju sofa yang berada di ruangan. Dengan cepat keduanya bertumpuk di satu tempat, posisi Blaze menjadi perut Ice sebagai bantal dan tampaknya Ice terlalu mengantuk untuk memarahi Blaze. Justru ia balik memeluk Blaze dan menggunakan badan kembarannya yang sedikit lebih besar darinya sebagai guling.

Little Secret (Revisi)Where stories live. Discover now