Keping 13 - Ingin protes

85 14 2
                                    

Tidak tertolak, memang. Namun rasanya tetap menyesakkan. Sudah kesekian kalinya bagi pemuda tampan itu untuk meyakini bahwa dirinya memang serius. Tapi... rupanya sosok di masa lalunya masih menempati nomor urut satu di hati gadis cantik pujaan hatinya itu.

Lantas, pemuda itu kembali membuka laptopnya ketika sampai di rumah. Meski dirasa tubuhnya lelah, namun ia harus bekerja keras untuk bisa menyelesaikan tesisnya yang sedang ia garap ini. Ditemani dengan keheningan malam, juga suara dengkuran keras dari Charlo yang tertidur di sofa ruang tengah, Jendra berusaha mengembalikan fokusnya.

Menit demi menit berlalu, hingga tak terasa satu jam lagi adzan subuh akan berkumandang. Jendra lantas melepas kaca matanya, lalu meletakkan di samping laptop. Dengan gerakan pelan, pemuda itu beranjak dari kursi kerjanya, sekedar merentangkan lengan, lalu bergegas menuju kamar mandi, untuk mengambil air wudhu.

Ia harus mengutarakan semua kegelisahan pada Sang Pemilik Hati. Mencari ketenangan di keheningan fajar yang dingin. Lalu setelah itu, ada satu telepon masuk dari Ummi. Manusia yang selalu merasakan apa yang ia rasa, meski Jendra tidak pernah mengutarakan apapun pada Ummi.

Mereka mengobrol mengenai keberangkatan Jendra ke Palangkaraya bulan depan. Juga tentang semua hal yang biasa diobrolkan oleh ibu dan anak bujangnya. Hingga suatu kalimat yang berhasil lolos dari mulut Jendra, yaitu, "Mi, kalau Jendra gak bisa jadi yang terbaik buat Zuney, gimana? Jendra takut gak bisa lagi ketemu Zuney. Apalagi Zuney kan cantik, Mi, pasti banyak yang suka."

Seperti biasa, Ummi memang selalu berkata lembut pada Jendra, "Sayang, dengar Ummi baik-baik. Kamu gak usah takut kehilangan seseorang yang belum halal untukmu, Jen. Kalau Zuney memang baik buat kamu, Allah akan jaga hatinya buat kamu. Meski banyak yang deketin Zuney, Allah akan sendirikan dia sampai akhirnya kembali dipertemukan sama kamu di waktu yang tepat."

Paham. Jendra sangat paham apa yang Ummi maksud. Tapi tetap saja itu menjadi satu kekhawatiran sendiri yang mengganjal di hatinya.

"Masih mau dengarkan Ummi, Jen?"

Jendra buru-buru mengangguk. "Iya, mau, Mi."

"Kita ambil sudut paling pahit, misalnya, Zuney memang bukan takdir kamu, kamu boleh sedih, tapi.... Jendra harus selalu ingat surat Al-Baqarah ayat 216. Boleh tolong disebutkan?"

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik baimu. Allah mengetahui sedangkan kamu tidak."

"Anak sholeh...."

Seutas senyum terbit begitu saja di wajah tampannya. Ada ketenangan yang kini menghampiri jiwanya yang semula gundah.

"Tugas kamu saat ini lebih dekat sama Allah, perbaiki diri, fokus sama masa depan. Kalau Allah udah ridha, apa sih yang enggak Allah kasih?"

"Iya, Mi. Laksanakan!"

Sambungan telepon mereka akhiri ketika adzan subuh berkumandang. Sedangkan di tempat yang berbeda, Zuney baru saja menyibakkan selimut ketika Mama mengetuk pintu kamarnya.

Gadis cantik itu menurunkan kakinya, ketika mengayunkan langkah pertama, kepalanya terasa berputar, sehingga dengan gerakan cepat Zuney menggapai kursi untuk berpegangan.

"Kenapa, Kak?" tanya Mama yang melihat Zuney mengurut kening.

"Pusing, Ma." Zuney kembali duduk di kasur.

(MELINGKAR) VOL. 2Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz