Keping 27 - Tidak ada bandingan

80 10 10
                                    

Kali ini Zuney benar-benar disibukkan dengan berbagai macam agenda pekerjaan. Gadis cantik itu diutus oleh kepala sekolah untuk menjadi perwakilan mengikuti kegiatan KKG (Kelompok Kerja Guru) yang berada di salah satu daerah di Cikutra, Bandung.

Kesibukan juga kembali datang pada Jendra. Semua waktu hidupnya seolah disita habis oleh pekerjaan. Apalagi menjelang akhir tahun, banyak campaign yang harus dijalani. Pukul sepuluh malam, Jendra baru selesai meeting, dan bisa saja tiba di rumah pukul dua belas. Bahkan, tak jarang pula ketika tengah malam, Jendra masih berkutat dengan keyboard dan setumpuk pekerjaan yang entah kapan akan selesai.

Niat hati ingin memperbaiki semuanya, namun rasanya semakin sulit. Waktu untuk bertukar kabar melalui pesan singkat pun jarang sekali terjadi. Yang bisa mereka lakukan adalah saling memantau kegiatan masing-masing melalui unggahan sosial media. Sungguh menjemukan.

"Gue tuh emang gak dikasih banget waktu buat galau-galauan." Zuney menaruh tas laptopnya di atas meja cafe, lalu menarik kursi dan berakhir duduk dengan melepas semua kelelahan.

Qistiya dan Vannesa yang berada di hadapan Zuney itu saling pandang, lalu keduanya menyeruput kopi dingin mereka.

"Lo gimana, Qis? Waktu pertama kali ke rumah Lolo, semua lancar-lancar aja?" tanya Zuney.

"Lancar, sih. Tapi semua gak selancar itu. Gue juga banyak makan hati, apalagi pas mantannya Lolo tiba-tiba datang. Wah, disitu gue udah pengen mundur aja." Qistiya menyandarkan tulang punggungnya ke belakang.

"Tapi lo sama Jendra, gimana, Ney? Soalnya Eca tau sendiri gimana excitednya lo waktu mau ke rumah Jendra. Segala mau bawain maracon pula."

Zuney mengangkat kedua bahunya. "Gue seneng, kok, ketemu keluarganya Jendra. Semua nerima gue dengan hangat. Bahkan umminya aja sampai ngajak gue buat nyidak kamar pribadinya Jendra."

"Wah, serius?" pekik keduanya bersamaan.

Zuney menganggukkan kepala. "Tapi waktu itu neneknya Jendra kayaknya belum tau kalau gue mau datang, jadi beliau udah ngundang orang lain buat ikut makan siang bareng."

"Oh, yang Arini, Arini itu, bukan?" tanya Vannesa memastikan.

"Arini? Siapa Arini? Ceweknya Jendra di Bogor?" Qistiya seolah tidak terima. "Gila, ya, Jendra, udah punya cewek masih deketin temen gue." Qistiya segera berdiri karena kesal dengan asumsinya sendiri.

"Qis, Qis, Qis, sabar dulu." Zuney menarik pelan tangan Qistiya agar kembali duduk. "Gak gitu ceritanya, Qis."

"Ya jadi gimana, Ney? Kalau sampai Jendra beneran kaya gitu, gue bener-bener gak terima. Enak aja mainin hati temen gue."

Zuney terkekeh pelan. "Di mana lagi, sih, gue bisa dapet temen kaya kalian? Yang sedih gue, tapi yang gak terima kalian."

Qistiya yang semula berapi-api pun ikut tertawa, lalu kembali menyeruput kopi dinginnya. "Jadi sebenernya gimana, Zuney?"

Zuney mulai menceritakan semuanya pada dua sahabatnya itu. Dan berakhir menatap Vannesa dan Qistiya bergantian. "Ya gitu, gais. Mungkin emang guenya aja yang baperan. Gue ciut banget, sih. Mungkin diantara semua perempuan yang pernah Jendra temui, gue yang paling biasa aja. Gak ada yang bisa dibanggain dari segi apapun."

Saat itu juga dentingan dari pintu cafe terdengar, menandakan ada orang lain yang masuk. Otomatis ketiganya menoleh.

"Tuh, orangnya datang." Vannesa tersenyum, lalu mengusap punggung tangan Zuney yang menelungkup di atas meja. "Kalau ada masalah, diselesaikannya berdua, ya."

(MELINGKAR) VOL. 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang