Keping 2 - Takkan terulang

117 19 10
                                    

Seminggu sebelum dimulainya PAT (Penilaian Akhir Tahun) membuat semua guru lebih sibuk. Apalagi kini Zuney terlibat dalam kepanitiaan PAT. Gadis cantik itu masih berada di depan komputer sekolah, untuk menyiapkan kartu peserta murid-muridnya.

            Pemandangan di kantor guru pun tidak kalah hectic. Ada sebagian yang sedang mengepak soal, memasuk-masukkannya ke dalam amplop soal, dan masih banyak yang lainnya.

            Mereka semua bekerja sampai pukul dua siang. Setelah itu, semua dipersilakan untuk pulang. Zuney masih menunggu printer bekerja. Akhir-akhir ini suara printer menjadi suara favoritnya, karena itu artinya sebentar lagi tugasnya akan selesai.

            Namun, gadis itu kini malah melamun, ingatannya tentang printer tua milik Arjuna yang menyebalkan itu membuat Zuney tersenyum tipis. Ia ingat, bagaimana dahulu mereka selalu mengalami kendala ketika ingin mencetak proposal, sampai satu posko ribut. Sungguh, kenangan manis yang akan tetap manis sampai kapanpun.

            “Bu Zuney, udah mulai mengolah nilai?” tanya salah satu rekan kerja Zuney. Namanya Bu Yasmin. Usianya sudah masuk kepala empat.

            Zuney mengakhiri lamunannya. “Belum, Bu. Kayaknya nanti sore, deh. Ibu sudah?”

            “Sudah. Intruksi dari kepala sekolah harus sudah mengolah nilai keseharian dari sekarang, supaya nanti saat nilai PAT masuk, kita tinggal menjumlahkan.”

            Zuney mengangguk-anggukkan kepala. Untunglah tugas mengajarnya di lembaga bimbingan belajar telah selesai. Jadi, kemungkinan nanti sore Zuney bisa fokus untuk pekerjaan ini.

            Sore harinya, Zuney memutuskan untuk tidak pulang, karena jika sudah di rumah, gadis cantik itu enggan sekali membuka laptop. Maka, berakhirlah ia duduk di salah satu cafe yang tenang. Suasana yang sangat Zuney sukai. Di sini Zuney bisa fokus untuk mengerjakan pekerjaannya.

            Sudah setengah jam Zuney larut dalam pekerjaannya, hingga tak sadar bahwa di meja seberang, ada sebuah pertemuan semacam rapat kantor. Suara gaduh dari beberapa orang lelaki yang tertawa berhasil memecah konsentrasinya.

            Zuney berdecak lidah. “Ganggu banget,” gumamnya.

            “Kalau gak mau keganggu, jangan kerja di tempat umum, Buguru,” ucap seseroang.

            Zuney menoleh otomatis. Dilihatnya seorang pemuda jangkung dengan setelan kemeja abu-abu yang lengannya sudah digulung sampai batas siku. “Elo? Kok ada lo di sini? Bukannya lo masih terombang-ambing di lautan? Katanya lagi di kapal?”

            “Gue baru beres meeting. Itu temen-temen kantor gue, Ney.” Iya, siapa lagi kalau bukan Jendra. Pemuda itu kini meminta izin untuk duduk satu meja dengan Zuney. “Gue boleh duduk sini, gak?”

            Zuney mengangguk. “Boleh. Itu juga kalau lo mau. Kita kan bukan muhrim,” sindir Zuney.

            “Ney, masih dendam aja sama gue.” Jendra kini menarik satu kursi yang ada di hadapan Zuney. “Gak boleh gitu, Ney. Gak baik.”

            “Lo lupa? Dulu gue mau nebeng motor lo aja, lo nolak terus. Jadi selama di posko gue nebeng Mahen terus.” Zuney masih mengoceh, mengungkit-ngungkit masa lalu. Tipikal perempuan pada umumnya.

            “Ya emang itu gak boleh, Ney. Haram.” Jendra kini melonggarkan dasinya. “Lo sendirian aja?”

            “Ya lo liat aja sendiri. Emangnya gue dari tadi ngobrol sama orang?”

(MELINGKAR) VOL. 2Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora